Minggu, 26 April 2015

ASKEB

Tanda – tanda Kehamilan Awal

Tanda-tanda kehamilan merupakan saat yang paling dinantikan oleh seorang perempuan yang menginginkan dirinya memiliki seorang buah hati dambaan keluaga (family hoping). Dengan terjadinya kehamilan menandakan bahwa pasangan suami isteri memiliki tingkat kesuburan yang baik dan hal ini juga menandakan bahwa mereka tidak memiliki masalah kesehatan yang berarti.  Namun ada kalanya, wanita belum mengetahui secara betul mengenai tanda-tanda kehamilan ini. Ibu kadang masih bingung membedakan mana tanda-tanda kehamilan (pregnancy symptoms) sebenarnya dengan  tanda akan datang menstruasi, karena banyak kasus terjadi bahwa tanda-tanda kehamilan biasanya mirip dengan tanda-tanda akan datang menstruasi. Ketidaktahuan mengenai hal ini  juga menyebabkan beberapa kasus terjadinya keguguran (miscarriage).
Hal ini disebabkan masih dilakukannya suatu aktivitas atau konsumsi makanan yang seharusnya tidak boleh dilakukan selama kehamilan, padahal sebetulnya dia sudah mengalami kehamilan. Dengan ketidaktahuan akan tanda-tanda kehamilan juga mengakibatkan persiapan yang matang menyongsong kehamilan menjadi terabaikan. Sebaliknya, banyak kasus para keluarga stress karena tanda-tanda yang sudah dianggapnya sebagai sebuah tanda kehamilan,  ternyata sesudah dilakukan beberapa kali test ternyata hasilnya negatif. Bayangan dan dambaan kehamilan yang mereka tunggu akhirnya menjadi sirna.
Description: http://bidanku.com/images/kandungan/DSC_4037__1382770418_36.72.135.95.jpg
Banyak para perempuan menilai bahwa tanda-tanda kehamilan hanya melihat dari satu sisi saja, yaitu terlambat datangnya menstruasi. Memang betul, salah satu tanda-tanda kehamilan ini adalah terlambatnya menstruasi. Namun, terlambat menstruasi ini juga bukan hanya disebabkan oleh kehamilan saja, banyak hal yang mempengaruhinya, pola makan, stress, kecapaian, adanya gangguan hormonal dsb.
Tanda – tanda kehamilan :
Ø  Terjadi Perubahan Pada Payudara
Jika terjadi kehamilan, maka payudara akan membesar, hal ini disebabkan oleh meningkatnya produksi hormon esterogen dan progesteron. Selain itu kondisi payudara juga akan terasa makin lembut, hal ini menimbulkan rasa sensitif yang lebih tinggi, hingga payudara akan terasa sakit atau nyeri saat dipegang. Puting susu membesar pula dan warnanya akan semakin gelap, kadang juga terasa gatal. Pembuluh vena pada payudara juga akan terlihat akibat penegangan payudara.
Selain itu terjadi  aktivitas hormon HPL (Human Placental Lactogen). Hormon tersebut diproduksi oleh tubuh saat ibu mengalami kehamilan untuk mempersiapkan
ASI bagi bayi anda ketika terlahir ke dunia.
Ø  Munculnya bercak darah atau flek yang diikuti kram perut
Bercak darah ini muncul sebelum menstruasi yang akan datang, biasanya terjadi antara 8-10 hari setelah terjadinya ovulasi. Bercak darah ini disebabkan oleh implantasi (implantation bleeding) atau menempelnya embrio pada dinding rahim. Munculnya bercak darah pada saat kehamilan kadang disalah artikan sebagai menstruasi.
Selain itu, keluarnya bercak darah biasanya diikuti oleh kram perut. Kram perut pada kondisi terjadinya kehamilan akan terjadi secara teratur. Dan kondisi kram perut ini,  akan terus berlanjut sampai kehamilan trimester kedua, sampai letak uterus posisinya berada ditengah dan disangga oleh panggul.
Ø  Mual dan muntah (Morning sicknes)
Sekitar 50% perempuan yang mengalami kehamilan akan memiliki tanda-tanda ini. Pemicunya adalah peningkatan hormon secara tiba-tiba dalam aliran darah. Hormon tersebut adalah HCG (Human chorionic Gonadotrophin). Selain dalam darah, peningkatan hormon ini juga terjadi pada saluran air kencing. Makanya, alat test pack kehamilan dilakukan melalui media air seni, hal ini dilakukan untuk mengukur terjadinya peningkatan kadar hormon HCG tersebut. Peningkatan hormon ini akan mengakibatkan efek pedih pada lapisan perut dan menimbulkan rasa mual. Rasa mual ini biasanya akan menghilang memasuki kehamilan trimester kedua. Jika, rasa mual dan muntah masih terjadi pada usia kehamilan trimester kedua, sebaiknya periksakan dan konsultasikan mengenai hal ini ke dokter anda, karena akan mengganggu kehamilan anda.
Mual dan muntah ini biasa morning sickness karena biasanya terjadi pada saat di pagi hari. Namun kenyataannya, mual dan muntah dapat terjadi pada siang dan malam hari juga. Bahkan morning sickness terjadi hanya ketika si ibu mencium aroma atau wewangian tertentu.
Ø  Sering kencing/buang air kecil (Frequent Urination)
Setelah haid terlambat satu hingga dua minggu, keinginan untuk buang air kecil menjadi lebih sering dari kebiasaannya. Ini disebabkan janin yang tumbuh di rahim menekan kandung kemih dan akibat adanya peningkatan sirkulasi darah. Selain itu kandung kemih lebih cepat dipenuhi oleh urine dan keinginan untuk buang air kecil menjadi lebih sering. Peningkatan rasa buang air kecil juga disebabkan oleh peningkatan hormon kehamilan. Walaupun buang air kecil ini sering, jangan sampai membatasinya atau menahannya. Selain itu hindarkan dehidrasi dengan lebih meningkatkan asupan cairan ke dalam tubuh.
Ø  Pusing dan sakit kepala (Headaches)
Gangguan pusing dan sakit kepala yang sering dirasakan oleh ibu hamil diakibatkan oleh faktor fisik; rasa lelah, mual, lapar dan tekanan darah, rendah. Sedangkan penyebab emosional yaitu adanya perasaan tegang dan depresi. Selain itu peningkatan pasokan darah ke seluruh tubuh juga bisa menyebabkan pusing saat ibu berubah posisi.
Ø  Rasa lelah dan mengantuk yang berlebih (Fatigue)
Rasa lelah dan mengantuk pada ibu hamil selain disebabkan oleh perubahan hormonal, juga akibat kinerja dari beberapa organ vital seperti ginjal, jantung, dan paru-paru, semakin bertambah. Organ-organ vital ini tidak hanya bekerja untuk mencukupi kebutuhan ibu saja, namun juga untuk pertumbuhan dan perkembangan janin. Perut ibu yang semakin membesar seiring dengan bertambahnya usia kehamilan juga memberikan beban tersendiri bagi tubuh ibu.
Ø  Sembelit
Sembelit terjadi akibat peningkatan hormon progesterone. Hormon ini selain mengendurkan otot-otot rahim, juga berdampak pada mengendurnya otot dinding usus sehingga menyebabkan sembelit atau susah buang air besar. Namun keuntungan dari keadaan ini adalah memungkinkan peyerapan nutrisi yang lebih baik saat hamil.
Ø  Sering meludah (hipersalivasi)
Tanda kehamilan ini terjadi akibat pengaruh perubahan hormon estrogen, biasanya terjadi pada kehamilan trimester pertama. Kondisi ini biasanya menghilang setelah kehamilan memasuki trimester kedua
Ø  Naiknya temperatur basal tubuh
Jika terjadi kehamilan atau ovulasi, maka suhu basal tubuh ibu akan meningkat. Kondisi ini akan bertahan selama terjadinya kehamilan. Kondisi ini tidak akan turun ke kondisi sebelum terjadinya ovulasi.
Tanda-tanda kehamilan (pregnancy symptoms) di atas sifatnya pribadi, tidak semua perempuan pada awal kehamilan mutlak memiliki tanda-tanda di atas, artinya berlakunya tanda kehamilan di atas ada yang memang semua mengalaminya, bervariasi, tapi ada pula yang tidak memiliki keluhan apapun. Untuk lebih memastikan, tentulah harus dilakukan test kehamilan (pregnancy test), baik yang dilakukan di rumah dengan menggunakan test pack atau dilakukan di laboratorium yang melakukan tes terhadap darah anda.
 Tanda – tanda Kehamilan Awal

Tanda-tanda kehamilan merupakan saat yang paling dinantikan oleh seorang perempuan yang menginginkan dirinya memiliki seorang buah hati dambaan keluaga (family hoping). Dengan terjadinya kehamilan menandakan bahwa pasangan suami isteri memiliki tingkat kesuburan yang baik dan hal ini juga menandakan bahwa mereka tidak memiliki masalah kesehatan yang berarti.  Namun ada kalanya, wanita belum mengetahui secara betul mengenai tanda-tanda kehamilan ini. Ibu kadang masih bingung membedakan mana tanda-tanda kehamilan (pregnancy symptoms) sebenarnya dengan  tanda akan datang menstruasi, karena banyak kasus terjadi bahwa tanda-tanda kehamilan biasanya mirip dengan tanda-tanda akan datang menstruasi. Ketidaktahuan mengenai hal ini  juga menyebabkan beberapa kasus terjadinya keguguran (miscarriage).
Hal ini disebabkan masih dilakukannya suatu aktivitas atau konsumsi makanan yang seharusnya tidak boleh dilakukan selama kehamilan, padahal sebetulnya dia sudah mengalami kehamilan. Dengan ketidaktahuan akan tanda-tanda kehamilan juga mengakibatkan persiapan yang matang menyongsong kehamilan menjadi terabaikan. Sebaliknya, banyak kasus para keluarga stress karena tanda-tanda yang sudah dianggapnya sebagai sebuah tanda kehamilan,  ternyata sesudah dilakukan beberapa kali test ternyata hasilnya negatif. Bayangan dan dambaan kehamilan yang mereka tunggu akhirnya menjadi sirna.
Description: http://bidanku.com/images/kandungan/DSC_4037__1382770418_36.72.135.95.jpg
Banyak para perempuan menilai bahwa tanda-tanda kehamilan hanya melihat dari satu sisi saja, yaitu terlambat datangnya menstruasi. Memang betul, salah satu tanda-tanda kehamilan ini adalah terlambatnya menstruasi. Namun, terlambat menstruasi ini juga bukan hanya disebabkan oleh kehamilan saja, banyak hal yang mempengaruhinya, pola makan, stress, kecapaian, adanya gangguan hormonal dsb.
Tanda – tanda kehamilan :
Ø  Terjadi Perubahan Pada Payudara
Jika terjadi kehamilan, maka payudara akan membesar, hal ini disebabkan oleh meningkatnya produksi hormon esterogen dan progesteron. Selain itu kondisi payudara juga akan terasa makin lembut, hal ini menimbulkan rasa sensitif yang lebih tinggi, hingga payudara akan terasa sakit atau nyeri saat dipegang. Puting susu membesar pula dan warnanya akan semakin gelap, kadang juga terasa gatal. Pembuluh vena pada payudara juga akan terlihat akibat penegangan payudara.
Selain itu terjadi  aktivitas hormon HPL (Human Placental Lactogen). Hormon tersebut diproduksi oleh tubuh saat ibu mengalami kehamilan untuk mempersiapkan
ASI bagi bayi anda ketika terlahir ke dunia.
Ø  Munculnya bercak darah atau flek yang diikuti kram perut
Bercak darah ini muncul sebelum menstruasi yang akan datang, biasanya terjadi antara 8-10 hari setelah terjadinya ovulasi. Bercak darah ini disebabkan oleh implantasi (implantation bleeding) atau menempelnya embrio pada dinding rahim. Munculnya bercak darah pada saat kehamilan kadang disalah artikan sebagai menstruasi.
Selain itu, keluarnya bercak darah biasanya diikuti oleh kram perut. Kram perut pada kondisi terjadinya kehamilan akan terjadi secara teratur. Dan kondisi kram perut ini,  akan terus berlanjut sampai kehamilan trimester kedua, sampai letak uterus posisinya berada ditengah dan disangga oleh panggul.
Ø  Mual dan muntah (Morning sicknes)
Sekitar 50% perempuan yang mengalami kehamilan akan memiliki tanda-tanda ini. Pemicunya adalah peningkatan hormon secara tiba-tiba dalam aliran darah. Hormon tersebut adalah HCG (Human chorionic Gonadotrophin). Selain dalam darah, peningkatan hormon ini juga terjadi pada saluran air kencing. Makanya, alat test pack kehamilan dilakukan melalui media air seni, hal ini dilakukan untuk mengukur terjadinya peningkatan kadar hormon HCG tersebut. Peningkatan hormon ini akan mengakibatkan efek pedih pada lapisan perut dan menimbulkan rasa mual. Rasa mual ini biasanya akan menghilang memasuki kehamilan trimester kedua. Jika, rasa mual dan muntah masih terjadi pada usia kehamilan trimester kedua, sebaiknya periksakan dan konsultasikan mengenai hal ini ke dokter anda, karena akan mengganggu kehamilan anda.
Mual dan muntah ini biasa morning sickness karena biasanya terjadi pada saat di pagi hari. Namun kenyataannya, mual dan muntah dapat terjadi pada siang dan malam hari juga. Bahkan morning sickness terjadi hanya ketika si ibu mencium aroma atau wewangian tertentu.
Ø  Sering kencing/buang air kecil (Frequent Urination)
Setelah haid terlambat satu hingga dua minggu, keinginan untuk buang air kecil menjadi lebih sering dari kebiasaannya. Ini disebabkan janin yang tumbuh di rahim menekan kandung kemih dan akibat adanya peningkatan sirkulasi darah. Selain itu kandung kemih lebih cepat dipenuhi oleh urine dan keinginan untuk buang air kecil menjadi lebih sering. Peningkatan rasa buang air kecil juga disebabkan oleh peningkatan hormon kehamilan. Walaupun buang air kecil ini sering, jangan sampai membatasinya atau menahannya. Selain itu hindarkan dehidrasi dengan lebih meningkatkan asupan cairan ke dalam tubuh.
Ø  Pusing dan sakit kepala (Headaches)
Gangguan pusing dan sakit kepala yang sering dirasakan oleh ibu hamil diakibatkan oleh faktor fisik; rasa lelah, mual, lapar dan tekanan darah, rendah. Sedangkan penyebab emosional yaitu adanya perasaan tegang dan depresi. Selain itu peningkatan pasokan darah ke seluruh tubuh juga bisa menyebabkan pusing saat ibu berubah posisi.
Ø  Rasa lelah dan mengantuk yang berlebih (Fatigue)
Rasa lelah dan mengantuk pada ibu hamil selain disebabkan oleh perubahan hormonal, juga akibat kinerja dari beberapa organ vital seperti ginjal, jantung, dan paru-paru, semakin bertambah. Organ-organ vital ini tidak hanya bekerja untuk mencukupi kebutuhan ibu saja, namun juga untuk pertumbuhan dan perkembangan janin. Perut ibu yang semakin membesar seiring dengan bertambahnya usia kehamilan juga memberikan beban tersendiri bagi tubuh ibu.
Ø  Sembelit
Sembelit terjadi akibat peningkatan hormon progesterone. Hormon ini selain mengendurkan otot-otot rahim, juga berdampak pada mengendurnya otot dinding usus sehingga menyebabkan sembelit atau susah buang air besar. Namun keuntungan dari keadaan ini adalah memungkinkan peyerapan nutrisi yang lebih baik saat hamil.
Ø  Sering meludah (hipersalivasi)
Tanda kehamilan ini terjadi akibat pengaruh perubahan hormon estrogen, biasanya terjadi pada kehamilan trimester pertama. Kondisi ini biasanya menghilang setelah kehamilan memasuki trimester kedua
Ø  Naiknya temperatur basal tubuh
Jika terjadi kehamilan atau ovulasi, maka suhu basal tubuh ibu akan meningkat. Kondisi ini akan bertahan selama terjadinya kehamilan. Kondisi ini tidak akan turun ke kondisi sebelum terjadinya ovulasi.
Tanda-tanda kehamilan (pregnancy symptoms) di atas sifatnya pribadi, tidak semua perempuan pada awal kehamilan mutlak memiliki tanda-tanda di atas, artinya berlakunya tanda kehamilan di atas ada yang memang semua mengalaminya, bervariasi, tapi ada pula yang tidak memiliki keluhan apapun. Untuk lebih memastikan, tentulah harus dilakukan test kehamilan (pregnancy test), baik yang dilakukan di rumah dengan menggunakan test pack atau dilakukan di laboratorium yang melakukan tes terhadap darah anda.

ASKEB

1.      Pre Eklampsi Berat dan Ringan
·        Definisi Pre Eklamsi Berat
Pre Eklamsi Berat (PEB) merupakan komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya hipertensi ≥160/110 disertai protein urine dan atau edema, pada kehamilan 20 minggu atau lebih. Preeklampsia adalah kelainan multisystem spesifik pada kehamilan yang ditandai oleh timbulnya hipertensi dan proteinuria setelah umur kehamilan 20 minggu. Kelainan ini dianggap berat jika tekanan darah dan proteinuria meningkat secara bermakna atau terdapat tanda-tanda kerusakan organ (termasuk gangguan pertumbuhan janin) 1.
·        Etiologi
Penyebab past iterjadinya pre-eklamsi masih belum diketahui. Penyakit ini dianggap sebagai sesuatu “Maladaptation syndrome” dengan akibat suatu vaso spasme general dengan segala akibatnya.
Pre eklamsi dikaitkan dengan komponen genetik, meskipun mekanisme actual masih diperdebatkan. Pre eklamsi juga dikaitkan dengan mekanisme plasentasi, namun pre eklamsi tidak selalu muncul pada keadaan patologis plasenta (Abadiet al, 2008; Wilson, 2004). Penyebab pasti Preeklampsia masih belum jelas. 1 Hipotesa faktor-faktor etiologi Preeklampsia bisa diklasifikasikan menjadi 4 kelompok, yaitu : genetic, imunologik, gizi dan infeksi serta infeksi antara factor-faktor tersebut. Ada beberapa teori yang mencoba menjelaskan perkiraan etiologi dari kelainan tersebut sehingga kelainan ini sering dikenal dengan “The disease of theory” adapun teori-teori tersebut antara lain :
1. Peran prostasiklin dan tromboksan S
Pada Preeklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI-2) yang pada kehamilan normal meningkat, aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TxA2) dan serotonin sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.
2. Peran faktor imunologis
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama, hal ini dihubungkan dengan pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta yang tidak sempurna. Beberapa wanita dengan Preeklampsia mempunyai kompleks imun dalam serum. Beberapa study yang mendapati aktivasi komplemen dan system imun humoral pada Preeklampsia.
3. Peran faktor genetik / familial
Beberapa bukti yang mendukung factor genetik pada Preeklampsia antara lain:
a. Preeklampsia hanya terjadi pada manusia
b. Terdapat kecenderungan meningkatnya frekuensi Preeklampsia pada anak-anak dari ibu yang menderita Preeklampsia.
c. Kecenderungan meningkatnya frekuensi Preeklampsia pada anak cucu ibu hamil dengan riwayat Preeklampsia dan bukan ipar mereka.
d. Peran Renin-Angiotensin-Aldosteron-System (RAAS).
·        Gejala
1.      Tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau diastolik > 110 mmHg
2.      Proteinuria +> 5 g/24 jam atau > 3 pada tes celup
3.      sakit kepala hebat atau gangguan penglihatan 
4.      Nyeri epigastrium dan ikterus
5.      Edema paru atau sianosis
6.      Trombositopenia
7.      Pertumbuhan janin terhambat
Diagnosis eklampsia ditegakkan berdasarkan gejala-gajala preeklampsia disertai kejang atau koma. Sedangkan, bila terdapat gejala preeklampsia berat dusertai salah satu atau beberapa gejala dari nyeri kepala hebat , gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium dan keneikan tekanan darah yang progresif, dikatakan pasien tersebut menderita impending preeklampsia. Impending preeklampsia ditangani dengan kasus eklampsia.

·        Diagnosis
Diagnosa PEB ditegakkan apabila pada kehamilan >20 minggu didapatkan satu/lebih gejala/tanda di bawah ini: 
1)      Tekanan darah 160/110 mmHg 
a.       Ibu hamil dalam keadaan relaksasi (pengukuran tekanan darah minimal setelah istirahat 10 menit) 
b.      Ibu hamil tidak dalam keadaan his. 
Q   Oigouria, urin kurang dari 500 cc/24 jam. 
Q   Poteinuria 5 gr/liter atau lebih atau 4+ pada pemeriksaan secara kuantitatif.
Q   Terdapat edema paru dan sianosis. 
Q   Gangguan visus dan serebral. 
Q   Keluhan subjektif
c.       Nyeri epigastrium 
d.      Gangguan penglihatan 
e.       Nyeri kepala
f.       Gangguan pertumbuhan janin intrauteri.
g.      Pemeriksaan trombosit (Manuaba, 1998) 

·        Pencegahan
1)      Meningkatkan jumlah balai pemeriksaan antenatal dan mengusahakan agar semua wanita hamil memeriksakan diri sejak hamil muda.
2)      Mencari pada setiap pemeriksaan tanda-tanda preeklampsia dan mengobatinya segera apabila ditemukan.
3)      Mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnya pada kehamilan 37 minggu ke atas apabila setelah dirawat tanda-tanda preeklampsia tidak juga dapat dihilangkan.
·        Penata laksanaan
Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala pre eklampsia berat selama perawatan maka perawatan dibagi menjadi :
a. Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah pengobatan medisinal.
Sedapat mungkin sebelum perawatan aktif pada setiap penderita dilakukan pemeriksaan fetal assesment
 (NST & USG).
1. Indikasi (salah satu atau lebih)
a. Ibu
• Usia kehamilan 37 minggu atau lebih
• Adanya tanda-tanda atau gejala impending eklampsia, kegagalan terapi konservatif yaitu setelah 6 jam pengobatan meditasi terjadi kenaikan desakan darah atau setelah 24 jam perawatan medisinal, ada gejala-gejala status quo (tidak ada perbaikan).
b. Janin
• Hasil fetal assesment jelek (NST & USG)
• Adanya tanda IUGR
c. Laboratorium
Adanya “HELLP syndrome” (hemolisis dan peningkatan fungsi hepar, trombositopenia).
2. Pengobatan Medisinal
Pengobatan medisinal pasien pre eklampsia berat yaitu :
a. Segera masuk rumah sakit
b. Tirah baring miring ke satu sisi. Tanda vital diperiksa setiap 30 menit, refleks patella setiap jam.
c. Infus dextrose 5% dimana setiap 1 liter diselingi dengan infus RL (60-125 cc/jam) 500 cc.
d. Antasida
e. Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.
f. Pemberian obat anti kejang : magnesium sulfat
g. Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru, payah jantung kongestif atau edema anasarka. Diberikan furosemid injeksi 40 mg/im.
h. Antihipertensi diberikan bila:
1) Desakan darah sistolis lebih 180 mmHg, diastolis lebih 110 mmHg atau MAP lebih 125 mmHg. Sasaran pengobatan adalah tekanan diastolis kurang 105 mmHg (bukan kurang 90 mmHg) karena akan menurunkan perfusi plasenta.
2) Dosis antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada umumnya.
3) Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya, dapat diberikan obat-obat antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu), catapres injeksi. Dosis yang biasa dipakai 5 ampul dalam 500 cc cairan infus atau press disesuaikan dengan tekanan darah.
4) Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan tablet antihipertensi secara sublingual diulang selang 1 jam, maksimal 4-5 kali. Bersama dengan awal pemberian sublingual maka obat yang sama mulai diberikan secara oral. (Syakib Bakri, 1997)
3. Kardiotonika
Indikasinya bila ada tanda-tanda menjurus payah jantung, diberikan digitalisasi cepat dengan cedilanid D.
4. Lain-lain:
a. Konsul bagian penyakit dalam / jantung, mata.
b. Obat-obat antipiretik diberikan bila suhu rektal lebih 38,5 derajat celcius dapat dibantu dengan pemberian kompres dingin atau alkohol atau xylomidon 2 cc IM.
c. Antibiotik diberikan atas indikasi.(4) Diberikan ampicillin 1 gr/6 jam/IV/hari.
d. Anti nyeri bila penderita kesakitan atau gelisah karena kontraksi uterus. Dapat diberikan petidin HCL 50-75 mg sekali saja, selambat-lambatnya 2 jam sebelum janin lahir.
5. Pemberian Magnesium Sulfat
Cara pemberian magnesium sulfat:
a. Dosis awal sekitar 4 gram MgSO4 IV (20 % dalam 20 cc) selama 1 gr/menit kemasan 20% dalam 25 cc larutan MgSO4 (dalam 3-5 menit). Diikuti segera 4 gr di bokong kiri dan 4 gram di bokong kanan (40 % dalam 10 cc) dengan jarum no 21 panjang 3,7 cm. Untuk mengurangi nyeri dapat diberikan 1 cc xylocain 2% yang tidak mengandung adrenalin pada suntikan IM.
b. Dosis ulangan : diberikan 4 gram intramuskuler 40% setelah 6 jam pemberian dosis awal lalu dosis ulangan diberikan 4 gram IM setiap 6 jam dimana pemberian MgSO4 tidak melebihi 2-3 hari.

·        Definisi Pre Eklamsi Ringan
Preeklamsi adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, proteinuria dan edema yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ke 3 pada kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya misalnya pada mola hidatidosa (Ilmu kebidanan, 2008).
Preeklamsi adalah kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin dan dalam masa nifas yang terdiri dari hipertensi, proteinuria dan edema, ibu tersebut tidak menunjukan tanda- tanda kelainan vascular atau hipertensi sebelumnya (Muchtar R., 1998)
Preeklamsi ringan adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan  edema setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan (Ilmu Kebidanan Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiharjo, Fak UI Jakarta, 1998).
·        Etiologi
Penyebab preeklamsi dan eklamsi secara pasti belum di ketahui. Teori yang banyak di kemukakan sebagai penyebabnya adalah iskemia plasenta atau kurangnya sirkulasi O2 ke plasenta.
Faktor predisposisi atau terjadinya preeklamsia dan eklampsia, antara   lain:
1.     Usia ekstrim ( 35 th)
Resiko terjadinya Preeklampsia meningkat seiring dengan peningkatan usia (peningkatan resiko 1,3 per 5 tahun peningkatan usia) dan dengan interval antar kehamilan (1,5 per 5 tahun interval antara kehamilan pertama dan kedua). Resiko terjadinya Preeklampsia pada wanita usia belasan terutama adalah karena lebih singkatnya. Sedang pada wanita usia lanjut terutama karena makin tua usia makin berkurang kemampuannya dalam mengatasi terjadinya respon inflamasi sistemik dan stress regangan hemodinamik.
2.     Riwayat Preeklampsia pada kehamilan sebelumnya
riwayat Preeklampsia pada kehamilan sebelumnya memberikan resiko sebesar 13,1 % untuk terjadinya Preeklampsia pada kehamilan kedua dengan partner yang sama.
3.     Riwayat keluarga yang mengalami Preeklampsia
eklampsia dan Preeklampsia memiliki kecenderungan untuk diturunkan secara familial.


4.     Penyakit yang mendasari yaitu:
a.   Hipertensi kronis dan penyakit ginjal
b.   Obesitas,resistensi insulin dan diabetes
c.   Gangguan thrombofilik
d.   Faktor eksogen: Merokok, Stress, tekanan psikososial yang berhubungan dengan pekerjaan, latihan fisik,Infeksi saluran kemih.
·        Gejala
a.    Gejala subjektif
Pada Preeklampsia didapatkan sakit kepala di daerah frontal, skotoma, diplopia, penglihatan kabur, nyeri  di daerah epigastrium, mual atau muntah-muntah karena perdarahan subkapsuer spasme areriol. Gejala-gejala ini sering ditemukan pada Preeklampsia yang meningkat dan merupakan petunjuk bahwa eklamsia akan timbul. Tekanan darahpun akan meningkat lebih tinggi, edema dan proteinuria bertambah meningkat.
b.   Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan meliputi; peningkatan tekanan sistolik 30 mmHg dan diastolic 15 mmHg atau tekanan darah meningkat lebih dari 140/90 mmHg. Tekanan darah pada Preeklampsia berat meningkat lebih dari 160/110 mmHg dan disertai kerusakan beberapa organ. Selain itu kita juga akan menemukan takikarda, takipnu, edema paru, perubahan kesadaran, hipertensi ensefalopati, hiperefleksia, perdarahan otak.
·        Pencegahan
 Diet-makanan 
Makanan tinggi protein, tinggi karbohidrat, cukup vitamin dan rendah lemak. Kurangi garam apabila berat badan bertambah atau edema. Makanan berorientasi pada empat sehat lima sempurna. Untuk meningkatkan jumlah protein dengan tambahan satu butir telur setiap hari.
*       
*       
*        Cukup istirahat 
*             Istirahat yang cukup pada saat hamil semakin tua dalam arti bekerja seperlunya disesuaikan dengan kemampuan. Lebih banyak duduk atau berbaring kearah kiri sehingga aliran darah menuju plasenta tidak mengalami gangguan. 
                  Pengawasan antenatal (hamil) 
Bila terjadi perubahan perasaan dan gerak janin dalam rahim segera datang ke tempat pemeriksaan.
·        Penata Laksanaan
Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala pre-eklamsia berat selama perawatan maka perawatan dibagi menjadi perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah pengobatan medicinal dan perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah pengobatan medicinal (AYeyeh.R, 2011). Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut :
1.      Perawatan aktif
Pada setiap penderita sedapat mungkin sebelum perawatan aktif dilakukan pemeriksaan fetal assesment yakni pemeriksaan nonstrees test(NST) dan ultrasonograft (USG), dengan indikasi (salah satu atau lebih), yakni :

a.       Pada ibu
Usia kehamilan 37 minggu atau lebih, dijumpai tanda-tanda atau gejala impending eklamsia, kegagalan terapi konservatif yaitu setelah 6 jam pengobatan meditasi terjadi kenaikan desakan darah atau setelah 24 jam perawatan edicinal, ada gejala-gejala status quo (tidak ada perbaikan).
b.      Janin
Hasil fetal assesment jelek (NST dan USG) yaitu ada tanda intra uterine growth retardation (IUGR)
c.       Hasil laboratorium
Adanya HELLP sindrom (haemolisis dan peningkatan fungsi hepar dan trombositopenia).
2.      Pengobatan medicinal pasien pre-eklamsi berst (dilakukan dirumah sakit dan atas instruksi dokter), yaitu segera masuk rumah sakit dengan berbaring miring ke kiri ke satu sisi. Tanda vital diperiksa setiap 30 menit, reflek patella setiap jam, infus dextrose 5% dimana setiap 1 liter diselingi dangan infus RL (60-125 cc/jam) 500cc, berikan antasida , diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam, pemberian obat anti kejang (MgSO4), diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru, payah jantung kongestif atau edema anasarka. Diberikan furosemid injeksi 40 mg/IM.
3.      Antihipertensi diberikan bila tekanan darah sistolis lebih 180 mmHg atau MAP lebih 125 mmHg. Sasaran pengobatan adalah tekanan diastolis kurang 105 mmHg (bukan kurang 90 mmHg) karena akan menurunkan perfusi plasenta, dosis antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada umumnya.
4.      Bila dibutuhkan penurun darah secepatnya, dapat diberikan obat-obat antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu), catapres injeksi. Dosis yang biasa dipakai 5 ampul dalam 500cc cairan infus atau press disesuaikan dengan tekanan darah.
5.        Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan tablet antihipertensi  secara sublingual diulang selang 1 jam, maksimal 4-5 kali. Bersama dengan awal pemberian sublingual maka obat yang sama mulai diberikan secara oral (Syakib Bakri, 1997).
6.      Pengobatan jantung jika ada indikasinya yakni ada tanda-tanda menjurus payah jantung, diberikan digitalisasi cepat dengan celidanid D.
7.      Lain-lain seperti konsul bagian penyakit dalam/jantung atau mata. Obat-obat antipiretik diberikan bial suhu rectal lebih dari 38,5 0C dapat dibantu dengan pemberian kompres dingin atau alkohol atau xylomidon 2 cc secara IM, antibiotik diberikan atas indikasi saja. Diberikan ampicillin 1 gr/6 jam secara IV perhari. Anti nyeri bila penderita kesakitan atau gelisah karena kontraksi uterus. Dapat diberikan petidin HCL 50-75 mg sekali saja, selambat-lambatnya 2 jam sebelum janin lahir.
8.      Pengobatan Obstetrik
Pengobatan obstetri dilakukan dengan cara terminasi terhadap kehamilan yang belum inpartu, yaitu :
a.         Induksi persalinan: tetesan oksitocyn dengan syarat nilai bishop 5 atau lebih dan dengan fetal heart monitoring.
b.        Seksio Sesaria (dilakukan oleh dokter ahli kandungan), bila: fetal assessment jelek. Syarat tetesan oksitocyn tidak dipenuhi (nilai bishop < 5) atau adanya kontraindikasi tetesan oksitocyn; 12 jam setelah dimulainya tetesan oksitocyn belum masuk fase aktif. Pada primigravida lebih diarahkan untuk dilakukan terminasi dengan seksio sesaria.



2.      Eklamsi
·            Definisi Eklamsi
Eklamsi adalah kelainan akut pada ibu hamil, saat hamil tua, persalinan atau masa nifas ditandai dengan timbulnya kejang atau koma, dimana sebelumnya sudah menunjukkan gejala-gejala pre eklamsi (hipertensi, edems, proteinuri) (Wirjoatmodjo, 1994: 49). Eklamsi merupakan kasus akut, pada penderita dengan gambaran klinik pre eklamsi yang disertai dengan kejang dan koma yang timbul pada ante, intra dan post partum (Angsar MD, 1995: 41) .
·           Etiologi
Sebab eklamsi belum diketahui benar. Salah satu teori yang dikemukakan ialah bahwa eklamsi disebabkan ischaemia rahim dan plasenta (ischaemia uteroplasenta). Selama kehamilan uterus memerlukan darah lebih banyak. Pada molahidatidosa, hydramnion, kehamilan ganda, multipara, pada akhir kehamilan, pada persalinan, juga pada penyakit pembuluh darah ibu, diabetes, peredaran darah dalam dinding uterus kurang, maka keluarlah zat-zat dari plasenta atau decidua yang menyebabkan vasospasmus dan hypertensi.
·        Gejala
Eklamsi selalu didahului oleh gejala-gejala preeklamsi. Gejala-gejala preeklamsi yang berat seperti :
o   Sakit kepala yang keras
o   Penglihatan kabur
o   Nyeri diulu hati
o   Kegelisahan dan hyperfleksi sering mendahului kejang

Serangan dibagi dalam 3 tingkatan :
                    i.Tingkat invasi (tingkat permulaan)
Mata terpaku, kepala dipalingkan ke satu fihak, kejang-kejang halus terlihat pada muka. Berlangsung beberapa detik.
                  ii.Tingkat kontraksi (tingkat kejang kronis )
Seluruh badan menjadi kaku, kadang-kadang terjadi episthotonus, lamanya 15 sampai 20 detik.
                iii.Tingkat konvulsi
Terjadi kejang yang timbul hilang, radang membuka dan menutup begitu juga mata; otot-otot muka dan otot badan berkontraksi dan berelaksasi berulang. Kejang ini bisa menjadi sangat kuat dan bisa menyebabkan pasien terlempar dari tempat tidurnya atau lidahnya tergigit. Ludah yang berbuih bercapur darah keluar dari mulutnya, mata merah, muka biru. Berlangsung sekitar 1 menit.
                iv.Tingkat coma
Setelah kejang kronis pasien akan coma. Lamanya beberapa menit sampai berjam-jam. Dan jika pasien telah sadar kembali maka ia tidak ingat sama sekali apa yang terjadi(amnesi retrograd). Setelah beberapa waktu, terjadi serangan baru dan kejadian yang dilukiskan di atas berulang lagi kadang-kadang 10-20 kali. (2)
Sebab kematian eklamsi ialah : oedema paru-paru, apoplexi dan acidosis. Atau pasien mati setelah beberapa hari karena pneumoni aspirasi, kerusakan hati atau gangguan faal ginjal. Kadang-kadang terjadi eklamsi tanpa kejang, gejala yang menonjol adalah coma. Eklamsi semacam ini disebut “ eclampsi sine eclampsi” dan terjadi kerusakan hati yang berat.
Karena kejang merupakan gejala yang khas dari eklamsi maka “eclampsi sine eclampsi” sering dimasukkan preeklamsi yang berat. Pada eklamsi tensi biasanya tinggi sekitar 180/110. Nadi kuat dan berisi tapi jika keadaan sudah buruk menjadi kecil dan cepat. Demam yang tinggi memperburuk prognosa. Demam ini rupa-rupanya cerebral. Pernafasan biasanya cepat dan tersembunyi, pada eklamsi yang berat ada cyanosis. Protein uri hampir selalu ada malahan kadang-kadang sangat banyak, juga oedema biasanya ada.
Pada eklamsi antepartum biasanya persalinan mulai setelah beberapa waktu. Tapi kadang-kadang pasien berangsur baik tidak kejang lagi dan sadar sedangkan kehamilan terus berlangsung. Eklamsi yang tidak segera disusul dengan persalinan disebut eklamsi intercurrent. Dianggap bahwa pasien yang sedemikian bukan sembuh tapi jatuh ke yang lebih ringan ialah dari eklamsi ke dalam keadaan preeklamsi. Jadi kemungkinan eklamsi tetap mengancam pasien semacam ini sebelum persalinan terjadi.
Setelah persalinan keadaan pasien berangsur baik, kira-kira dalam 12-24 jam. Juga kalau anak mati di dalam kandungan sering kita lihat bahwa beratnya penyakit berkurang. Proteinuria hilang dalam 4-5 hari sedangkan tensi normal kembali dalam 2 minggu. Adakalanya pasien yang telah menderita eklamsi psychotis, biasanya pada hari ke 2 atau ke 3 postpartum dan berlangsung 2-3 minggu. Prognosa umumnya baik. Penyulit lainnya ialah hemiplegi dan gangguan penglihatan (buta) karena oedema retina.
·        Diagnosa
Eklamsia adalah terjadinya kejang pada seorang wanita dengan preeklamsi yang tidak dapat disebabkan oleh hal lain. Kejang bersifat grand mal dan mungkin timbul sebelum, selama, atau setelah persalinan. Namun kejang yang timbul lebih dari 48 jam postpartum, terutama pada nulipara, dapat dijumpai sampai 10 hari postpartum (Brown dkk., 1987;Lubarsky dkk ., 1994).
Eklamsia secara umum dapat dicegah dan penyakit ini sudah jarang dijumpai di Amerika Serikat karena sebagian besar wanita sekarang sudah mendapat asuhan prenatal yang memadai. Penyulit utamanya adalah solusio plasenta, deficit neurologis, pneumonia aspirasi, edema paru, henti kardiopulmonal / cardiopulmonary arrest, gagal ginjal akut, dan kematian ibu.
·           Pencegahan
Umumnya eklamsia dapat dicegah, dengan melakukan pemeriksaan kehamilan secara teratur sejak awal, sehingga dokter atau bidan dapat menemukan gejala-gejalanya sedini mungkin dan segera ditangani. Dengan demikian, Ibu tidak akan jatuh ke dalam kondisi eklamsia.
Namun bila pemeriksaan kehamilan telah dilakukan dengan sebaik mungkin namun gejala tetap tidak membaik, walau telah diberikan obat oleh dokter, maka bila kehamilan mencapai usia 37 minggu dapat dilakukan persalinan segera untuk menyelamatkan Ibu dan bayi.
·         Penata laksanaan
Serangan kejang biasanya dimulai di sekitar mulut dalam bentuk kedutan-kedutan (twitching) wajah. Setelah beberapa detik, seluruh tubuh menjadi kaku dalam suatu kontraksi otot generalisata. Fase ini dapat menetap selama 15 sampai 20 detik. Mendadak rahang mulai membuka dan menutup secara kuat, dan segera diikuti oleh kelopak mata. Otot-otot wajah yang lain dan kemudian semua otot melakukan kontraksi dan relaksasi bergantian secara cepat. Gerakan otot sedemikian kuatnya sehingga wanita yang bersangkutan dapat terlempar dari tempat tidur dan apabila tidak dilindungi, lidahnya tergigit oleh gerakan rahang yang hebat. Fase ini, saat terjadi kontraksi dan relaksasi otot-otot secara bergantian, dapat berlangsung sekitar 1 menit.
 Secara bertahap, gerakan otot menjadi lebih lemahdan jarang, dan akhirnya wanita yang bersangkutan tidak bergerak. Sepanjang serangan, diafragma terfiksasi dan pernafasan tertahan. Selama beberapa detik wanita yang bersangkutan seolah-olah sekarat akibat henti napas, tetapi kemudian ia menarik napas dalam, panjang, dan berbunyi lalu kembali bernapas. Ia kemudian mengalami koma. Ia tidak akan mengingat serangan kejang tersebut atau, pada umumnya, kejadian sesaat sebelum dan sesudahnya. Seiring dengan waktu, ingatan ini akan pulih.
Kejang pertama biasanya menjadi pendahulu kejang-kejang berikutnya yang jumlahnya dapat bervariasi dari satu atau dua pada kasus ringan sampai bahkan 100 atau lebih pada kasus berat yang tidak diobati. Pada kasus yang jarng, kejang terjadi berurutan sedemikian cepatnya sehingga wanita yang bersangkutan tampak mengalami kejang yang berkepanjangan dan hamper kontinu.
Durasi koma setelah kejang bervariasi. Apabila kejangnya jarang, wanita yang bersangkutan biasanya pulih sebagian kesadarannya setelah setiap serangan. Sewaktu sadar, dapat timbul keadaan setengah sadar dengan usaha perlawanan. Pada kasus yang sangat berat, koma menetap dari satu kejang ke kejang lainnya dan pasien dapat meninggal sebelum ia sadar. Meski jarang, satu kali kejang dapat diikiutioleh koma yang berkepanjangan walaupun, umumnya, kematian tidak terjadi sampai setelah kejang berulang-ulang.
Laju pernapasan setelah kejang eklamsia biasanya meningkat dan dapat mencapai 50 kali per menit, mungkin sebagian respons terhadap hiperkarbia akibat asidemia laktat serta akibat hipoksia dengan derajat bervariasi. Sianosis dapat dijumpai pada kasus yang parah. Demam 39ºC atau lebih adalah tanda yang buruk karena merupakan akibat perdarahan susunan saraf pusat.

Proteinuria hampir selalu ada dan sering parah. Pengeluaran urine kemungkinan besar berkurang secara bermakna dan kadang-kadang terjadi anuria. Hemoglobinuria sering dijumpai, tetapi hemoglobinemia jarang.
Pada eklamsia antepartum, tanda-tanda persalinan dapat dimulai segera setelah kejang dan berkembang cepat, kadang-kadang sebelum petugas yang menolong menyadari bahwa wanita yang tidak sadar atau stupor ini mengalami his. Apabila kejang terjadi saat persalinan, frekuensi dan intensitas his dapat meningkat, dan durasi persalinan dapat memendek. Karena ibu mengalami hipoksemia dan asidemia laktat akibat kejang, tidak jarang janin mengalami bradikardiasetelah serangan kejang. Keadaan ini biasanya pulih dalam 3 sampai 5 menit, apabila menetap lebih dari 10 menit, kausa lain perlu dipertimbangkan, misalnya solusio plasenta atau bayi akan segera lahir.

3.      IUFD
·        Definisi IUFD
Serangan kejang biasanya dimulai di sekitar mulut dalam bentuk kedutan-kedutan (twitching) wajah. Setelah beberapa detik, seluruh tubuh menjadi kaku dalam suatu kontraksi otot generalisata. Fase ini dapat menetap selama 15 sampai 20 detik. Mendadak rahang mulai membuka dan menutup secara kuat, dan segera diikuti oleh kelopak mata. Otot-otot wajah yang lain dan kemudian semua otot melakukan kontraksi dan relaksasi bergantian secara cepat. Gerakan otot sedemikian kuatnya sehingga wanita yang bersangkutan dapat terlempar dari tempat tidur dan apabila tidak dilindungi, lidahnya tergigit oleh gerakan rahang yang hebat. Fase ini, saat terjadi kontraksi dan relaksasi otot-otot secara bergantian, dapat berlangsung sekitar 1 menit.
 Secara bertahap, gerakan otot menjadi lebih lemahdan jarang, dan akhirnya wanita yang bersangkutan tidak bergerak. Sepanjang serangan, diafragma terfiksasi dan pernafasan tertahan. Selama beberapa detik wanita yang bersangkutan seolah-olah sekarat akibat henti napas, tetapi kemudian ia menarik napas dalam, panjang, dan berbunyi lalu kembali bernapas. Ia kemudian mengalami koma. Ia tidak akan mengingat serangan kejang tersebut atau, pada umumnya, kejadian sesaat sebelum dan sesudahnya. Seiring dengan waktu, ingatan ini akan pulih.
Kejang pertama biasanya menjadi pendahulu kejang-kejang berikutnya yang jumlahnya dapat bervariasi dari satu atau dua pada kasus ringan sampai bahkan 100 atau lebih pada kasus berat yang tidak diobati. Pada kasus yang jarng, kejang terjadi berurutan sedemikian cepatnya sehingga wanita yang bersangkutan tampak mengalami kejang yang berkepanjangan dan hamper kontinu.
Durasi koma setelah kejang bervariasi. Apabila kejangnya jarang, wanita yang bersangkutan biasanya pulih sebagian kesadarannya setelah setiap serangan. Sewaktu sadar, dapat timbul keadaan setengah sadar dengan usaha perlawanan. Pada kasus yang sangat berat, koma menetap dari satu kejang ke kejang lainnya dan pasien dapat meninggal sebelum ia sadar. Meski jarang, satu kali kejang dapat diikiutioleh koma yang berkepanjangan walaupun, umumnya, kematian tidak terjadi sampai setelah kejang berulang-ulang.
Laju pernapasan setelah kejang eklamsia biasanya meningkat dan dapat mencapai 50 kali per menit, mungkin sebagian respons terhadap hiperkarbia akibat asidemia laktat serta akibat hipoksia dengan derajat bervariasi. Sianosis dapat dijumpai pada kasus yang parah. Demam 39ºC atau lebih adalah tanda yang buruk karena merupakan akibat perdarahan susunan saraf pusat.
Proteinuria hampir selalu ada dan sering parah. Pengeluaran urine kemungkinan besar berkurang secara bermakna dan kadang-kadang terjadi anuria. Hemoglobinuria sering dijumpai, tetapi hemoglobinemia jarang.
Pada eklamsia antepartum, tanda-tanda persalinan dapat dimulai segera setelah kejang dan berkembang cepat, kadang-kadang sebelum petugas yang menolong menyadari bahwa wanita yang tidak sadar atau stupor ini mengalami his. Apabila kejang terjadi saat persalinan, frekuensi dan intensitas his dapat meningkat, dan durasi persalinan dapat memendek. Karena ibu mengalami hipoksemia dan asidemia laktat akibat kejang, tidak jarang janin mengalami bradikardiasetelah serangan kejang. Keadaan ini biasanya pulih dalam 3 sampai 5 menit, apabila menetap lebih dari 10 menit, kausa lain perlu dipertimbangkan, misalnya solusio plasenta atau bayi akan segera lahir.
·        Etiologi
       Adapun penyebab IUFD:
  1. perdarahan antepartum seperti plasenta previa dan solusio plasenta
  2. pre eklamsi dan eklamsi
  3. penyakit kelainan darah
  4. penyakit infeksi menular
  5. penyakit saluran kencing
  6. penyakit endokrin sperti DM dan hipertiroid
  7. malnutrisi
     Faktor predisposisi IUFD

a. Factor ibu (High Risk Mothers)
  1. status social ekonomi yang rendah
  2. tingkat pendidikan ibu yang rendah
  3. umur ibu yang melebihi 30 tahun atau kurang dari 20 tahun
  4. paritas pertama atau paritas kelima atau lebih
  5.  tinggi dan BB ibu tidak proporsional
  6. kehamilan di luar perkawinan
  7. kehamilan tanpa pengawasan antenatal
  8. ganggguan gizi dan anemia dalam kehamilan
  9. ibu dengan riwayat kehamilan / persalinan sebelumnya tidak baik seperti bayi lahir mati
  10. riwayat inkompatibilitas darah janin dan ibu
b. factor Bayi (High Risk Infants)
  1. bayi dengan infeksi antepartum dan kelainan congenital
  2. bayi dengan diagnosa IUGR (Intra Uterine Growth Retardation)
  3. bayi dalam keluarga yang mempunyai problema social
c. factor yang berhubungan dengan kehamilan
  1. abrupsio plasenta
  2. plasenta previa
  3. preeklamsi / eklamsi
  4. polihidramnion
  5. inkompatibilitas golongan darah
  6. kehamilan lama
  7. kehamilan ganda
  8. infeksi
  9. diabetes
  10. genitourinaria
·        Diagnosis
1. Anamnesa/keluhan
a. Ibu tidak merasakan gerakan janin
b. Perut tidak bertambah besar

2. Inspeksi
Tidak tampak gerakan janin

3. palpasi
  • TFU lebih rendah dari tuanya kehamilan
  • Tidak teraba gerakan janin
  • Krepitasi pada tulang kepala janin
4.Auskultasi
DJJ (-)

5.
Reaksi kehamilan
test kehamilan (-)

6. Rontgen foto abdomen
  1. Adanya akumulasi gas dalam jantung dan pembuluh darah janin
  2. Tanda nojosk     : angulasi yang tajam pada tulang belakang janin
  3. Tanda gernard     : hiperekstensi kepala janin
  4. dTanda spalding     : overlapping sutura
7. USG   
  • Gerak anak tidak ada
  • Denyut jantung anak tidak ada
  • Tampak bekuan darah pada ruang jantung janin
8.Laboratorium
  1. Reaksi biologis negative setelah 10 hari janin mati
  2. Hipofibrinogenemia setelah 4-5 minggu janin mati
Kalau janin mati pada kehamilan yang telah lanjut terjadilah perubahan-perubahan sebagai berikut :
a.    Rigor mortis
Berlangsung 21/2  jam setelah mati kemudian lemas lagi.
b.    Maserasi Tingkat I
Timbul lepuh-lepuh pada kulit. Lepuh ini mula-mula berisi cairan jernih. Tapi kemudian menjadi merah. Berlangsung sampai 48 jam setelah mati.
c.    Maserasi Tingkat II
Lepuh pecah dan mewarnai air ketuban menjadi merah coklat,  jam setelah anak mati.
d.    Maserasi Tingkat III
Terjadi kira-kira 3 minggu setelah anak mati. Badan janin sangat lemas, hubungan antar tulang-tulang sangat longgar. Edema di bawah kulit.
·        Geajala
Ø  Terhentinya pertumbuhan uterus, atau penurunan TFU
Ø  Terhentinya pergerakan janin
Ø  Terhentinya denyut jantung janin
Ø  Penurunan atau terhentinya peningkatan berat badan ibu.
Ø  Perut tidak membesar tapi mengecil dan terasa dingin
Ø  Terhentinya perubahan payudara

·        Pencegahan
1.  Melakukan istirahat yang cukup selama kehamilan
Menjaga pola hidup yang sehat tidak saja disarankan untuk anda yang sedang berada pada kondisi hamil. Bagi siapapun menjaga pola hidup memang sangat disarankan, hal ini terkait dengan imunitas di dalam tubuh agar tidak rentan terkena beberapa penyakit. Bagi sebagian penyakit yang berhubungan dengan infeksi mikroorganisme akan membuat kekebalan tubuh anda berkurang dan menggangu kesehatan perkembangan janin. Bagi anda yang sedang hamil, mencukupi kebutuhan istirahat sangat dianjurkan, apalagi anda memiliki resiko keguguran sebelumnya.
2.  Hindari merokok dan mengkonsumsi alkohol
Kebiasaan buruk seperti merokok dan mengkonsumsi alkohol akan meningkatkan resiko kondisi kesehatan yang buruk pada kehamilan anda. Selain dapat mengakibatkan berat lahir yang rendah dengan peningkatan cacat mental yang tinggi dan dapat menimbulkan komplikasi kehamilan yang serius seperti pendarahan berat selama kehamilan berlangsung dan juga akan meningkatkan resiko kematian pada janin dan ibu hamil.
3.  Pemeriksaan kesehatan sebelum kehamilan
Penting sekiranya anda mempersiapkan kondisi kesehatan sebelum kehamilan terkait dengan menurunkan resiko gangguan kesehatan pada janin anda. Pemeriksaan berkaitan dengan kondisi kesehatan ibu hamil diantaranya adalah dengan menurunkan resiko pada ibu hamil yang mengalami gangguan kesehatan seperti hipertensi atau lebih dikenal dengan sebutan tekanan darah tinggi, preeklampsia yaitu bagi anda yang tidak memiliki riwayat kesehatan tekanan darah tinggi akan tetapi tiba-tiba mengidap gangguan tekanan darah selama kehamilan anda berlangsung. Bagi anda yang mengalami preeklampsia perhatikan pola makan, kurangi makanan yang mengandung kandungan garam yang tinggi dan juga hindari rasa cemas dan stres yang berlebih.
4.  Menjaga kesehatan untuk terhindar dari infeksi pada saat kehamilan
Kehamilan memang sangat rentan terhadap beberapa kondisi kesehatan dan tidak menutup kemungkinan gangguan kesehatan yang berhubungan dengan infeksi yang ditimbulkan oleh virus, bakteri dan jamur yang akan menggangu kesehatan janin anda. Selalu perhatikan pola konsumsi dan kebersihan makanan yang anda konsumsi begitu juga dengan menjaga diri senantiasa untuk menjaga kebersihan. Beberapa imunisasi kehamilan akan membantu anda dalam menghindari infeksi selama kehamilan.
5.  Pemeriksaan pada janin untuk melakukan pencegahan pada kehamilan selanjutnya
Bagi anda yang mengalami pengalaman buruk yaitu kematian janin di dalam kandungan sebaiknya dilakukan otopsi untuk mengetahui penyebabnya sehingga pada kehamilan selanjutnya anda dapat lebih mewaspadai. Beberapa penyebab kematian di dalam kandungan diantaranya adalah ketidakcocokan darah antara ibu dan janin atau kelainan bawaan dari bayi bisa juga karena janin hiperaktif di dalam kandungan.
·        Penata laksanaan
ü  Periksa tanda vital
ü  Ambil darah untuk pemeriksaan darah perifer, fungsi pembekuan, golongan darah ABO dan Rhesus.
ü  Jelaskan seluruh prosedur pemeriksaan dan hasilnya serta rencana tindakan yang akan dilakukan kepada pasien dan keluarganya. Bila belum ada kepastian sebab kematian, hindari memberikan informasi yang tidak tepat.
ü  Dukungan mental emosional perlu diberikan kepada pasien. Sebaiknya pasien selalu didampingi oleh orang terdekatnya. Yakinkan bahwa besar kemungkinan dapat lahir pervaginam.
ü  Rencana persalinan pervaginam dengan cara induksi maupun ekspektatif, perlu dibicarakan dengan pasien dan keluarganya, sebelum keputusan diambil.
ü  Bila pilihan adalah pada ekspektatif: tunggu persalinan spontan hingga 2 minggu, yakinkan bahwa 90% persalinan spontan akan terjadi tanpa komplikasi.
ü  Bila pilihan adalah manajemen aktif: induksi persalinan menggunakan oksitosin atau misoprostol. Seksio sesarea merupakan pilihan misalnya pada letak lintang.
ü  Berikan kesempatan kepda ibu  dan keluarganya untuk melihat dan melakukan berbagai kegiatan ritual bagi janin yang meninggal tersebut.
ü  Pemeriksaan patologi plasenta akan mengungkapkan adanya patologi plasenta dan infeksi.




4.      Ruptur Uteri
·        Definisi ruptur uteri
       Ruptura uteri atau robekan rahim merupakan peristiwa yang amat membahayakan baik untuk ibu maupun untuk  janin.
Ruptura uteri dapat terjadi secara komplet dimana robekan terjadi pada semua lapisan miometrium termasuk peritoneum dan dalam hal ini umumnya janin sudah berada dalam cavum abdomen dalam keadaan mati ; ruptura inkomplet , robekan rahim secara parsial dan peritoneum masih utuh.
·        Etiologi
Ruptur uteri dapat terjadi sebagai akibat cedera atau anomali yang sudah ada sebelumnya, atau dapat menjadi komplikasi dalam persalinan dengan uterus yang sebelumnya tanpa parut.
Akhir-akhir ini, penyebab ruptur uteri yang paling sering adalah terpisahnya jaringan parut akibat seksio sesarea sebelumnya dan peristiwa ini kemungkinan semakin sering terjadi bersamaan dengan timbulnya kecenderungan untuk memperbolehkan partus percobaan pada persalinan dengan riwayat seksio sesarea.
Faktor predisposisi lainnya yang sering ditemukan pada ruptur uteri adalah riwayat operasi atau manipulasi yang mengakibatkan trauma seperti kuretase atau perforasi. Stimulasi uterus secara berlebihan atau kurang tepat dengan oksitosin, yaitu suatu penyebab yang sebelumnya lazim ditemukan, tampak semakin berkurang. Umumnya, uterus yang sebelumnya tidak pernah mengalami trauma dan persalinan berlangsung spontan, tidak akan terus berkontraksi dengan kuat sehingga merusak dirinya sendiri.
·        Gejala
Gejala ruptura uteri ‘iminen’ :
1.      Lingkaran retraksi patologis Bandl
2.      Hiperventilasi
3.      Gelisah – cemas
4.      Takikardia


Lingkaran Retraksi Patologis ( Lingkaran Bandl )
Setelah terjadi ruptura uteri, nyeri abdomen hilang untuk sementara waktu dan setelah itu penderita mengeluh adanya rasa nyeri yang merata dan disertai dengan gejala dan tanda:
1.      Abnormalitas detak jantung janin (gawat janin sampai mati)
2.      Pasien jatuh kedalam syok
3.      Bagian terendah janin mudah didorong keatas
4.      Bagian janin mudah diraba melalui palpasi abdomen
5.      Contour janin dapat dilihat melalui inspeksi abdomen
Robekan utrerus saat laparotomi
Bila sudah diagnose dugaan ruptura uteri sudah ditegakkan maka tindakan  yang harus diambil adalah segera memperbaiki keadaan umum pasien( resusitasi cairan dan persiapan tranfusi ) dan persiapan tindakan laparotomi atau persiapan rujukan kesarana fasilitas yang lebih lengkap.
Sebagai bentuk tindakan definitive maka bila robekan melintang dan tidak mengenai daerah yang luas dapat dipertimbangkan tindakan histerorafia ;namun bila robekan uterus mengenai jaringan yang sangat luas serta sudah banyak bagian yang nekrotik maka tindakan terbaik adalah histerektomi.

·        Pencegahan
Resiko absolute terjadinya ruptura uteri dalam kehamilan sangat rendah namun sangat bervariasi tergantung pada kelompok tertentu :
1.    Kasus uterus utuh
2.    Uterus dengan kelainan kongenital
3.    Uterus normal pascamiomektomi
4.    Uterus normal dengan riwayat sectiocaesar satu kali
5.    Uterus normal dengan riwayat sectio lebih dari satu kali
Strategi pencegahan kejadian ruptura uteri langsung adalah dengan memperkecil jumlah pasien dengan resiko ; criteria pasien dengan resiko tinggi ruptura uteri adalah:
1.         Persalinan dengan SC lebihdarisatu kali
2.         Riwayat SC classic ( midline uterine incision )
3.         Riwayat SC dengan jenis “low vertical incision “
4.         LSCS dengan jahitan uterus satu lapis
5.         SC dilakukan kurang dari 2 tahun
6.         LSCS pada uterus dengan kelainan kongenital
7.         Riwayat SC tanpa riwayat persalinan spontan per vaginam
8.         Induksi atau akselerasi persalinan pada pasien dengan riwayat SC
9.         Riwayat SC dengan janin makrosomia
10.     Riwayat miomektomi per laparoskop atau laparotomi.
·        Penata laksanaan
a)         Memberitahu ibu hasil pemeriksaan E: ibu dan keluarga mengetahui keadaannya
b)        Melakukan kolaborasi dengan dokter E: instruksi observasi keadaan umum, pemberian antibiotik dan histerektomi
c)         Melakukan informed consent tindakan E: ibu dan keluarga menyetujui
d)         Memberikan cefotaxime 1 gram secara bolus IV E: telah diberikan
e)         Alih rawat ke ruang operasi E: ibu telah dialihrawatkan Penanganan ruptur uteri menurut Sarwono adalah histerektomi dan resusitasi serta antibiotika yang sesuai. Diperlukan cairan infus kristaloid dan transfusi darah yang banyak, tindakan antisyok, serta pemberian antibiotik spektrum luas.



5.      Solusio Plasenta
·        Definisi Solusio Plasenta
1)     Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau keseluruhan plasenta dari implantasi normalnya (korpus uteri) setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum janin lahir.
2)     Cunningham dalam bukunya mendefinisikan solusio plasenta sebagai separasi prematur plasenta dengan implantasi normalnya korpus uteri sebelum janin lahir.
3)       Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasi normalnya sebelum janin lahir, dan definisi ini hanya berlaku apabila terjadi pada kehamilan di atas 22 minggu atau berat janin di atas 500 gram.
·        Etiologi
Penyebab primer belum diketahui pasti, namun ada beberapa faktor yang menjadi predisposisi
1.      Faktor kardio-reno-vaskuler
Glomerulonefritis kronik, hipertensi essensial, sindroma preeklamsia dan eklamsia. Pada penelitian di Parkland, ditemukan bahwa terdapat hipertensi pada separuh kasus solusio plasenta berat, dan separuh dari wanita yang hipertensi tersebut mempunyai penyakit hipertensi kronik, sisanya hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan.
2.      Faktor trauma
  Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli.
  Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang banyak/bebas, versi luar atau tindakan pertolongan persalinan
  Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain.
3.      Faktor paritas ibu
Lebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara. Beberapa penelitian menerangkan bahwa  makin tinggi paritas ibu makin kurang baik keadaan endometrium.


4.      Faktor usia ibu
Makin tua umur ibu, makin tinggi frekuensi hipertensi menahun. 

5.      Leiomioma uteri (uterine leiomyoma) yang hamil dapat menyebabkan solusio plasenta apabila plasenta berimplantasi di atas bagian yang mengandung leiomioma.

6.      Faktor pengunaan kokain
Penggunaan kokain mengakibatkan peninggian tekanan darah dan peningkatan pelepasan katekolamin yang bertanggung jawab atas terjadinya vasospasme pembuluh darah uterus dan berakibat terlepasnya plasenta. Namun, hipotesis ini belum terbukti secara definitif.

7.      Faktor kebiasaan merokok
Ibu yang perokok juga merupakan penyebab peningkatan kasus solusio plasenta sampai dengan 25% pada ibu yang merokok ≤ 1 (satu) bungkus per hari. Ini dapat diterangkan pada ibu yang perokok plasenta menjadi tipis, diameter lebih luas dan beberapa abnormalitas pada mikrosirkulasinya.

8.      Riwayat solusio plasenta sebelumnya
Hal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu dengan riwayat solusio plasenta adalah bahwa resiko berulangnya kejadian ini pada kehamilan berikutnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak memiliki riwayat solusio plasenta.
9.         Pengaruh lain, seperti anemia, malnutrisi/defisiensi gizi, tekanan uterus pada vena cava inferior dikarenakan pembesaran ukuran uterus oleh adanya kehamilan, dan lain-lain.
·        Gejala
Bila ruptur uteri yang mengancam dibiarkan terus, maka suatu saat akan terjadilah ruptur uteri sebenarnya.
1.) Anamnesis dan Inspeksi
-    Pada suatu his yang kuat sekali, pasien merasa kesakitan yang luar biasa, menjerit seolah-olah perutnya sedang dirobek kemudian jadi gelisah, takut, pucat, keluar keringat dingin sampai kolaps.
     -   Pernafasan jadi dangkal dan cepat, kelihatan haus.
-  Muntah-muntah karena perangsangan peritoneum.
-  Syok, nadi kecil dan cepat, tekanan darah turun bahkan tidak terukur.
-   Keluar perdarahan pervaginam yang biasanya tak begitu banyak, lebih-lebih kalau bagian terdepan atau kepala sudah jauh turun dan menyumbat jalan lahir.
-   Kadang-kadang ada perasaan nyeri yang menjalar ke tungkai bawah dan dibahu.
-   Kontraksi uterus biasanya hilang.
-   Mula-mula terdapat defans muskulaer kemudian perut menjadi kembung dan meteoristis (paralisis usus).
2.) Palpasi
-   Teraba krepitasi pada kulit perut yang menandakan adanya emfisema subkutan.
-   Bila kepala janin belum turun, akan mudah dilepaskan dari pintu atas panggul.
-   Bila janin sudah keluar dari kavum uteri, jadi berada di rongga perut, maka teraba bagian-bagian janin langsung dibawah kulit perut dan disampingnya kadang-kadang teraba uterus sebagai suatu bola keras sebesar kelapa.
-   Nyeri tekan pada perut, terutama pada tempat yang robek.
3.) Auskultasi
Biasanya denyut jantung janin sulit atau tidak terdengar lagi beberapa menit setelah ruptur, apalagi kalau plasenta juga ikut terlepas dan masuk ke rongga perut.
4.) Pemeriksaan Dalam
-   Kepala janin yang tadinya sudah jauh turun ke bawah, dengan mudah dapat didorong ke atas dan ini disertai keluarnya darah pervaginam yang agak banyak
-   Kalau rongga rahim sudah kosong dapat diraba robekan pada dinding rahim dan kalau jari atau tangan kita dapat melalui robekan tadi, maka dapat diraba usus, omentum dan bagian-bagian janin. Kalau jari tangan kita yang didalam kita temukan dengan jari luar maka terasa seperti dipisahkan oleh bagian yang tipis seklai dari dinding perut juga dapat diraba fundus uteri.
5.) Kateterisasi
Hematuri yang hebat menandakan adanya robekan pada kandung kemih.
6.) Catatan
-    Gejala ruptur uteri inkompleta tidak sehebat kompleta
-   Ruptur uteri yang terjadi oleh karena cacat uterus yang biasanya tidak didahului oleh ruptur uteri mengancam.
-   Lakukanlah selalu eksplorasi yang teliti dan hati-hati sebagai kerja rutin setelah mengerjakan suatu operative delivery, misalnya sesudah versi ekstraksi, ekstraksi vakum atau forsep, embriotomi dan lain-lain
·        Diagnosis
Plasenta praevia, Vasa praevia.
USG : menilai implantasi plasenta dan seberapa luas terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya, biometri janin, indeks cairan amnion, kelainan bawaan dan derajat maturasi plasenta.
Kardiotokografi : pada kehamilan di atas 28 minggu.
Laboratorium : darah perifer lengkap, fungsi hemostasis, fungsi hati, atau fungsi ginjal (disesuaikan dengan beratnya penyulit atau keadaan pasien). Lakukan pemeriksaan dasar : hemoglobin, hematokrit, trombosit, waktu pembekuan darah, waktu protrombin, waktu tromboplastin parsial, dan elektrolit plasma.
Pemeriksaan Lain : atas indikasi medik.

·      Pencegahan
1)      Solusio plasenta ringan
Bila usia kehamilan kurang dari 36 minggu dan bila ada perbaikan (perdarahan berhenti, perut tidak sakit, uterus tidak tegang, janin hidup) dengan tirah baring dan observasi ketat, kemudian tunggu persalinan spontan. 
Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus, gejala solusio plasenta makin jelas, pada pemantauan dengan USG daerah solusio plasenta bertambah luas), maka kehamilan harus segera diakhiri. Bila janin hidup, lakukan seksio sesaria, bila janin mati lakukan amniotomi disusul infus oksitosin untuk mempercepat persalinan.
2)      Solusio plasenta sedang dan berat 
Apabila tanda dan gejala klinis solusio plasenta jelas ditemukan, penanganan di rumah sakit meliputi transfusi darah, amniotomi, infus oksitosin dan jika perlu seksio sesaria
Apabila diagnosis solusio plasenta dapat ditegakkan berarti perdarahan telah terjadi sekurang-kurangnya 1000 ml. Maka transfusi darah harus segera diberikan. Amniotomi akan merangsang persalinan dan mengurangi tekanan intrauterin.
Dengan melakukan persalinan secepatnya dan transfusi darah dapat mencegah kelainan pembekuan darahPersalinan diharapkan terjadi dalam 6 jam sejak berlangsungnya solusio plasenta. Tetapi jika tidak memungkinkan, walaupun sudah dilakukan amniotomi dan infus oksitosin, maka satu-satunya cara melakukan persalinan adalah seksio sesaria.
Apoplexi uteroplacenta tidak merupakan indikasi histerektomi. Tetapi jika perdarahan tidak dapat dikendalikan setelah dilakukan seksio sesaria maka histerektomi perlu dilakukan.
·        Penata laksanaan
A.     TINDAKAN GAWAT DARURAT
Bila keadaan umum pasien menurun secara progresif atau separasi plasenta bertambah luas yang manifestasinya adalah :
ü  Perdarahan bertambah banyak
ü  Uterus tegang dan atau fundus uteri semakin meninggi
ü  Gawat janin
maka hal tersebut menunjukkan keadaan gawat-darurat dan tindakan yang harus segera diambil adalah memasang infus dan mempersiapkan tranfusi.
B. TERAPI EKSPEKTATIF 
Pada umumnya bila berdasarkan gejala klinis sudah diduga adanya solusio plasenta maka tidak pada tempatnya untuk melakukan satu tindakan ekspektatif.
  C.  PERSALINAN PERVAGINAM
Indikasi persalinan pervaginam adalah bila derajat separasi tidak terlampau luas dan atau kondisi ibu dan atau anak baik dan atau persalinan akan segera berakhir.
Setelah diagnosa solusio plasenta ditegakkan maka segera lakukan amniotomi dengan tujuan untuk :
1.         Segera menurunkan tekanan intrauterin untuk menghentikan perdarahan dan mencegah komplikasi lebih lanjut (masuknya thromboplastin kedalam sirkukasi ibu yang menyebabkan DIC).
2.          Merangsang persalinan ( pada janin imature, tindakan ini tak terbukti dapat merangsang persalinan oleh karena amnion yang utuh lebih efektif dalam membuka servik).
Induksi persalinan dengan infuse oksitosin dilakukan bila amniotomi tidak segera diikuti dengan tanda-tanda persalinan.
D. SEKSIO SESAR 
Indikasi seksio sesar dapat dilihat dari sisi ibu dan atau anak.
Tindakan seksio sesar dipilih bila persalinan diperkirakan tak akan berakhir dalam waktu singkat, misalnya kejadian solusio plasenta ditegakkan pada nulipara dengan dilatasi 3 – 4 cm.
Atas indikasi ibu maka janin mati bukan kontraindikasi untuk melakukan tindakan seksio sesar pada kasus solusio plasenta.
6.      Plasenta Privea

·       Definisi Plasenta Privea
Plasentapreviaadalahplasenta yang berimplantasi (menempel) atauplasenta  yangletaknya abnormal yaitupadasegmenbawahrahimsehinggamenutupisebagianatauseluruh  ostium uteri internun (jalanlahir).
KLASIFIKASI
Menurut Prof.DR.Dr.Sarwono Prawirohardjo.SpOG,2009,Jakarta.
1.                   Plasentapreviatotalis atau komplit adalah plasenta yang menutupi seluruhostium uteri internum.
2.                   Plasentapreviaparsialis adalah plasenta yang menutupisebagian ostium uteri internum.
3.                   Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berada pada pinggir ostium uteri internum.
4.                   Plasenta letak rendah adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim demikian rupa sehingga tepi bawahnya berada pada jarak lebih kurang 2 cm dari ostium uteri internum. Jarak yang lebih dari 2 cm dianggap plasenta letak normal.

·         Etiologi
Penyebab pasti dari plasenta previa belum diketahui, tetapi ada teori yang mengemukakan bahwa penyebab plasenta previa adalah multiparitas, usia maternal >35 tahun, kehamilan ganda, riwayat pembedahan uterus termasuk bedah sesar, merokok serta riwayat aborsi. Cacat bekas bedah sesar berperan menaikkan insiden dua sampai tiga kali. Sedangkan pada perempuan perokok dijumpai insiden plasenta previa lebih tinggi 2 kali lipat. Hipoksemia akibat karbonmono-oksida hasil pembakaran rokok menyebabkan plasenta menjadi hipertrofi sebagai upaya kompensasi.
·        Gejala
Ø  Perdarahantanpanyeri
Ø  Perdarahanberulang
Ø  Warnaperdarahanmerahsegar
Ø  Adanya anemia danrenjatan yang sesuaidengankeluarnyadarah
Ø  Timbulnyaperlahan-lahan
Ø  Waktuterjadinyasaathamil
Ø  His biasanyatidakada
Ø  Rasa tidaktegang (biasa) saatpalpasi
Ø  Denyutjantungjaninada
Ø  Terabajaringanplasentapadaperiksadalam vagina
Ø  Penurunankepalatidakmasukpintuataspanggul
Ø  Presentasimungkin abnormal.
·        Diagnosis
                Diagnosis plasenta previa:
  1. Anamnesis : adanya perdarahan per vaginam pada kehamilan lebih 20 minggu dan berlangsung tanpa sebab.
  2. Pemeriksaan luar : sering ditemukan kelainan letak. Bila letak kepala maka kepala belum masuk pintu atas panggul.
  3. Inspekulo : adanya darah dari ostium uteri eksternum.
  4. USG untuk menentukan letak plasenta.
  5. Penentuan letak plasenta secara langsung dengan perabaan langsung melalui kanalis servikalis tetapi pemeriksaan ini sangat berbahaya karena dapat menyebabkan perdarahan yang banyak. Oleh karena itu cara ini hanya dilakukan diatas meja operasi.

·         Pencegahan
ü  Apabila telah diketahui seorang ibu Plasenta Previa, maka untuk mencegah terjadinya pendarahan yaitu :
1. Mengurangi fisik
Aktivitas fisik yang berat dapat memicu terjadinya kontraksi.
2. Bed rest
Jika sudah mengalami pendarahan berulang kali dan dalam jumlah banyak, disarankan agar bed rest total untuk mencegah terjadinya kontraksi dan pendarahan yang lebih banyak.
3. Pelvic rest
       Yaitu tidak melakukan hal-hal pada vagina yang berpotensi menyebabkna terjadinya pendarahan, misalnya, tidak melakukan hubungan seks, membersihkan vagina menggunakan cairan atau alat tertentu, menggunakan pembalut vagina.
         Pada kasus Plasenta Previa yang sudah parah, penderitanya harus diopname di rumah sakit agar dokter mudah melakukan kontrol. Penanganan yang akan dilakukan dokter adalah memberikan obat-obatan untuk mencegah kontraksi dan obat untuk mempercepat pematangan paru-paru janin untuk kemungkinan apabila janin harus segera dilahirkan.
           Karena tidak boleh sampai kontraksi, maka segera hubungi dokter jika Anda merasakan kontraksi perut (perut terasa sangat keras) atau keluar bercak darah. Karena itu merupakan tanda-tanda awal kontraksi yang berbahaya. Segera hubungi dokter dan menuju rumah sakit agar mendapat penanganan yang tepat.
·        Penata laksanaan
*      Penatalaksanaan plasenta previa dibagi dua, yaitu ekspektatif (konservatif) dan aktif.
*      Konservatif : dilakukan bila perdarahan sedikit, keadaan ibu dan janin baik, berat janin < 2500 gram atau usia gestasi < 36 minggu. Bila terjadi perdarahan banyak atau gawat janin, dilakukan tindakan aktif. Pemberian tokolitik hanya pada kasus terpilih.
*      Aktif : dilakukan bila TBJ ³ 2500 gram atau usia gestasi ³ 36 minggu. Bila terjadi perdarahan banyak lakukan resusitasi cairan, atasi anemia (transfusi), dan PDMO. Plasenta yang terletak dua sentimeter dari OUI merupakan indikasi kontra persalinan per vaginam (RCOG Evidence Base Level III). Cara persalinan harus berdasarkan keputusan klinik disesuaikan dengan fasilitas yang ada. Pada kasus sulit dengan kemungkinan terjadi plasenta akreta, sebaiknya didampingi spesialis obstetri dan ginekologi senior.














Daftar Pustaka

1)      Cunningham, F. Gary [et.al..]. 2005. Obstetri Williams. Jakarta : EGC
2)      Gray, Huon H [et.al..]. 2009. Kardiologi. Jakarta : Penerbit Erlangga
3)       Harrison . 1999. Prinsip – Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : EGC
4)       Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBP – SP
5)       Mansjoer A,et al. 2001. Kapita Selekta. Jakarta : Penerbit Media Aesculapius FKUI
6)       Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta : YBP- SP
7)       Norwitz, Errol dan John O Schorge. 2008. At A Glance Obstetri  & Ginekologi. Jakarta : Penerbit Erlangga.
8)       Gasong MS, Hartono E, Moerniaeni N. Penatalaksanaan Perdarahan Antepartum. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK UNHAS; 1997. 3-8.
9)      Pritchard JA, MacDonald PC, Gant NF. Williams Obstetrics, 20th ed. R Hariadi, R Prajitno Prabowo, Soedarto, penerjemah. Obstetri Williams. Edisi 20. Surabaya: Airlangga University Press, 2001; 456-70.
10)    Moechtar R. Pedarahan Antepartum. Dalam: Synopsis Obstetri, Obstetri Fisiologis dan Obstetri Patologis, Edisi II. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1998; 279
11)    WHO. Managing Complications in Pregnancy and Childbirth. Geneva: WHO, 2003. 518-20.
12)     K. Varney, helen. 2006. Buku ajar asuhan kebidanan. Jakarta : EGC
13 )     POGI. Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi Bagian I. Cetakan Kedua. Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1994.
14 )   Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, et al. Obstetrical Hemorrhage. In : Williams  Obstetrics. 21st Ed, McGraw Hill, New York, 619-670, 2001.
15 )    RSPAD Gatot Soebroto Departemen Obstetri dan Ginekologi. Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi. Jakarta, 1996.



 1.      Pre Eklampsi Berat dan Ringan
·        Definisi Pre Eklamsi Berat
Pre Eklamsi Berat (PEB) merupakan komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya hipertensi ≥160/110 disertai protein urine dan atau edema, pada kehamilan 20 minggu atau lebih. Preeklampsia adalah kelainan multisystem spesifik pada kehamilan yang ditandai oleh timbulnya hipertensi dan proteinuria setelah umur kehamilan 20 minggu. Kelainan ini dianggap berat jika tekanan darah dan proteinuria meningkat secara bermakna atau terdapat tanda-tanda kerusakan organ (termasuk gangguan pertumbuhan janin) 1.
·        Etiologi
Penyebab past iterjadinya pre-eklamsi masih belum diketahui. Penyakit ini dianggap sebagai sesuatu “Maladaptation syndrome” dengan akibat suatu vaso spasme general dengan segala akibatnya.
Pre eklamsi dikaitkan dengan komponen genetik, meskipun mekanisme actual masih diperdebatkan. Pre eklamsi juga dikaitkan dengan mekanisme plasentasi, namun pre eklamsi tidak selalu muncul pada keadaan patologis plasenta (Abadiet al, 2008; Wilson, 2004). Penyebab pasti Preeklampsia masih belum jelas. 1 Hipotesa faktor-faktor etiologi Preeklampsia bisa diklasifikasikan menjadi 4 kelompok, yaitu : genetic, imunologik, gizi dan infeksi serta infeksi antara factor-faktor tersebut. Ada beberapa teori yang mencoba menjelaskan perkiraan etiologi dari kelainan tersebut sehingga kelainan ini sering dikenal dengan “The disease of theory” adapun teori-teori tersebut antara lain :
1. Peran prostasiklin dan tromboksan S
Pada Preeklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI-2) yang pada kehamilan normal meningkat, aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TxA2) dan serotonin sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.
2. Peran faktor imunologis
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama, hal ini dihubungkan dengan pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta yang tidak sempurna. Beberapa wanita dengan Preeklampsia mempunyai kompleks imun dalam serum. Beberapa study yang mendapati aktivasi komplemen dan system imun humoral pada Preeklampsia.
3. Peran faktor genetik / familial
Beberapa bukti yang mendukung factor genetik pada Preeklampsia antara lain:
a. Preeklampsia hanya terjadi pada manusia
b. Terdapat kecenderungan meningkatnya frekuensi Preeklampsia pada anak-anak dari ibu yang menderita Preeklampsia.
c. Kecenderungan meningkatnya frekuensi Preeklampsia pada anak cucu ibu hamil dengan riwayat Preeklampsia dan bukan ipar mereka.
d. Peran Renin-Angiotensin-Aldosteron-System (RAAS).
·        Gejala
1.      Tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau diastolik > 110 mmHg
2.      Proteinuria +> 5 g/24 jam atau > 3 pada tes celup
3.      sakit kepala hebat atau gangguan penglihatan 
4.      Nyeri epigastrium dan ikterus
5.      Edema paru atau sianosis
6.      Trombositopenia
7.      Pertumbuhan janin terhambat
Diagnosis eklampsia ditegakkan berdasarkan gejala-gajala preeklampsia disertai kejang atau koma. Sedangkan, bila terdapat gejala preeklampsia berat dusertai salah satu atau beberapa gejala dari nyeri kepala hebat , gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium dan keneikan tekanan darah yang progresif, dikatakan pasien tersebut menderita impending preeklampsia. Impending preeklampsia ditangani dengan kasus eklampsia.

·        Diagnosis
Diagnosa PEB ditegakkan apabila pada kehamilan >20 minggu didapatkan satu/lebih gejala/tanda di bawah ini: 
1)      Tekanan darah 160/110 mmHg 
a.       Ibu hamil dalam keadaan relaksasi (pengukuran tekanan darah minimal setelah istirahat 10 menit) 
b.      Ibu hamil tidak dalam keadaan his. 
Q   Oigouria, urin kurang dari 500 cc/24 jam. 
Q   Poteinuria 5 gr/liter atau lebih atau 4+ pada pemeriksaan secara kuantitatif.
Q   Terdapat edema paru dan sianosis. 
Q   Gangguan visus dan serebral. 
Q   Keluhan subjektif
c.       Nyeri epigastrium 
d.      Gangguan penglihatan 
e.       Nyeri kepala
f.       Gangguan pertumbuhan janin intrauteri.
g.      Pemeriksaan trombosit (Manuaba, 1998) 

·        Pencegahan
1)      Meningkatkan jumlah balai pemeriksaan antenatal dan mengusahakan agar semua wanita hamil memeriksakan diri sejak hamil muda.
2)      Mencari pada setiap pemeriksaan tanda-tanda preeklampsia dan mengobatinya segera apabila ditemukan.
3)      Mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnya pada kehamilan 37 minggu ke atas apabila setelah dirawat tanda-tanda preeklampsia tidak juga dapat dihilangkan.
·        Penata laksanaan
Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala pre eklampsia berat selama perawatan maka perawatan dibagi menjadi :
a. Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah pengobatan medisinal.
Sedapat mungkin sebelum perawatan aktif pada setiap penderita dilakukan pemeriksaan fetal assesment
 (NST & USG).
1. Indikasi (salah satu atau lebih)
a. Ibu
• Usia kehamilan 37 minggu atau lebih
• Adanya tanda-tanda atau gejala impending eklampsia, kegagalan terapi konservatif yaitu setelah 6 jam pengobatan meditasi terjadi kenaikan desakan darah atau setelah 24 jam perawatan medisinal, ada gejala-gejala status quo (tidak ada perbaikan).
b. Janin
• Hasil fetal assesment jelek (NST & USG)
• Adanya tanda IUGR
c. Laboratorium
Adanya “HELLP syndrome” (hemolisis dan peningkatan fungsi hepar, trombositopenia).
2. Pengobatan Medisinal
Pengobatan medisinal pasien pre eklampsia berat yaitu :
a. Segera masuk rumah sakit
b. Tirah baring miring ke satu sisi. Tanda vital diperiksa setiap 30 menit, refleks patella setiap jam.
c. Infus dextrose 5% dimana setiap 1 liter diselingi dengan infus RL (60-125 cc/jam) 500 cc.
d. Antasida
e. Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.
f. Pemberian obat anti kejang : magnesium sulfat
g. Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru, payah jantung kongestif atau edema anasarka. Diberikan furosemid injeksi 40 mg/im.
h. Antihipertensi diberikan bila:
1) Desakan darah sistolis lebih 180 mmHg, diastolis lebih 110 mmHg atau MAP lebih 125 mmHg. Sasaran pengobatan adalah tekanan diastolis kurang 105 mmHg (bukan kurang 90 mmHg) karena akan menurunkan perfusi plasenta.
2) Dosis antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada umumnya.
3) Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya, dapat diberikan obat-obat antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu), catapres injeksi. Dosis yang biasa dipakai 5 ampul dalam 500 cc cairan infus atau press disesuaikan dengan tekanan darah.
4) Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan tablet antihipertensi secara sublingual diulang selang 1 jam, maksimal 4-5 kali. Bersama dengan awal pemberian sublingual maka obat yang sama mulai diberikan secara oral. (Syakib Bakri, 1997)
3. Kardiotonika
Indikasinya bila ada tanda-tanda menjurus payah jantung, diberikan digitalisasi cepat dengan cedilanid D.
4. Lain-lain:
a. Konsul bagian penyakit dalam / jantung, mata.
b. Obat-obat antipiretik diberikan bila suhu rektal lebih 38,5 derajat celcius dapat dibantu dengan pemberian kompres dingin atau alkohol atau xylomidon 2 cc IM.
c. Antibiotik diberikan atas indikasi.(4) Diberikan ampicillin 1 gr/6 jam/IV/hari.
d. Anti nyeri bila penderita kesakitan atau gelisah karena kontraksi uterus. Dapat diberikan petidin HCL 50-75 mg sekali saja, selambat-lambatnya 2 jam sebelum janin lahir.
5. Pemberian Magnesium Sulfat
Cara pemberian magnesium sulfat:
a. Dosis awal sekitar 4 gram MgSO4 IV (20 % dalam 20 cc) selama 1 gr/menit kemasan 20% dalam 25 cc larutan MgSO4 (dalam 3-5 menit). Diikuti segera 4 gr di bokong kiri dan 4 gram di bokong kanan (40 % dalam 10 cc) dengan jarum no 21 panjang 3,7 cm. Untuk mengurangi nyeri dapat diberikan 1 cc xylocain 2% yang tidak mengandung adrenalin pada suntikan IM.
b. Dosis ulangan : diberikan 4 gram intramuskuler 40% setelah 6 jam pemberian dosis awal lalu dosis ulangan diberikan 4 gram IM setiap 6 jam dimana pemberian MgSO4 tidak melebihi 2-3 hari.

·        Definisi Pre Eklamsi Ringan
Preeklamsi adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, proteinuria dan edema yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ke 3 pada kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya misalnya pada mola hidatidosa (Ilmu kebidanan, 2008).
Preeklamsi adalah kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin dan dalam masa nifas yang terdiri dari hipertensi, proteinuria dan edema, ibu tersebut tidak menunjukan tanda- tanda kelainan vascular atau hipertensi sebelumnya (Muchtar R., 1998)
Preeklamsi ringan adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan  edema setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan (Ilmu Kebidanan Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiharjo, Fak UI Jakarta, 1998).
·        Etiologi
Penyebab preeklamsi dan eklamsi secara pasti belum di ketahui. Teori yang banyak di kemukakan sebagai penyebabnya adalah iskemia plasenta atau kurangnya sirkulasi O2 ke plasenta.
Faktor predisposisi atau terjadinya preeklamsia dan eklampsia, antara   lain:
1.     Usia ekstrim ( 35 th)
Resiko terjadinya Preeklampsia meningkat seiring dengan peningkatan usia (peningkatan resiko 1,3 per 5 tahun peningkatan usia) dan dengan interval antar kehamilan (1,5 per 5 tahun interval antara kehamilan pertama dan kedua). Resiko terjadinya Preeklampsia pada wanita usia belasan terutama adalah karena lebih singkatnya. Sedang pada wanita usia lanjut terutama karena makin tua usia makin berkurang kemampuannya dalam mengatasi terjadinya respon inflamasi sistemik dan stress regangan hemodinamik.
2.     Riwayat Preeklampsia pada kehamilan sebelumnya
riwayat Preeklampsia pada kehamilan sebelumnya memberikan resiko sebesar 13,1 % untuk terjadinya Preeklampsia pada kehamilan kedua dengan partner yang sama.
3.     Riwayat keluarga yang mengalami Preeklampsia
eklampsia dan Preeklampsia memiliki kecenderungan untuk diturunkan secara familial.


4.     Penyakit yang mendasari yaitu:
a.   Hipertensi kronis dan penyakit ginjal
b.   Obesitas,resistensi insulin dan diabetes
c.   Gangguan thrombofilik
d.   Faktor eksogen: Merokok, Stress, tekanan psikososial yang berhubungan dengan pekerjaan, latihan fisik,Infeksi saluran kemih.
·        Gejala
a.    Gejala subjektif
Pada Preeklampsia didapatkan sakit kepala di daerah frontal, skotoma, diplopia, penglihatan kabur, nyeri  di daerah epigastrium, mual atau muntah-muntah karena perdarahan subkapsuer spasme areriol. Gejala-gejala ini sering ditemukan pada Preeklampsia yang meningkat dan merupakan petunjuk bahwa eklamsia akan timbul. Tekanan darahpun akan meningkat lebih tinggi, edema dan proteinuria bertambah meningkat.
b.   Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan meliputi; peningkatan tekanan sistolik 30 mmHg dan diastolic 15 mmHg atau tekanan darah meningkat lebih dari 140/90 mmHg. Tekanan darah pada Preeklampsia berat meningkat lebih dari 160/110 mmHg dan disertai kerusakan beberapa organ. Selain itu kita juga akan menemukan takikarda, takipnu, edema paru, perubahan kesadaran, hipertensi ensefalopati, hiperefleksia, perdarahan otak.
·        Pencegahan
 Diet-makanan 
Makanan tinggi protein, tinggi karbohidrat, cukup vitamin dan rendah lemak. Kurangi garam apabila berat badan bertambah atau edema. Makanan berorientasi pada empat sehat lima sempurna. Untuk meningkatkan jumlah protein dengan tambahan satu butir telur setiap hari.
*       
*       
*        Cukup istirahat 
*             Istirahat yang cukup pada saat hamil semakin tua dalam arti bekerja seperlunya disesuaikan dengan kemampuan. Lebih banyak duduk atau berbaring kearah kiri sehingga aliran darah menuju plasenta tidak mengalami gangguan. 
                  Pengawasan antenatal (hamil) 
Bila terjadi perubahan perasaan dan gerak janin dalam rahim segera datang ke tempat pemeriksaan.
·        Penata Laksanaan
Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala pre-eklamsia berat selama perawatan maka perawatan dibagi menjadi perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah pengobatan medicinal dan perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah pengobatan medicinal (AYeyeh.R, 2011). Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut :
1.      Perawatan aktif
Pada setiap penderita sedapat mungkin sebelum perawatan aktif dilakukan pemeriksaan fetal assesment yakni pemeriksaan nonstrees test(NST) dan ultrasonograft (USG), dengan indikasi (salah satu atau lebih), yakni :

a.       Pada ibu
Usia kehamilan 37 minggu atau lebih, dijumpai tanda-tanda atau gejala impending eklamsia, kegagalan terapi konservatif yaitu setelah 6 jam pengobatan meditasi terjadi kenaikan desakan darah atau setelah 24 jam perawatan edicinal, ada gejala-gejala status quo (tidak ada perbaikan).
b.      Janin
Hasil fetal assesment jelek (NST dan USG) yaitu ada tanda intra uterine growth retardation (IUGR)
c.       Hasil laboratorium
Adanya HELLP sindrom (haemolisis dan peningkatan fungsi hepar dan trombositopenia).
2.      Pengobatan medicinal pasien pre-eklamsi berst (dilakukan dirumah sakit dan atas instruksi dokter), yaitu segera masuk rumah sakit dengan berbaring miring ke kiri ke satu sisi. Tanda vital diperiksa setiap 30 menit, reflek patella setiap jam, infus dextrose 5% dimana setiap 1 liter diselingi dangan infus RL (60-125 cc/jam) 500cc, berikan antasida , diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam, pemberian obat anti kejang (MgSO4), diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru, payah jantung kongestif atau edema anasarka. Diberikan furosemid injeksi 40 mg/IM.
3.      Antihipertensi diberikan bila tekanan darah sistolis lebih 180 mmHg atau MAP lebih 125 mmHg. Sasaran pengobatan adalah tekanan diastolis kurang 105 mmHg (bukan kurang 90 mmHg) karena akan menurunkan perfusi plasenta, dosis antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada umumnya.
4.      Bila dibutuhkan penurun darah secepatnya, dapat diberikan obat-obat antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu), catapres injeksi. Dosis yang biasa dipakai 5 ampul dalam 500cc cairan infus atau press disesuaikan dengan tekanan darah.
5.        Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan tablet antihipertensi  secara sublingual diulang selang 1 jam, maksimal 4-5 kali. Bersama dengan awal pemberian sublingual maka obat yang sama mulai diberikan secara oral (Syakib Bakri, 1997).
6.      Pengobatan jantung jika ada indikasinya yakni ada tanda-tanda menjurus payah jantung, diberikan digitalisasi cepat dengan celidanid D.
7.      Lain-lain seperti konsul bagian penyakit dalam/jantung atau mata. Obat-obat antipiretik diberikan bial suhu rectal lebih dari 38,5 0C dapat dibantu dengan pemberian kompres dingin atau alkohol atau xylomidon 2 cc secara IM, antibiotik diberikan atas indikasi saja. Diberikan ampicillin 1 gr/6 jam secara IV perhari. Anti nyeri bila penderita kesakitan atau gelisah karena kontraksi uterus. Dapat diberikan petidin HCL 50-75 mg sekali saja, selambat-lambatnya 2 jam sebelum janin lahir.
8.      Pengobatan Obstetrik
Pengobatan obstetri dilakukan dengan cara terminasi terhadap kehamilan yang belum inpartu, yaitu :
a.         Induksi persalinan: tetesan oksitocyn dengan syarat nilai bishop 5 atau lebih dan dengan fetal heart monitoring.
b.        Seksio Sesaria (dilakukan oleh dokter ahli kandungan), bila: fetal assessment jelek. Syarat tetesan oksitocyn tidak dipenuhi (nilai bishop < 5) atau adanya kontraindikasi tetesan oksitocyn; 12 jam setelah dimulainya tetesan oksitocyn belum masuk fase aktif. Pada primigravida lebih diarahkan untuk dilakukan terminasi dengan seksio sesaria.



2.      Eklamsi
·            Definisi Eklamsi
Eklamsi adalah kelainan akut pada ibu hamil, saat hamil tua, persalinan atau masa nifas ditandai dengan timbulnya kejang atau koma, dimana sebelumnya sudah menunjukkan gejala-gejala pre eklamsi (hipertensi, edems, proteinuri) (Wirjoatmodjo, 1994: 49). Eklamsi merupakan kasus akut, pada penderita dengan gambaran klinik pre eklamsi yang disertai dengan kejang dan koma yang timbul pada ante, intra dan post partum (Angsar MD, 1995: 41) .
·           Etiologi
Sebab eklamsi belum diketahui benar. Salah satu teori yang dikemukakan ialah bahwa eklamsi disebabkan ischaemia rahim dan plasenta (ischaemia uteroplasenta). Selama kehamilan uterus memerlukan darah lebih banyak. Pada molahidatidosa, hydramnion, kehamilan ganda, multipara, pada akhir kehamilan, pada persalinan, juga pada penyakit pembuluh darah ibu, diabetes, peredaran darah dalam dinding uterus kurang, maka keluarlah zat-zat dari plasenta atau decidua yang menyebabkan vasospasmus dan hypertensi.
·        Gejala
Eklamsi selalu didahului oleh gejala-gejala preeklamsi. Gejala-gejala preeklamsi yang berat seperti :
o   Sakit kepala yang keras
o   Penglihatan kabur
o   Nyeri diulu hati
o   Kegelisahan dan hyperfleksi sering mendahului kejang

Serangan dibagi dalam 3 tingkatan :
                    i.Tingkat invasi (tingkat permulaan)
Mata terpaku, kepala dipalingkan ke satu fihak, kejang-kejang halus terlihat pada muka. Berlangsung beberapa detik.
                  ii.Tingkat kontraksi (tingkat kejang kronis )
Seluruh badan menjadi kaku, kadang-kadang terjadi episthotonus, lamanya 15 sampai 20 detik.
                iii.Tingkat konvulsi
Terjadi kejang yang timbul hilang, radang membuka dan menutup begitu juga mata; otot-otot muka dan otot badan berkontraksi dan berelaksasi berulang. Kejang ini bisa menjadi sangat kuat dan bisa menyebabkan pasien terlempar dari tempat tidurnya atau lidahnya tergigit. Ludah yang berbuih bercapur darah keluar dari mulutnya, mata merah, muka biru. Berlangsung sekitar 1 menit.
                iv.Tingkat coma
Setelah kejang kronis pasien akan coma. Lamanya beberapa menit sampai berjam-jam. Dan jika pasien telah sadar kembali maka ia tidak ingat sama sekali apa yang terjadi(amnesi retrograd). Setelah beberapa waktu, terjadi serangan baru dan kejadian yang dilukiskan di atas berulang lagi kadang-kadang 10-20 kali. (2)
Sebab kematian eklamsi ialah : oedema paru-paru, apoplexi dan acidosis. Atau pasien mati setelah beberapa hari karena pneumoni aspirasi, kerusakan hati atau gangguan faal ginjal. Kadang-kadang terjadi eklamsi tanpa kejang, gejala yang menonjol adalah coma. Eklamsi semacam ini disebut “ eclampsi sine eclampsi” dan terjadi kerusakan hati yang berat.
Karena kejang merupakan gejala yang khas dari eklamsi maka “eclampsi sine eclampsi” sering dimasukkan preeklamsi yang berat. Pada eklamsi tensi biasanya tinggi sekitar 180/110. Nadi kuat dan berisi tapi jika keadaan sudah buruk menjadi kecil dan cepat. Demam yang tinggi memperburuk prognosa. Demam ini rupa-rupanya cerebral. Pernafasan biasanya cepat dan tersembunyi, pada eklamsi yang berat ada cyanosis. Protein uri hampir selalu ada malahan kadang-kadang sangat banyak, juga oedema biasanya ada.
Pada eklamsi antepartum biasanya persalinan mulai setelah beberapa waktu. Tapi kadang-kadang pasien berangsur baik tidak kejang lagi dan sadar sedangkan kehamilan terus berlangsung. Eklamsi yang tidak segera disusul dengan persalinan disebut eklamsi intercurrent. Dianggap bahwa pasien yang sedemikian bukan sembuh tapi jatuh ke yang lebih ringan ialah dari eklamsi ke dalam keadaan preeklamsi. Jadi kemungkinan eklamsi tetap mengancam pasien semacam ini sebelum persalinan terjadi.
Setelah persalinan keadaan pasien berangsur baik, kira-kira dalam 12-24 jam. Juga kalau anak mati di dalam kandungan sering kita lihat bahwa beratnya penyakit berkurang. Proteinuria hilang dalam 4-5 hari sedangkan tensi normal kembali dalam 2 minggu. Adakalanya pasien yang telah menderita eklamsi psychotis, biasanya pada hari ke 2 atau ke 3 postpartum dan berlangsung 2-3 minggu. Prognosa umumnya baik. Penyulit lainnya ialah hemiplegi dan gangguan penglihatan (buta) karena oedema retina.
·        Diagnosa
Eklamsia adalah terjadinya kejang pada seorang wanita dengan preeklamsi yang tidak dapat disebabkan oleh hal lain. Kejang bersifat grand mal dan mungkin timbul sebelum, selama, atau setelah persalinan. Namun kejang yang timbul lebih dari 48 jam postpartum, terutama pada nulipara, dapat dijumpai sampai 10 hari postpartum (Brown dkk., 1987;Lubarsky dkk ., 1994).
Eklamsia secara umum dapat dicegah dan penyakit ini sudah jarang dijumpai di Amerika Serikat karena sebagian besar wanita sekarang sudah mendapat asuhan prenatal yang memadai. Penyulit utamanya adalah solusio plasenta, deficit neurologis, pneumonia aspirasi, edema paru, henti kardiopulmonal / cardiopulmonary arrest, gagal ginjal akut, dan kematian ibu.
·           Pencegahan
Umumnya eklamsia dapat dicegah, dengan melakukan pemeriksaan kehamilan secara teratur sejak awal, sehingga dokter atau bidan dapat menemukan gejala-gejalanya sedini mungkin dan segera ditangani. Dengan demikian, Ibu tidak akan jatuh ke dalam kondisi eklamsia.
Namun bila pemeriksaan kehamilan telah dilakukan dengan sebaik mungkin namun gejala tetap tidak membaik, walau telah diberikan obat oleh dokter, maka bila kehamilan mencapai usia 37 minggu dapat dilakukan persalinan segera untuk menyelamatkan Ibu dan bayi.
·         Penata laksanaan
Serangan kejang biasanya dimulai di sekitar mulut dalam bentuk kedutan-kedutan (twitching) wajah. Setelah beberapa detik, seluruh tubuh menjadi kaku dalam suatu kontraksi otot generalisata. Fase ini dapat menetap selama 15 sampai 20 detik. Mendadak rahang mulai membuka dan menutup secara kuat, dan segera diikuti oleh kelopak mata. Otot-otot wajah yang lain dan kemudian semua otot melakukan kontraksi dan relaksasi bergantian secara cepat. Gerakan otot sedemikian kuatnya sehingga wanita yang bersangkutan dapat terlempar dari tempat tidur dan apabila tidak dilindungi, lidahnya tergigit oleh gerakan rahang yang hebat. Fase ini, saat terjadi kontraksi dan relaksasi otot-otot secara bergantian, dapat berlangsung sekitar 1 menit.
 Secara bertahap, gerakan otot menjadi lebih lemahdan jarang, dan akhirnya wanita yang bersangkutan tidak bergerak. Sepanjang serangan, diafragma terfiksasi dan pernafasan tertahan. Selama beberapa detik wanita yang bersangkutan seolah-olah sekarat akibat henti napas, tetapi kemudian ia menarik napas dalam, panjang, dan berbunyi lalu kembali bernapas. Ia kemudian mengalami koma. Ia tidak akan mengingat serangan kejang tersebut atau, pada umumnya, kejadian sesaat sebelum dan sesudahnya. Seiring dengan waktu, ingatan ini akan pulih.
Kejang pertama biasanya menjadi pendahulu kejang-kejang berikutnya yang jumlahnya dapat bervariasi dari satu atau dua pada kasus ringan sampai bahkan 100 atau lebih pada kasus berat yang tidak diobati. Pada kasus yang jarng, kejang terjadi berurutan sedemikian cepatnya sehingga wanita yang bersangkutan tampak mengalami kejang yang berkepanjangan dan hamper kontinu.
Durasi koma setelah kejang bervariasi. Apabila kejangnya jarang, wanita yang bersangkutan biasanya pulih sebagian kesadarannya setelah setiap serangan. Sewaktu sadar, dapat timbul keadaan setengah sadar dengan usaha perlawanan. Pada kasus yang sangat berat, koma menetap dari satu kejang ke kejang lainnya dan pasien dapat meninggal sebelum ia sadar. Meski jarang, satu kali kejang dapat diikiutioleh koma yang berkepanjangan walaupun, umumnya, kematian tidak terjadi sampai setelah kejang berulang-ulang.
Laju pernapasan setelah kejang eklamsia biasanya meningkat dan dapat mencapai 50 kali per menit, mungkin sebagian respons terhadap hiperkarbia akibat asidemia laktat serta akibat hipoksia dengan derajat bervariasi. Sianosis dapat dijumpai pada kasus yang parah. Demam 39ºC atau lebih adalah tanda yang buruk karena merupakan akibat perdarahan susunan saraf pusat.

Proteinuria hampir selalu ada dan sering parah. Pengeluaran urine kemungkinan besar berkurang secara bermakna dan kadang-kadang terjadi anuria. Hemoglobinuria sering dijumpai, tetapi hemoglobinemia jarang.
Pada eklamsia antepartum, tanda-tanda persalinan dapat dimulai segera setelah kejang dan berkembang cepat, kadang-kadang sebelum petugas yang menolong menyadari bahwa wanita yang tidak sadar atau stupor ini mengalami his. Apabila kejang terjadi saat persalinan, frekuensi dan intensitas his dapat meningkat, dan durasi persalinan dapat memendek. Karena ibu mengalami hipoksemia dan asidemia laktat akibat kejang, tidak jarang janin mengalami bradikardiasetelah serangan kejang. Keadaan ini biasanya pulih dalam 3 sampai 5 menit, apabila menetap lebih dari 10 menit, kausa lain perlu dipertimbangkan, misalnya solusio plasenta atau bayi akan segera lahir.

3.      IUFD
·        Definisi IUFD
Serangan kejang biasanya dimulai di sekitar mulut dalam bentuk kedutan-kedutan (twitching) wajah. Setelah beberapa detik, seluruh tubuh menjadi kaku dalam suatu kontraksi otot generalisata. Fase ini dapat menetap selama 15 sampai 20 detik. Mendadak rahang mulai membuka dan menutup secara kuat, dan segera diikuti oleh kelopak mata. Otot-otot wajah yang lain dan kemudian semua otot melakukan kontraksi dan relaksasi bergantian secara cepat. Gerakan otot sedemikian kuatnya sehingga wanita yang bersangkutan dapat terlempar dari tempat tidur dan apabila tidak dilindungi, lidahnya tergigit oleh gerakan rahang yang hebat. Fase ini, saat terjadi kontraksi dan relaksasi otot-otot secara bergantian, dapat berlangsung sekitar 1 menit.
 Secara bertahap, gerakan otot menjadi lebih lemahdan jarang, dan akhirnya wanita yang bersangkutan tidak bergerak. Sepanjang serangan, diafragma terfiksasi dan pernafasan tertahan. Selama beberapa detik wanita yang bersangkutan seolah-olah sekarat akibat henti napas, tetapi kemudian ia menarik napas dalam, panjang, dan berbunyi lalu kembali bernapas. Ia kemudian mengalami koma. Ia tidak akan mengingat serangan kejang tersebut atau, pada umumnya, kejadian sesaat sebelum dan sesudahnya. Seiring dengan waktu, ingatan ini akan pulih.
Kejang pertama biasanya menjadi pendahulu kejang-kejang berikutnya yang jumlahnya dapat bervariasi dari satu atau dua pada kasus ringan sampai bahkan 100 atau lebih pada kasus berat yang tidak diobati. Pada kasus yang jarng, kejang terjadi berurutan sedemikian cepatnya sehingga wanita yang bersangkutan tampak mengalami kejang yang berkepanjangan dan hamper kontinu.
Durasi koma setelah kejang bervariasi. Apabila kejangnya jarang, wanita yang bersangkutan biasanya pulih sebagian kesadarannya setelah setiap serangan. Sewaktu sadar, dapat timbul keadaan setengah sadar dengan usaha perlawanan. Pada kasus yang sangat berat, koma menetap dari satu kejang ke kejang lainnya dan pasien dapat meninggal sebelum ia sadar. Meski jarang, satu kali kejang dapat diikiutioleh koma yang berkepanjangan walaupun, umumnya, kematian tidak terjadi sampai setelah kejang berulang-ulang.
Laju pernapasan setelah kejang eklamsia biasanya meningkat dan dapat mencapai 50 kali per menit, mungkin sebagian respons terhadap hiperkarbia akibat asidemia laktat serta akibat hipoksia dengan derajat bervariasi. Sianosis dapat dijumpai pada kasus yang parah. Demam 39ºC atau lebih adalah tanda yang buruk karena merupakan akibat perdarahan susunan saraf pusat.
Proteinuria hampir selalu ada dan sering parah. Pengeluaran urine kemungkinan besar berkurang secara bermakna dan kadang-kadang terjadi anuria. Hemoglobinuria sering dijumpai, tetapi hemoglobinemia jarang.
Pada eklamsia antepartum, tanda-tanda persalinan dapat dimulai segera setelah kejang dan berkembang cepat, kadang-kadang sebelum petugas yang menolong menyadari bahwa wanita yang tidak sadar atau stupor ini mengalami his. Apabila kejang terjadi saat persalinan, frekuensi dan intensitas his dapat meningkat, dan durasi persalinan dapat memendek. Karena ibu mengalami hipoksemia dan asidemia laktat akibat kejang, tidak jarang janin mengalami bradikardiasetelah serangan kejang. Keadaan ini biasanya pulih dalam 3 sampai 5 menit, apabila menetap lebih dari 10 menit, kausa lain perlu dipertimbangkan, misalnya solusio plasenta atau bayi akan segera lahir.
·        Etiologi
       Adapun penyebab IUFD:
  1. perdarahan antepartum seperti plasenta previa dan solusio plasenta
  2. pre eklamsi dan eklamsi
  3. penyakit kelainan darah
  4. penyakit infeksi menular
  5. penyakit saluran kencing
  6. penyakit endokrin sperti DM dan hipertiroid
  7. malnutrisi
     Faktor predisposisi IUFD

a. Factor ibu (High Risk Mothers)
  1. status social ekonomi yang rendah
  2. tingkat pendidikan ibu yang rendah
  3. umur ibu yang melebihi 30 tahun atau kurang dari 20 tahun
  4. paritas pertama atau paritas kelima atau lebih
  5.  tinggi dan BB ibu tidak proporsional
  6. kehamilan di luar perkawinan
  7. kehamilan tanpa pengawasan antenatal
  8. ganggguan gizi dan anemia dalam kehamilan
  9. ibu dengan riwayat kehamilan / persalinan sebelumnya tidak baik seperti bayi lahir mati
  10. riwayat inkompatibilitas darah janin dan ibu
b. factor Bayi (High Risk Infants)
  1. bayi dengan infeksi antepartum dan kelainan congenital
  2. bayi dengan diagnosa IUGR (Intra Uterine Growth Retardation)
  3. bayi dalam keluarga yang mempunyai problema social
c. factor yang berhubungan dengan kehamilan
  1. abrupsio plasenta
  2. plasenta previa
  3. preeklamsi / eklamsi
  4. polihidramnion
  5. inkompatibilitas golongan darah
  6. kehamilan lama
  7. kehamilan ganda
  8. infeksi
  9. diabetes
  10. genitourinaria
·        Diagnosis
1. Anamnesa/keluhan
a. Ibu tidak merasakan gerakan janin
b. Perut tidak bertambah besar

2. Inspeksi
Tidak tampak gerakan janin

3. palpasi
  • TFU lebih rendah dari tuanya kehamilan
  • Tidak teraba gerakan janin
  • Krepitasi pada tulang kepala janin
4.Auskultasi
DJJ (-)

5.
Reaksi kehamilan
test kehamilan (-)

6. Rontgen foto abdomen
  1. Adanya akumulasi gas dalam jantung dan pembuluh darah janin
  2. Tanda nojosk     : angulasi yang tajam pada tulang belakang janin
  3. Tanda gernard     : hiperekstensi kepala janin
  4. dTanda spalding     : overlapping sutura
7. USG   
  • Gerak anak tidak ada
  • Denyut jantung anak tidak ada
  • Tampak bekuan darah pada ruang jantung janin
8.Laboratorium
  1. Reaksi biologis negative setelah 10 hari janin mati
  2. Hipofibrinogenemia setelah 4-5 minggu janin mati
Kalau janin mati pada kehamilan yang telah lanjut terjadilah perubahan-perubahan sebagai berikut :
a.    Rigor mortis
Berlangsung 21/2  jam setelah mati kemudian lemas lagi.
b.    Maserasi Tingkat I
Timbul lepuh-lepuh pada kulit. Lepuh ini mula-mula berisi cairan jernih. Tapi kemudian menjadi merah. Berlangsung sampai 48 jam setelah mati.
c.    Maserasi Tingkat II
Lepuh pecah dan mewarnai air ketuban menjadi merah coklat,  jam setelah anak mati.
d.    Maserasi Tingkat III
Terjadi kira-kira 3 minggu setelah anak mati. Badan janin sangat lemas, hubungan antar tulang-tulang sangat longgar. Edema di bawah kulit.
·        Geajala
Ø  Terhentinya pertumbuhan uterus, atau penurunan TFU
Ø  Terhentinya pergerakan janin
Ø  Terhentinya denyut jantung janin
Ø  Penurunan atau terhentinya peningkatan berat badan ibu.
Ø  Perut tidak membesar tapi mengecil dan terasa dingin
Ø  Terhentinya perubahan payudara

·        Pencegahan
1.  Melakukan istirahat yang cukup selama kehamilan
Menjaga pola hidup yang sehat tidak saja disarankan untuk anda yang sedang berada pada kondisi hamil. Bagi siapapun menjaga pola hidup memang sangat disarankan, hal ini terkait dengan imunitas di dalam tubuh agar tidak rentan terkena beberapa penyakit. Bagi sebagian penyakit yang berhubungan dengan infeksi mikroorganisme akan membuat kekebalan tubuh anda berkurang dan menggangu kesehatan perkembangan janin. Bagi anda yang sedang hamil, mencukupi kebutuhan istirahat sangat dianjurkan, apalagi anda memiliki resiko keguguran sebelumnya.
2.  Hindari merokok dan mengkonsumsi alkohol
Kebiasaan buruk seperti merokok dan mengkonsumsi alkohol akan meningkatkan resiko kondisi kesehatan yang buruk pada kehamilan anda. Selain dapat mengakibatkan berat lahir yang rendah dengan peningkatan cacat mental yang tinggi dan dapat menimbulkan komplikasi kehamilan yang serius seperti pendarahan berat selama kehamilan berlangsung dan juga akan meningkatkan resiko kematian pada janin dan ibu hamil.
3.  Pemeriksaan kesehatan sebelum kehamilan
Penting sekiranya anda mempersiapkan kondisi kesehatan sebelum kehamilan terkait dengan menurunkan resiko gangguan kesehatan pada janin anda. Pemeriksaan berkaitan dengan kondisi kesehatan ibu hamil diantaranya adalah dengan menurunkan resiko pada ibu hamil yang mengalami gangguan kesehatan seperti hipertensi atau lebih dikenal dengan sebutan tekanan darah tinggi, preeklampsia yaitu bagi anda yang tidak memiliki riwayat kesehatan tekanan darah tinggi akan tetapi tiba-tiba mengidap gangguan tekanan darah selama kehamilan anda berlangsung. Bagi anda yang mengalami preeklampsia perhatikan pola makan, kurangi makanan yang mengandung kandungan garam yang tinggi dan juga hindari rasa cemas dan stres yang berlebih.
4.  Menjaga kesehatan untuk terhindar dari infeksi pada saat kehamilan
Kehamilan memang sangat rentan terhadap beberapa kondisi kesehatan dan tidak menutup kemungkinan gangguan kesehatan yang berhubungan dengan infeksi yang ditimbulkan oleh virus, bakteri dan jamur yang akan menggangu kesehatan janin anda. Selalu perhatikan pola konsumsi dan kebersihan makanan yang anda konsumsi begitu juga dengan menjaga diri senantiasa untuk menjaga kebersihan. Beberapa imunisasi kehamilan akan membantu anda dalam menghindari infeksi selama kehamilan.
5.  Pemeriksaan pada janin untuk melakukan pencegahan pada kehamilan selanjutnya
Bagi anda yang mengalami pengalaman buruk yaitu kematian janin di dalam kandungan sebaiknya dilakukan otopsi untuk mengetahui penyebabnya sehingga pada kehamilan selanjutnya anda dapat lebih mewaspadai. Beberapa penyebab kematian di dalam kandungan diantaranya adalah ketidakcocokan darah antara ibu dan janin atau kelainan bawaan dari bayi bisa juga karena janin hiperaktif di dalam kandungan.
·        Penata laksanaan
ü  Periksa tanda vital
ü  Ambil darah untuk pemeriksaan darah perifer, fungsi pembekuan, golongan darah ABO dan Rhesus.
ü  Jelaskan seluruh prosedur pemeriksaan dan hasilnya serta rencana tindakan yang akan dilakukan kepada pasien dan keluarganya. Bila belum ada kepastian sebab kematian, hindari memberikan informasi yang tidak tepat.
ü  Dukungan mental emosional perlu diberikan kepada pasien. Sebaiknya pasien selalu didampingi oleh orang terdekatnya. Yakinkan bahwa besar kemungkinan dapat lahir pervaginam.
ü  Rencana persalinan pervaginam dengan cara induksi maupun ekspektatif, perlu dibicarakan dengan pasien dan keluarganya, sebelum keputusan diambil.
ü  Bila pilihan adalah pada ekspektatif: tunggu persalinan spontan hingga 2 minggu, yakinkan bahwa 90% persalinan spontan akan terjadi tanpa komplikasi.
ü  Bila pilihan adalah manajemen aktif: induksi persalinan menggunakan oksitosin atau misoprostol. Seksio sesarea merupakan pilihan misalnya pada letak lintang.
ü  Berikan kesempatan kepda ibu  dan keluarganya untuk melihat dan melakukan berbagai kegiatan ritual bagi janin yang meninggal tersebut.
ü  Pemeriksaan patologi plasenta akan mengungkapkan adanya patologi plasenta dan infeksi.




4.      Ruptur Uteri
·        Definisi ruptur uteri
       Ruptura uteri atau robekan rahim merupakan peristiwa yang amat membahayakan baik untuk ibu maupun untuk  janin.
Ruptura uteri dapat terjadi secara komplet dimana robekan terjadi pada semua lapisan miometrium termasuk peritoneum dan dalam hal ini umumnya janin sudah berada dalam cavum abdomen dalam keadaan mati ; ruptura inkomplet , robekan rahim secara parsial dan peritoneum masih utuh.
·        Etiologi
Ruptur uteri dapat terjadi sebagai akibat cedera atau anomali yang sudah ada sebelumnya, atau dapat menjadi komplikasi dalam persalinan dengan uterus yang sebelumnya tanpa parut.
Akhir-akhir ini, penyebab ruptur uteri yang paling sering adalah terpisahnya jaringan parut akibat seksio sesarea sebelumnya dan peristiwa ini kemungkinan semakin sering terjadi bersamaan dengan timbulnya kecenderungan untuk memperbolehkan partus percobaan pada persalinan dengan riwayat seksio sesarea.
Faktor predisposisi lainnya yang sering ditemukan pada ruptur uteri adalah riwayat operasi atau manipulasi yang mengakibatkan trauma seperti kuretase atau perforasi. Stimulasi uterus secara berlebihan atau kurang tepat dengan oksitosin, yaitu suatu penyebab yang sebelumnya lazim ditemukan, tampak semakin berkurang. Umumnya, uterus yang sebelumnya tidak pernah mengalami trauma dan persalinan berlangsung spontan, tidak akan terus berkontraksi dengan kuat sehingga merusak dirinya sendiri.
·        Gejala
Gejala ruptura uteri ‘iminen’ :
1.      Lingkaran retraksi patologis Bandl
2.      Hiperventilasi
3.      Gelisah – cemas
4.      Takikardia


Lingkaran Retraksi Patologis ( Lingkaran Bandl )
Setelah terjadi ruptura uteri, nyeri abdomen hilang untuk sementara waktu dan setelah itu penderita mengeluh adanya rasa nyeri yang merata dan disertai dengan gejala dan tanda:
1.      Abnormalitas detak jantung janin (gawat janin sampai mati)
2.      Pasien jatuh kedalam syok
3.      Bagian terendah janin mudah didorong keatas
4.      Bagian janin mudah diraba melalui palpasi abdomen
5.      Contour janin dapat dilihat melalui inspeksi abdomen
Robekan utrerus saat laparotomi
Bila sudah diagnose dugaan ruptura uteri sudah ditegakkan maka tindakan  yang harus diambil adalah segera memperbaiki keadaan umum pasien( resusitasi cairan dan persiapan tranfusi ) dan persiapan tindakan laparotomi atau persiapan rujukan kesarana fasilitas yang lebih lengkap.
Sebagai bentuk tindakan definitive maka bila robekan melintang dan tidak mengenai daerah yang luas dapat dipertimbangkan tindakan histerorafia ;namun bila robekan uterus mengenai jaringan yang sangat luas serta sudah banyak bagian yang nekrotik maka tindakan terbaik adalah histerektomi.

·        Pencegahan
Resiko absolute terjadinya ruptura uteri dalam kehamilan sangat rendah namun sangat bervariasi tergantung pada kelompok tertentu :
1.    Kasus uterus utuh
2.    Uterus dengan kelainan kongenital
3.    Uterus normal pascamiomektomi
4.    Uterus normal dengan riwayat sectiocaesar satu kali
5.    Uterus normal dengan riwayat sectio lebih dari satu kali
Strategi pencegahan kejadian ruptura uteri langsung adalah dengan memperkecil jumlah pasien dengan resiko ; criteria pasien dengan resiko tinggi ruptura uteri adalah:
1.         Persalinan dengan SC lebihdarisatu kali
2.         Riwayat SC classic ( midline uterine incision )
3.         Riwayat SC dengan jenis “low vertical incision “
4.         LSCS dengan jahitan uterus satu lapis
5.         SC dilakukan kurang dari 2 tahun
6.         LSCS pada uterus dengan kelainan kongenital
7.         Riwayat SC tanpa riwayat persalinan spontan per vaginam
8.         Induksi atau akselerasi persalinan pada pasien dengan riwayat SC
9.         Riwayat SC dengan janin makrosomia
10.     Riwayat miomektomi per laparoskop atau laparotomi.
·        Penata laksanaan
a)         Memberitahu ibu hasil pemeriksaan E: ibu dan keluarga mengetahui keadaannya
b)        Melakukan kolaborasi dengan dokter E: instruksi observasi keadaan umum, pemberian antibiotik dan histerektomi
c)         Melakukan informed consent tindakan E: ibu dan keluarga menyetujui
d)         Memberikan cefotaxime 1 gram secara bolus IV E: telah diberikan
e)         Alih rawat ke ruang operasi E: ibu telah dialihrawatkan Penanganan ruptur uteri menurut Sarwono adalah histerektomi dan resusitasi serta antibiotika yang sesuai. Diperlukan cairan infus kristaloid dan transfusi darah yang banyak, tindakan antisyok, serta pemberian antibiotik spektrum luas.


5.      Solusio Plasenta
·        Definisi Solusio Plasenta
1)     Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau keseluruhan plasenta dari implantasi normalnya (korpus uteri) setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum janin lahir.
2)     Cunningham dalam bukunya mendefinisikan solusio plasenta sebagai separasi prematur plasenta dengan implantasi normalnya korpus uteri sebelum janin lahir.
3)       Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasi normalnya sebelum janin lahir, dan definisi ini hanya berlaku apabila terjadi pada kehamilan di atas 22 minggu atau berat janin di atas 500 gram.
·        Etiologi
Penyebab primer belum diketahui pasti, namun ada beberapa faktor yang menjadi predisposisi
1.      Faktor kardio-reno-vaskuler
Glomerulonefritis kronik, hipertensi essensial, sindroma preeklamsia dan eklamsia. Pada penelitian di Parkland, ditemukan bahwa terdapat hipertensi pada separuh kasus solusio plasenta berat, dan separuh dari wanita yang hipertensi tersebut mempunyai penyakit hipertensi kronik, sisanya hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan.
2.      Faktor trauma
  Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli.
  Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang banyak/bebas, versi luar atau tindakan pertolongan persalinan
  Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain.
3.      Faktor paritas ibu
Lebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara. Beberapa penelitian menerangkan bahwa  makin tinggi paritas ibu makin kurang baik keadaan endometrium.


4.      Faktor usia ibu
Makin tua umur ibu, makin tinggi frekuensi hipertensi menahun. 

5.      Leiomioma uteri (uterine leiomyoma) yang hamil dapat menyebabkan solusio plasenta apabila plasenta berimplantasi di atas bagian yang mengandung leiomioma.

6.      Faktor pengunaan kokain
Penggunaan kokain mengakibatkan peninggian tekanan darah dan peningkatan pelepasan katekolamin yang bertanggung jawab atas terjadinya vasospasme pembuluh darah uterus dan berakibat terlepasnya plasenta. Namun, hipotesis ini belum terbukti secara definitif.

7.      Faktor kebiasaan merokok
Ibu yang perokok juga merupakan penyebab peningkatan kasus solusio plasenta sampai dengan 25% pada ibu yang merokok ≤ 1 (satu) bungkus per hari. Ini dapat diterangkan pada ibu yang perokok plasenta menjadi tipis, diameter lebih luas dan beberapa abnormalitas pada mikrosirkulasinya.

8.      Riwayat solusio plasenta sebelumnya
Hal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu dengan riwayat solusio plasenta adalah bahwa resiko berulangnya kejadian ini pada kehamilan berikutnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak memiliki riwayat solusio plasenta.
9.         Pengaruh lain, seperti anemia, malnutrisi/defisiensi gizi, tekanan uterus pada vena cava inferior dikarenakan pembesaran ukuran uterus oleh adanya kehamilan, dan lain-lain.
·        Gejala
Bila ruptur uteri yang mengancam dibiarkan terus, maka suatu saat akan terjadilah ruptur uteri sebenarnya.
1.) Anamnesis dan Inspeksi
-    Pada suatu his yang kuat sekali, pasien merasa kesakitan yang luar biasa, menjerit seolah-olah perutnya sedang dirobek kemudian jadi gelisah, takut, pucat, keluar keringat dingin sampai kolaps.
     -   Pernafasan jadi dangkal dan cepat, kelihatan haus.
-  Muntah-muntah karena perangsangan peritoneum.
-  Syok, nadi kecil dan cepat, tekanan darah turun bahkan tidak terukur.
-   Keluar perdarahan pervaginam yang biasanya tak begitu banyak, lebih-lebih kalau bagian terdepan atau kepala sudah jauh turun dan menyumbat jalan lahir.
-   Kadang-kadang ada perasaan nyeri yang menjalar ke tungkai bawah dan dibahu.
-   Kontraksi uterus biasanya hilang.
-   Mula-mula terdapat defans muskulaer kemudian perut menjadi kembung dan meteoristis (paralisis usus).
2.) Palpasi
-   Teraba krepitasi pada kulit perut yang menandakan adanya emfisema subkutan.
-   Bila kepala janin belum turun, akan mudah dilepaskan dari pintu atas panggul.
-   Bila janin sudah keluar dari kavum uteri, jadi berada di rongga perut, maka teraba bagian-bagian janin langsung dibawah kulit perut dan disampingnya kadang-kadang teraba uterus sebagai suatu bola keras sebesar kelapa.
-   Nyeri tekan pada perut, terutama pada tempat yang robek.
3.) Auskultasi
Biasanya denyut jantung janin sulit atau tidak terdengar lagi beberapa menit setelah ruptur, apalagi kalau plasenta juga ikut terlepas dan masuk ke rongga perut.
4.) Pemeriksaan Dalam
-   Kepala janin yang tadinya sudah jauh turun ke bawah, dengan mudah dapat didorong ke atas dan ini disertai keluarnya darah pervaginam yang agak banyak
-   Kalau rongga rahim sudah kosong dapat diraba robekan pada dinding rahim dan kalau jari atau tangan kita dapat melalui robekan tadi, maka dapat diraba usus, omentum dan bagian-bagian janin. Kalau jari tangan kita yang didalam kita temukan dengan jari luar maka terasa seperti dipisahkan oleh bagian yang tipis seklai dari dinding perut juga dapat diraba fundus uteri.
5.) Kateterisasi
Hematuri yang hebat menandakan adanya robekan pada kandung kemih.
6.) Catatan
-    Gejala ruptur uteri inkompleta tidak sehebat kompleta
-   Ruptur uteri yang terjadi oleh karena cacat uterus yang biasanya tidak didahului oleh ruptur uteri mengancam.
-   Lakukanlah selalu eksplorasi yang teliti dan hati-hati sebagai kerja rutin setelah mengerjakan suatu operative delivery, misalnya sesudah versi ekstraksi, ekstraksi vakum atau forsep, embriotomi dan lain-lain
·        Diagnosis
Plasenta praevia, Vasa praevia.
USG : menilai implantasi plasenta dan seberapa luas terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya, biometri janin, indeks cairan amnion, kelainan bawaan dan derajat maturasi plasenta.
Kardiotokografi : pada kehamilan di atas 28 minggu.
Laboratorium : darah perifer lengkap, fungsi hemostasis, fungsi hati, atau fungsi ginjal (disesuaikan dengan beratnya penyulit atau keadaan pasien). Lakukan pemeriksaan dasar : hemoglobin, hematokrit, trombosit, waktu pembekuan darah, waktu protrombin, waktu tromboplastin parsial, dan elektrolit plasma.
Pemeriksaan Lain : atas indikasi medik.

·      Pencegahan
1)      Solusio plasenta ringan
Bila usia kehamilan kurang dari 36 minggu dan bila ada perbaikan (perdarahan berhenti, perut tidak sakit, uterus tidak tegang, janin hidup) dengan tirah baring dan observasi ketat, kemudian tunggu persalinan spontan. 
Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus, gejala solusio plasenta makin jelas, pada pemantauan dengan USG daerah solusio plasenta bertambah luas), maka kehamilan harus segera diakhiri. Bila janin hidup, lakukan seksio sesaria, bila janin mati lakukan amniotomi disusul infus oksitosin untuk mempercepat persalinan.
2)      Solusio plasenta sedang dan berat 
Apabila tanda dan gejala klinis solusio plasenta jelas ditemukan, penanganan di rumah sakit meliputi transfusi darah, amniotomi, infus oksitosin dan jika perlu seksio sesaria
Apabila diagnosis solusio plasenta dapat ditegakkan berarti perdarahan telah terjadi sekurang-kurangnya 1000 ml. Maka transfusi darah harus segera diberikan. Amniotomi akan merangsang persalinan dan mengurangi tekanan intrauterin.
Dengan melakukan persalinan secepatnya dan transfusi darah dapat mencegah kelainan pembekuan darahPersalinan diharapkan terjadi dalam 6 jam sejak berlangsungnya solusio plasenta. Tetapi jika tidak memungkinkan, walaupun sudah dilakukan amniotomi dan infus oksitosin, maka satu-satunya cara melakukan persalinan adalah seksio sesaria.
Apoplexi uteroplacenta tidak merupakan indikasi histerektomi. Tetapi jika perdarahan tidak dapat dikendalikan setelah dilakukan seksio sesaria maka histerektomi perlu dilakukan.
·        Penata laksanaan
A.     TINDAKAN GAWAT DARURAT
Bila keadaan umum pasien menurun secara progresif atau separasi plasenta bertambah luas yang manifestasinya adalah :
ü  Perdarahan bertambah banyak
ü  Uterus tegang dan atau fundus uteri semakin meninggi
ü  Gawat janin
maka hal tersebut menunjukkan keadaan gawat-darurat dan tindakan yang harus segera diambil adalah memasang infus dan mempersiapkan tranfusi.
B. TERAPI EKSPEKTATIF 
Pada umumnya bila berdasarkan gejala klinis sudah diduga adanya solusio plasenta maka tidak pada tempatnya untuk melakukan satu tindakan ekspektatif.
  C.  PERSALINAN PERVAGINAM
Indikasi persalinan pervaginam adalah bila derajat separasi tidak terlampau luas dan atau kondisi ibu dan atau anak baik dan atau persalinan akan segera berakhir.
Setelah diagnosa solusio plasenta ditegakkan maka segera lakukan amniotomi dengan tujuan untuk :
1.         Segera menurunkan tekanan intrauterin untuk menghentikan perdarahan dan mencegah komplikasi lebih lanjut (masuknya thromboplastin kedalam sirkukasi ibu yang menyebabkan DIC).
2.          Merangsang persalinan ( pada janin imature, tindakan ini tak terbukti dapat merangsang persalinan oleh karena amnion yang utuh lebih efektif dalam membuka servik).
Induksi persalinan dengan infuse oksitosin dilakukan bila amniotomi tidak segera diikuti dengan tanda-tanda persalinan.
D. SEKSIO SESAR 
Indikasi seksio sesar dapat dilihat dari sisi ibu dan atau anak.
Tindakan seksio sesar dipilih bila persalinan diperkirakan tak akan berakhir dalam waktu singkat, misalnya kejadian solusio plasenta ditegakkan pada nulipara dengan dilatasi 3 – 4 cm.
Atas indikasi ibu maka janin mati bukan kontraindikasi untuk melakukan tindakan seksio sesar pada kasus solusio plasenta.
6.      Plasenta Privea

·       Definisi Plasenta Privea
Plasentapreviaadalahplasenta yang berimplantasi (menempel) atauplasenta  yangletaknya abnormal yaitupadasegmenbawahrahimsehinggamenutupisebagianatauseluruh  ostium uteri internun (jalanlahir).
KLASIFIKASI
Menurut Prof.DR.Dr.Sarwono Prawirohardjo.SpOG,2009,Jakarta.
1.                   Plasentapreviatotalis atau komplit adalah plasenta yang menutupi seluruhostium uteri internum.
2.                   Plasentapreviaparsialis adalah plasenta yang menutupisebagian ostium uteri internum.
3.                   Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berada pada pinggir ostium uteri internum.
4.                   Plasenta letak rendah adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim demikian rupa sehingga tepi bawahnya berada pada jarak lebih kurang 2 cm dari ostium uteri internum. Jarak yang lebih dari 2 cm dianggap plasenta letak normal.

·         Etiologi
Penyebab pasti dari plasenta previa belum diketahui, tetapi ada teori yang mengemukakan bahwa penyebab plasenta previa adalah multiparitas, usia maternal >35 tahun, kehamilan ganda, riwayat pembedahan uterus termasuk bedah sesar, merokok serta riwayat aborsi. Cacat bekas bedah sesar berperan menaikkan insiden dua sampai tiga kali. Sedangkan pada perempuan perokok dijumpai insiden plasenta previa lebih tinggi 2 kali lipat. Hipoksemia akibat karbonmono-oksida hasil pembakaran rokok menyebabkan plasenta menjadi hipertrofi sebagai upaya kompensasi.
·        Gejala
Ø  Perdarahantanpanyeri
Ø  Perdarahanberulang
Ø  Warnaperdarahanmerahsegar
Ø  Adanya anemia danrenjatan yang sesuaidengankeluarnyadarah
Ø  Timbulnyaperlahan-lahan
Ø  Waktuterjadinyasaathamil
Ø  His biasanyatidakada
Ø  Rasa tidaktegang (biasa) saatpalpasi
Ø  Denyutjantungjaninada
Ø  Terabajaringanplasentapadaperiksadalam vagina
Ø  Penurunankepalatidakmasukpintuataspanggul
Ø  Presentasimungkin abnormal.
·        Diagnosis
                Diagnosis plasenta previa:
  1. Anamnesis : adanya perdarahan per vaginam pada kehamilan lebih 20 minggu dan berlangsung tanpa sebab.
  2. Pemeriksaan luar : sering ditemukan kelainan letak. Bila letak kepala maka kepala belum masuk pintu atas panggul.
  3. Inspekulo : adanya darah dari ostium uteri eksternum.
  4. USG untuk menentukan letak plasenta.
  5. Penentuan letak plasenta secara langsung dengan perabaan langsung melalui kanalis servikalis tetapi pemeriksaan ini sangat berbahaya karena dapat menyebabkan perdarahan yang banyak. Oleh karena itu cara ini hanya dilakukan diatas meja operasi.

·         Pencegahan
ü  Apabila telah diketahui seorang ibu Plasenta Previa, maka untuk mencegah terjadinya pendarahan yaitu :
1. Mengurangi fisik
Aktivitas fisik yang berat dapat memicu terjadinya kontraksi.
2. Bed rest
Jika sudah mengalami pendarahan berulang kali dan dalam jumlah banyak, disarankan agar bed rest total untuk mencegah terjadinya kontraksi dan pendarahan yang lebih banyak.
3. Pelvic rest
       Yaitu tidak melakukan hal-hal pada vagina yang berpotensi menyebabkna terjadinya pendarahan, misalnya, tidak melakukan hubungan seks, membersihkan vagina menggunakan cairan atau alat tertentu, menggunakan pembalut vagina.
         Pada kasus Plasenta Previa yang sudah parah, penderitanya harus diopname di rumah sakit agar dokter mudah melakukan kontrol. Penanganan yang akan dilakukan dokter adalah memberikan obat-obatan untuk mencegah kontraksi dan obat untuk mempercepat pematangan paru-paru janin untuk kemungkinan apabila janin harus segera dilahirkan.
           Karena tidak boleh sampai kontraksi, maka segera hubungi dokter jika Anda merasakan kontraksi perut (perut terasa sangat keras) atau keluar bercak darah. Karena itu merupakan tanda-tanda awal kontraksi yang berbahaya. Segera hubungi dokter dan menuju rumah sakit agar mendapat penanganan yang tepat.
·        Penata laksanaan
*      Penatalaksanaan plasenta previa dibagi dua, yaitu ekspektatif (konservatif) dan aktif.
*      Konservatif : dilakukan bila perdarahan sedikit, keadaan ibu dan janin baik, berat janin < 2500 gram atau usia gestasi < 36 minggu. Bila terjadi perdarahan banyak atau gawat janin, dilakukan tindakan aktif. Pemberian tokolitik hanya pada kasus terpilih.
*      Aktif : dilakukan bila TBJ ³ 2500 gram atau usia gestasi ³ 36 minggu. Bila terjadi perdarahan banyak lakukan resusitasi cairan, atasi anemia (transfusi), dan PDMO. Plasenta yang terletak dua sentimeter dari OUI merupakan indikasi kontra persalinan per vaginam (RCOG Evidence Base Level III). Cara persalinan harus berdasarkan keputusan klinik disesuaikan dengan fasilitas yang ada. Pada kasus sulit dengan kemungkinan terjadi plasenta akreta, sebaiknya didampingi spesialis obstetri dan ginekologi senior.














Daftar Pustaka

1)      Cunningham, F. Gary [et.al..]. 2005. Obstetri Williams. Jakarta : EGC
2)      Gray, Huon H [et.al..]. 2009. Kardiologi. Jakarta : Penerbit Erlangga
3)       Harrison . 1999. Prinsip – Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : EGC
4)       Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBP – SP
5)       Mansjoer A,et al. 2001. Kapita Selekta. Jakarta : Penerbit Media Aesculapius FKUI
6)       Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta : YBP- SP
7)       Norwitz, Errol dan John O Schorge. 2008. At A Glance Obstetri  & Ginekologi. Jakarta : Penerbit Erlangga.
8)       Gasong MS, Hartono E, Moerniaeni N. Penatalaksanaan Perdarahan Antepartum. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK UNHAS; 1997. 3-8.
9)      Pritchard JA, MacDonald PC, Gant NF. Williams Obstetrics, 20th ed. R Hariadi, R Prajitno Prabowo, Soedarto, penerjemah. Obstetri Williams. Edisi 20. Surabaya: Airlangga University Press, 2001; 456-70.
10)    Moechtar R. Pedarahan Antepartum. Dalam: Synopsis Obstetri, Obstetri Fisiologis dan Obstetri Patologis, Edisi II. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1998; 279
11)    WHO. Managing Complications in Pregnancy and Childbirth. Geneva: WHO, 2003. 518-20.
12)     K. Varney, helen. 2006. Buku ajar asuhan kebidanan. Jakarta : EGC
13 )     POGI. Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi Bagian I. Cetakan Kedua. Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1994.
14 )   Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, et al. Obstetrical Hemorrhage. In : Williams  Obstetrics. 21st Ed, McGraw Hill, New York, 619-670, 2001.
15 )    RSPAD Gatot Soebroto Departemen Obstetri dan Ginekologi. Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi. Jakarta, 1996.