1. Pre Eklampsi
Berat dan Ringan
·
Definisi Pre
Eklamsi Berat
Pre Eklamsi Berat (PEB) merupakan komplikasi kehamilan
yang ditandai dengan timbulnya hipertensi
≥160/110 disertai protein urine dan atau edema, pada kehamilan 20 minggu atau lebih. Preeklampsia
adalah kelainan multisystem spesifik pada kehamilan yang ditandai oleh
timbulnya hipertensi dan proteinuria setelah umur kehamilan 20 minggu. Kelainan
ini dianggap berat jika tekanan darah dan proteinuria meningkat secara bermakna
atau terdapat tanda-tanda kerusakan organ (termasuk gangguan pertumbuhan janin)
1.
·
Etiologi
Penyebab past iterjadinya pre-eklamsi masih belum diketahui. Penyakit ini dianggap sebagai sesuatu “Maladaptation syndrome”
dengan akibat suatu vaso spasme general dengan segala akibatnya.
Pre eklamsi dikaitkan dengan komponen genetik, meskipun mekanisme actual masih diperdebatkan. Pre eklamsi juga dikaitkan dengan mekanisme plasentasi, namun pre eklamsi tidak selalu muncul pada keadaan patologis plasenta (Abadiet al, 2008;
Wilson, 2004). Penyebab
pasti Preeklampsia masih belum jelas. 1
Hipotesa faktor-faktor etiologi Preeklampsia bisa diklasifikasikan menjadi 4
kelompok, yaitu : genetic, imunologik, gizi dan infeksi serta infeksi antara
factor-faktor tersebut. Ada beberapa teori yang mencoba menjelaskan perkiraan
etiologi dari kelainan tersebut sehingga kelainan ini sering dikenal dengan
“The disease of theory” adapun teori-teori tersebut antara lain :
1. Peran prostasiklin dan tromboksan S
Pada Preeklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler sehingga terjadi
penurunan produksi prostasiklin (PGI-2) yang pada kehamilan normal meningkat,
aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis. Aktivasi trombosit menyebabkan
pelepasan tromboksan (TxA2) dan serotonin sehingga terjadi vasospasme dan
kerusakan endotel.
2. Peran faktor imunologis
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama, hal ini dihubungkan dengan
pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta yang tidak sempurna.
Beberapa wanita dengan Preeklampsia mempunyai kompleks imun dalam serum.
Beberapa study yang mendapati aktivasi komplemen dan system imun humoral pada
Preeklampsia.
3. Peran faktor genetik / familial
Beberapa bukti yang mendukung factor genetik pada Preeklampsia antara lain:
a. Preeklampsia hanya terjadi pada manusia
b. Terdapat kecenderungan meningkatnya frekuensi Preeklampsia pada anak-anak
dari ibu yang menderita Preeklampsia.
c. Kecenderungan meningkatnya frekuensi Preeklampsia pada anak cucu ibu hamil
dengan riwayat Preeklampsia dan bukan ipar mereka.
d. Peran Renin-Angiotensin-Aldosteron-System (RAAS).
·
Gejala
1.
Tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau diastolik > 110
mmHg
2.
Proteinuria +> 5 g/24 jam
atau > 3 pada tes celup
3.
sakit kepala hebat atau gangguan penglihatan
4.
Nyeri
epigastrium dan ikterus
5.
Edema paru
atau sianosis
6.
Trombositopenia
7.
Pertumbuhan
janin terhambat
Diagnosis eklampsia ditegakkan berdasarkan
gejala-gajala preeklampsia disertai kejang atau koma. Sedangkan, bila terdapat
gejala preeklampsia berat dusertai salah satu atau beberapa gejala dari nyeri
kepala hebat , gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium dan keneikan
tekanan darah yang progresif, dikatakan pasien tersebut menderita impending
preeklampsia. Impending preeklampsia ditangani dengan kasus eklampsia.
·
Diagnosis
Diagnosa PEB ditegakkan apabila
pada kehamilan >20 minggu didapatkan satu/lebih gejala/tanda di bawah ini:
1) Tekanan darah 160/110 mmHg
a. Ibu hamil dalam keadaan relaksasi
(pengukuran tekanan darah minimal setelah istirahat 10 menit)
b. Ibu hamil tidak dalam keadaan
his.
Q Oigouria, urin
kurang dari 500 cc/24 jam.
Q Poteinuria 5
gr/liter atau lebih atau 4+ pada pemeriksaan secara kuantitatif.
Q Terdapat edema
paru dan sianosis.
Q Gangguan visus
dan serebral.
Q Keluhan
subjektif
c. Nyeri epigastrium
d. Gangguan penglihatan
e. Nyeri kepala
f. Gangguan pertumbuhan
janin intrauteri.
g. Pemeriksaan trombosit (Manuaba, 1998)
·
Pencegahan
1)
Meningkatkan jumlah balai pemeriksaan antenatal dan mengusahakan agar semua
wanita hamil memeriksakan diri sejak hamil muda.
2)
Mencari pada setiap pemeriksaan tanda-tanda preeklampsia dan mengobatinya
segera apabila ditemukan.
3)
Mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnya pada kehamilan 37 minggu ke atas apabila
setelah dirawat tanda-tanda preeklampsia tidak juga dapat dihilangkan.
·
Penata laksanaan
Ditinjau
dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala pre eklampsia berat selama
perawatan maka perawatan dibagi menjadi :
a. Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah
pengobatan medisinal.
Sedapat mungkin sebelum perawatan aktif pada setiap penderita dilakukan
pemeriksaan fetal assesment (NST & USG).
1. Indikasi (salah satu atau lebih)
a. Ibu
• Usia kehamilan 37 minggu atau lebih
• Adanya tanda-tanda atau gejala impending eklampsia, kegagalan terapi
konservatif yaitu setelah 6 jam pengobatan meditasi terjadi kenaikan desakan
darah atau setelah 24 jam perawatan medisinal, ada gejala-gejala status quo
(tidak ada perbaikan).
b. Janin
• Hasil fetal assesment jelek (NST & USG)
• Adanya tanda IUGR
c. Laboratorium
Adanya “HELLP syndrome” (hemolisis dan peningkatan fungsi hepar,
trombositopenia).
2. Pengobatan Medisinal
Pengobatan medisinal pasien pre eklampsia berat yaitu :
a. Segera masuk rumah sakit
b. Tirah baring miring ke satu sisi. Tanda vital diperiksa setiap 30 menit,
refleks patella setiap jam.
c. Infus dextrose 5% dimana setiap 1 liter diselingi dengan infus RL (60-125
cc/jam) 500 cc.
d. Antasida
e. Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.
f. Pemberian obat anti kejang : magnesium sulfat
g. Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru, payah
jantung kongestif atau edema anasarka. Diberikan furosemid injeksi 40 mg/im.
h. Antihipertensi diberikan bila:
1) Desakan darah sistolis lebih 180 mmHg, diastolis lebih 110 mmHg atau MAP
lebih 125 mmHg. Sasaran pengobatan adalah tekanan diastolis kurang 105 mmHg
(bukan kurang 90 mmHg) karena akan menurunkan perfusi plasenta.
2) Dosis antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada umumnya.
3) Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya, dapat diberikan
obat-obat antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu), catapres injeksi. Dosis
yang biasa dipakai 5 ampul dalam 500 cc cairan infus atau press disesuaikan
dengan tekanan darah.
4) Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan tablet
antihipertensi secara sublingual diulang selang 1 jam, maksimal 4-5 kali.
Bersama dengan awal pemberian sublingual maka obat yang sama mulai diberikan
secara oral. (Syakib Bakri, 1997)
3. Kardiotonika
Indikasinya bila ada tanda-tanda menjurus payah jantung, diberikan digitalisasi
cepat dengan cedilanid D.
4. Lain-lain:
a. Konsul bagian penyakit dalam / jantung, mata.
b. Obat-obat antipiretik diberikan bila suhu rektal lebih 38,5 derajat celcius
dapat dibantu dengan pemberian kompres dingin atau alkohol atau xylomidon 2 cc
IM.
c. Antibiotik diberikan atas indikasi.(4) Diberikan ampicillin 1 gr/6
jam/IV/hari.
d. Anti nyeri bila penderita kesakitan atau gelisah karena kontraksi uterus.
Dapat diberikan petidin HCL 50-75 mg sekali saja, selambat-lambatnya 2 jam
sebelum janin lahir.
5. Pemberian Magnesium Sulfat
Cara pemberian magnesium sulfat:
a. Dosis awal sekitar 4 gram MgSO4 IV (20 % dalam 20 cc) selama 1 gr/menit
kemasan 20% dalam 25 cc larutan MgSO4 (dalam 3-5 menit). Diikuti segera 4 gr di
bokong kiri dan 4 gram di bokong kanan (40 % dalam 10 cc) dengan jarum no 21
panjang 3,7 cm. Untuk mengurangi nyeri dapat diberikan 1 cc xylocain 2% yang
tidak mengandung adrenalin pada suntikan IM.
b. Dosis ulangan : diberikan 4 gram intramuskuler 40% setelah 6 jam pemberian
dosis awal lalu dosis ulangan diberikan 4 gram IM setiap 6 jam dimana pemberian
MgSO4 tidak melebihi 2-3 hari.
·
Definisi Pre
Eklamsi Ringan
Preeklamsi
adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, proteinuria dan edema yang
timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ke 3 pada
kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya misalnya pada mola hidatidosa (Ilmu
kebidanan, 2008).
Preeklamsi
adalah kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin dan dalam masa
nifas yang terdiri dari hipertensi, proteinuria dan edema, ibu tersebut tidak
menunjukan tanda- tanda kelainan vascular atau hipertensi sebelumnya (Muchtar
R., 1998)
Preeklamsi
ringan adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema setelah umur kehamilan 20 minggu atau
segera setelah persalinan (Ilmu Kebidanan Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiharjo, Fak UI Jakarta, 1998).
·
Etiologi
Penyebab
preeklamsi dan eklamsi secara pasti belum di ketahui. Teori yang banyak di
kemukakan sebagai penyebabnya adalah iskemia plasenta atau kurangnya sirkulasi
O2 ke plasenta.
Faktor predisposisi atau terjadinya
preeklamsia dan eklampsia, antara lain:
1.
Usia ekstrim ( 35 th)
Resiko terjadinya Preeklampsia meningkat
seiring dengan peningkatan usia (peningkatan resiko 1,3 per 5 tahun peningkatan
usia) dan dengan interval antar kehamilan (1,5 per 5 tahun interval antara
kehamilan pertama dan kedua). Resiko terjadinya Preeklampsia pada wanita usia
belasan terutama adalah karena lebih singkatnya. Sedang pada wanita usia lanjut
terutama karena makin tua usia makin berkurang kemampuannya dalam mengatasi
terjadinya respon inflamasi sistemik dan stress regangan hemodinamik.
2.
Riwayat Preeklampsia pada kehamilan sebelumnya
riwayat Preeklampsia pada kehamilan
sebelumnya memberikan resiko sebesar 13,1 % untuk terjadinya Preeklampsia pada
kehamilan kedua dengan partner yang sama.
3.
Riwayat keluarga yang mengalami Preeklampsia
eklampsia dan Preeklampsia memiliki
kecenderungan untuk diturunkan secara familial.
4.
Penyakit yang mendasari yaitu:
a.
Hipertensi kronis dan penyakit ginjal
b.
Obesitas,resistensi insulin dan diabetes
c.
Gangguan thrombofilik
d.
Faktor eksogen: Merokok, Stress, tekanan psikososial yang berhubungan dengan
pekerjaan, latihan fisik,Infeksi saluran kemih.
·
Gejala
a.
Gejala
subjektif
Pada Preeklampsia didapatkan sakit kepala di daerah
frontal, skotoma, diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah
epigastrium, mual atau muntah-muntah karena perdarahan subkapsuer spasme
areriol. Gejala-gejala ini sering ditemukan pada Preeklampsia yang meningkat
dan merupakan petunjuk bahwa eklamsia akan timbul. Tekanan darahpun akan
meningkat lebih tinggi, edema dan proteinuria bertambah meningkat.
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan meliputi;
peningkatan tekanan sistolik 30 mmHg dan diastolic 15 mmHg atau tekanan darah
meningkat lebih dari 140/90 mmHg. Tekanan darah pada Preeklampsia berat
meningkat lebih dari 160/110 mmHg dan disertai kerusakan beberapa organ. Selain
itu kita juga akan menemukan takikarda, takipnu, edema paru, perubahan
kesadaran, hipertensi ensefalopati, hiperefleksia, perdarahan otak.
·
Pencegahan
Diet-makanan
Makanan tinggi protein, tinggi karbohidrat, cukup vitamin dan rendah lemak.
Kurangi garam apabila berat badan bertambah atau edema. Makanan berorientasi
pada empat sehat lima sempurna. Untuk meningkatkan jumlah protein dengan
tambahan satu butir telur setiap hari.
Cukup istirahat
Istirahat yang cukup pada saat hamil semakin tua dalam arti bekerja
seperlunya disesuaikan dengan kemampuan. Lebih banyak duduk atau berbaring
kearah kiri sehingga aliran darah menuju plasenta tidak mengalami
gangguan.
Pengawasan
antenatal (hamil)
Bila terjadi perubahan perasaan
dan gerak janin dalam rahim segera datang ke tempat pemeriksaan.
·
Penata
Laksanaan
Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala pre-eklamsia
berat selama perawatan maka perawatan dibagi menjadi perawatan aktif yaitu
kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah pengobatan medicinal dan
perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah pengobatan
medicinal (AYeyeh.R, 2011). Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut :
1.
Perawatan aktif
Pada setiap penderita sedapat mungkin sebelum perawatan aktif dilakukan
pemeriksaan fetal assesment yakni pemeriksaan nonstrees test(NST) dan
ultrasonograft (USG), dengan indikasi (salah satu atau lebih), yakni :
a.
Pada ibu
Usia kehamilan 37 minggu atau lebih, dijumpai tanda-tanda atau gejala
impending eklamsia, kegagalan terapi konservatif yaitu setelah 6 jam pengobatan
meditasi terjadi kenaikan desakan darah atau setelah 24 jam perawatan edicinal,
ada gejala-gejala status quo (tidak ada perbaikan).
b.
Janin
Hasil fetal assesment jelek (NST dan USG) yaitu ada tanda intra uterine
growth retardation (IUGR)
c.
Hasil laboratorium
Adanya HELLP sindrom (haemolisis dan peningkatan fungsi hepar dan
trombositopenia).
2.
Pengobatan medicinal pasien pre-eklamsi berst (dilakukan dirumah sakit dan atas
instruksi dokter), yaitu segera masuk rumah sakit dengan berbaring miring ke
kiri ke satu sisi. Tanda vital diperiksa setiap 30 menit, reflek patella setiap
jam, infus dextrose 5% dimana setiap 1 liter diselingi dangan infus RL (60-125
cc/jam) 500cc, berikan antasida , diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak
dan garam, pemberian obat anti kejang (MgSO4), diuretikum tidak diberikan
kecuali bila ada tanda-tanda edema paru, payah jantung kongestif atau edema
anasarka. Diberikan furosemid injeksi 40 mg/IM.
3.
Antihipertensi diberikan bila tekanan darah sistolis lebih 180 mmHg atau MAP
lebih 125 mmHg. Sasaran pengobatan adalah tekanan diastolis kurang 105 mmHg
(bukan kurang 90 mmHg) karena akan menurunkan perfusi plasenta, dosis
antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada umumnya.
4.
Bila dibutuhkan penurun darah secepatnya, dapat diberikan obat-obat
antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu), catapres injeksi. Dosis yang biasa
dipakai 5 ampul dalam 500cc cairan infus atau press disesuaikan dengan tekanan
darah.
5. Bila tidak tersedia antihipertensi
parenteral dapat diberikan tablet antihipertensi secara sublingual diulang selang 1 jam,
maksimal 4-5 kali. Bersama dengan awal pemberian sublingual maka obat yang sama
mulai diberikan secara oral (Syakib Bakri, 1997).
6.
Pengobatan jantung jika ada indikasinya yakni ada tanda-tanda menjurus payah
jantung, diberikan digitalisasi cepat dengan celidanid D.
7.
Lain-lain seperti konsul bagian penyakit dalam/jantung atau mata. Obat-obat
antipiretik diberikan bial suhu rectal lebih dari 38,5 0C dapat
dibantu dengan pemberian kompres dingin atau alkohol atau xylomidon 2 cc secara
IM, antibiotik diberikan atas indikasi saja. Diberikan ampicillin 1 gr/6 jam
secara IV perhari. Anti nyeri bila penderita kesakitan atau gelisah karena
kontraksi uterus. Dapat diberikan petidin HCL 50-75 mg sekali saja,
selambat-lambatnya 2 jam sebelum janin lahir.
8.
Pengobatan Obstetrik
Pengobatan obstetri dilakukan dengan cara terminasi terhadap kehamilan yang
belum inpartu, yaitu :
a.
Induksi persalinan: tetesan oksitocyn dengan syarat nilai bishop 5 atau lebih
dan dengan fetal heart monitoring.
b.
Seksio Sesaria (dilakukan oleh dokter ahli kandungan), bila: fetal assessment
jelek. Syarat tetesan oksitocyn tidak dipenuhi (nilai bishop < 5) atau
adanya kontraindikasi tetesan oksitocyn; 12 jam setelah dimulainya tetesan
oksitocyn belum masuk fase aktif. Pada primigravida lebih diarahkan untuk
dilakukan terminasi dengan seksio sesaria.
2.
Eklamsi
·
Definisi Eklamsi
Eklamsi
adalah kelainan akut pada ibu hamil, saat hamil tua, persalinan atau masa nifas
ditandai dengan timbulnya kejang atau koma, dimana sebelumnya sudah menunjukkan
gejala-gejala pre eklamsi (hipertensi, edems, proteinuri) (Wirjoatmodjo, 1994:
49). Eklamsi merupakan kasus akut, pada penderita dengan gambaran klinik pre
eklamsi yang disertai dengan kejang dan koma yang timbul pada ante, intra dan
post partum (Angsar MD, 1995: 41) .
·
Etiologi
Sebab
eklamsi belum diketahui benar. Salah satu teori yang dikemukakan ialah bahwa
eklamsi disebabkan ischaemia rahim dan plasenta (ischaemia uteroplasenta).
Selama kehamilan uterus memerlukan darah lebih banyak. Pada molahidatidosa,
hydramnion, kehamilan ganda, multipara, pada akhir kehamilan, pada persalinan,
juga pada penyakit pembuluh darah ibu, diabetes, peredaran darah dalam dinding
uterus kurang, maka keluarlah zat-zat dari plasenta atau decidua yang
menyebabkan vasospasmus dan hypertensi.
·
Gejala
Eklamsi selalu didahului oleh gejala-gejala preeklamsi. Gejala-gejala
preeklamsi yang berat seperti :
o Sakit kepala
yang keras
o Penglihatan
kabur
o Nyeri diulu
hati
o Kegelisahan
dan hyperfleksi sering mendahului kejang
Serangan dibagi dalam 3 tingkatan :
i.Tingkat
invasi (tingkat permulaan)
Mata
terpaku, kepala dipalingkan ke satu fihak, kejang-kejang halus terlihat pada
muka. Berlangsung beberapa detik.
ii.Tingkat
kontraksi (tingkat kejang kronis )
Seluruh badan menjadi kaku, kadang-kadang terjadi
episthotonus, lamanya 15 sampai 20 detik.
iii.Tingkat
konvulsi
Terjadi
kejang yang timbul hilang, radang membuka dan menutup begitu juga mata;
otot-otot muka dan otot badan berkontraksi dan berelaksasi berulang. Kejang ini
bisa menjadi sangat kuat dan bisa menyebabkan pasien terlempar dari tempat
tidurnya atau lidahnya tergigit. Ludah yang berbuih bercapur darah keluar dari
mulutnya, mata merah, muka biru. Berlangsung sekitar 1 menit.
iv.Tingkat
coma
Setelah kejang kronis pasien akan coma. Lamanya
beberapa menit sampai berjam-jam. Dan jika pasien telah sadar kembali maka ia
tidak ingat sama sekali apa yang terjadi(amnesi retrograd). Setelah beberapa
waktu, terjadi serangan baru dan kejadian yang dilukiskan di atas berulang lagi
kadang-kadang 10-20 kali. (2)
Sebab kematian eklamsi ialah : oedema paru-paru,
apoplexi dan acidosis. Atau pasien mati setelah beberapa hari karena pneumoni
aspirasi, kerusakan hati atau gangguan faal ginjal. Kadang-kadang terjadi
eklamsi tanpa kejang, gejala yang menonjol adalah coma. Eklamsi semacam ini
disebut “ eclampsi sine eclampsi” dan terjadi kerusakan hati yang berat.
Karena kejang merupakan gejala yang khas dari eklamsi
maka “eclampsi sine eclampsi” sering dimasukkan preeklamsi yang berat. Pada
eklamsi tensi biasanya tinggi sekitar 180/110. Nadi kuat dan berisi tapi jika
keadaan sudah buruk menjadi kecil dan cepat. Demam yang tinggi memperburuk
prognosa. Demam ini rupa-rupanya cerebral. Pernafasan biasanya cepat dan
tersembunyi, pada eklamsi yang berat ada cyanosis. Protein uri hampir selalu
ada malahan kadang-kadang sangat banyak, juga oedema biasanya ada.
Pada eklamsi antepartum biasanya persalinan mulai setelah
beberapa waktu. Tapi kadang-kadang pasien berangsur baik tidak kejang lagi dan
sadar sedangkan kehamilan terus berlangsung. Eklamsi yang tidak segera disusul
dengan persalinan disebut eklamsi intercurrent. Dianggap bahwa pasien yang
sedemikian bukan sembuh tapi jatuh ke yang lebih ringan ialah dari eklamsi ke
dalam keadaan preeklamsi. Jadi kemungkinan eklamsi tetap mengancam pasien
semacam ini sebelum persalinan terjadi.
Setelah persalinan keadaan pasien
berangsur baik, kira-kira dalam 12-24 jam. Juga kalau anak mati di dalam
kandungan sering kita lihat bahwa beratnya penyakit berkurang. Proteinuria
hilang dalam 4-5 hari sedangkan tensi normal kembali dalam 2 minggu. Adakalanya
pasien yang telah menderita eklamsi psychotis, biasanya pada hari ke 2 atau ke
3 postpartum dan berlangsung 2-3 minggu. Prognosa umumnya baik. Penyulit
lainnya ialah hemiplegi dan gangguan penglihatan (buta) karena oedema retina.
·
Diagnosa
Eklamsia adalah terjadinya kejang pada seorang wanita
dengan preeklamsi yang tidak dapat disebabkan oleh hal lain. Kejang bersifat
grand mal dan mungkin timbul sebelum, selama, atau setelah persalinan. Namun
kejang yang timbul lebih dari 48 jam postpartum, terutama pada nulipara, dapat
dijumpai sampai 10 hari postpartum (Brown dkk., 1987;Lubarsky dkk ., 1994).
Eklamsia secara umum dapat dicegah
dan penyakit ini sudah jarang dijumpai di Amerika Serikat karena sebagian besar
wanita sekarang sudah mendapat asuhan prenatal yang memadai. Penyulit utamanya
adalah solusio plasenta, deficit neurologis, pneumonia aspirasi, edema paru,
henti kardiopulmonal / cardiopulmonary arrest, gagal ginjal akut, dan
kematian ibu.
·
Pencegahan
Umumnya
eklamsia dapat dicegah, dengan melakukan pemeriksaan kehamilan secara teratur
sejak awal, sehingga dokter atau bidan dapat menemukan gejala-gejalanya sedini
mungkin dan segera ditangani. Dengan demikian, Ibu tidak akan jatuh ke dalam
kondisi eklamsia.
Namun
bila pemeriksaan kehamilan telah dilakukan dengan sebaik mungkin namun gejala
tetap tidak membaik, walau telah diberikan obat oleh dokter, maka bila
kehamilan mencapai usia 37 minggu dapat dilakukan persalinan segera untuk
menyelamatkan Ibu dan bayi.
·
Penata laksanaan
Serangan kejang
biasanya dimulai di sekitar mulut dalam bentuk kedutan-kedutan (twitching) wajah.
Setelah beberapa detik, seluruh tubuh menjadi kaku dalam suatu kontraksi otot
generalisata. Fase ini dapat menetap selama 15 sampai 20 detik. Mendadak rahang
mulai membuka dan menutup secara kuat, dan segera diikuti oleh kelopak mata.
Otot-otot wajah yang lain dan kemudian semua otot melakukan kontraksi dan
relaksasi bergantian secara cepat. Gerakan otot sedemikian kuatnya sehingga
wanita yang bersangkutan dapat terlempar dari tempat tidur dan apabila tidak
dilindungi, lidahnya tergigit oleh gerakan rahang yang hebat. Fase ini, saat
terjadi kontraksi dan relaksasi otot-otot secara bergantian, dapat berlangsung
sekitar 1 menit.
Secara
bertahap, gerakan otot menjadi lebih lemahdan jarang, dan akhirnya wanita yang
bersangkutan tidak bergerak. Sepanjang serangan, diafragma terfiksasi dan
pernafasan tertahan. Selama beberapa detik wanita yang bersangkutan seolah-olah
sekarat akibat henti napas, tetapi kemudian ia menarik napas dalam, panjang,
dan berbunyi lalu kembali bernapas. Ia kemudian mengalami koma. Ia tidak akan
mengingat serangan kejang tersebut atau, pada umumnya, kejadian sesaat sebelum
dan sesudahnya. Seiring dengan waktu, ingatan ini akan pulih.
Kejang
pertama biasanya menjadi pendahulu kejang-kejang berikutnya yang jumlahnya
dapat bervariasi dari satu atau dua pada kasus ringan sampai bahkan 100 atau
lebih pada kasus berat yang tidak diobati. Pada kasus yang jarng, kejang
terjadi berurutan sedemikian cepatnya sehingga wanita yang bersangkutan tampak
mengalami kejang yang berkepanjangan dan hamper kontinu.
Durasi koma
setelah kejang bervariasi. Apabila kejangnya jarang, wanita yang bersangkutan
biasanya pulih sebagian kesadarannya setelah setiap serangan. Sewaktu sadar,
dapat timbul keadaan setengah sadar dengan usaha perlawanan. Pada kasus yang
sangat berat, koma menetap dari satu kejang ke kejang lainnya dan pasien dapat
meninggal sebelum ia sadar. Meski jarang, satu kali kejang dapat diikiutioleh
koma yang berkepanjangan walaupun, umumnya, kematian tidak terjadi sampai
setelah kejang berulang-ulang.
Laju
pernapasan setelah kejang eklamsia biasanya meningkat dan dapat mencapai 50
kali per menit, mungkin sebagian respons terhadap hiperkarbia akibat asidemia
laktat serta akibat hipoksia dengan derajat bervariasi. Sianosis dapat dijumpai
pada kasus yang parah. Demam 39ºC atau lebih adalah tanda yang buruk karena
merupakan akibat perdarahan susunan saraf pusat.
Proteinuria
hampir selalu ada dan sering parah. Pengeluaran urine kemungkinan besar
berkurang secara bermakna dan kadang-kadang terjadi anuria. Hemoglobinuria
sering dijumpai, tetapi hemoglobinemia jarang.
Pada
eklamsia antepartum, tanda-tanda persalinan dapat dimulai segera setelah kejang
dan berkembang cepat, kadang-kadang sebelum petugas yang menolong menyadari
bahwa wanita yang tidak sadar atau stupor ini mengalami his. Apabila kejang
terjadi saat persalinan, frekuensi dan intensitas his dapat meningkat, dan
durasi persalinan dapat memendek. Karena ibu mengalami hipoksemia dan asidemia
laktat akibat kejang, tidak jarang janin mengalami bradikardiasetelah serangan
kejang. Keadaan ini biasanya pulih dalam 3 sampai 5 menit, apabila menetap
lebih dari 10 menit, kausa lain perlu dipertimbangkan, misalnya solusio
plasenta atau bayi akan segera lahir.
3.
IUFD
·
Definisi
IUFD
Serangan kejang biasanya dimulai di sekitar mulut
dalam bentuk kedutan-kedutan (twitching) wajah. Setelah beberapa detik,
seluruh tubuh menjadi kaku dalam suatu kontraksi otot generalisata. Fase ini
dapat menetap selama 15 sampai 20 detik. Mendadak rahang mulai membuka dan
menutup secara kuat, dan segera diikuti oleh kelopak mata. Otot-otot wajah yang
lain dan kemudian semua otot melakukan kontraksi dan relaksasi bergantian
secara cepat. Gerakan otot sedemikian kuatnya sehingga wanita yang bersangkutan
dapat terlempar dari tempat tidur dan apabila tidak dilindungi, lidahnya
tergigit oleh gerakan rahang yang hebat. Fase ini, saat terjadi kontraksi dan
relaksasi otot-otot secara bergantian, dapat berlangsung sekitar 1 menit.
Secara bertahap, gerakan otot menjadi lebih
lemahdan jarang, dan akhirnya wanita yang bersangkutan tidak bergerak.
Sepanjang serangan, diafragma terfiksasi dan pernafasan tertahan. Selama
beberapa detik wanita yang bersangkutan seolah-olah sekarat akibat henti napas,
tetapi kemudian ia menarik napas dalam, panjang, dan berbunyi lalu kembali
bernapas. Ia kemudian mengalami koma. Ia tidak akan mengingat serangan kejang
tersebut atau, pada umumnya, kejadian sesaat sebelum dan sesudahnya. Seiring
dengan waktu, ingatan ini akan pulih.
Kejang pertama biasanya menjadi pendahulu
kejang-kejang berikutnya yang jumlahnya dapat bervariasi dari satu atau dua
pada kasus ringan sampai bahkan 100 atau lebih pada kasus berat yang tidak
diobati. Pada kasus yang jarng, kejang terjadi berurutan sedemikian cepatnya
sehingga wanita yang bersangkutan tampak mengalami kejang yang berkepanjangan
dan hamper kontinu.
Durasi koma setelah kejang bervariasi. Apabila
kejangnya jarang, wanita yang bersangkutan biasanya pulih sebagian kesadarannya
setelah setiap serangan. Sewaktu sadar, dapat timbul keadaan setengah sadar
dengan usaha perlawanan. Pada kasus yang sangat berat, koma menetap dari satu
kejang ke kejang lainnya dan pasien dapat meninggal sebelum ia sadar. Meski
jarang, satu kali kejang dapat diikiutioleh koma yang berkepanjangan walaupun,
umumnya, kematian tidak terjadi sampai setelah kejang berulang-ulang.
Laju pernapasan setelah kejang eklamsia biasanya
meningkat dan dapat mencapai 50 kali per menit, mungkin sebagian respons
terhadap hiperkarbia akibat asidemia laktat serta akibat hipoksia dengan
derajat bervariasi. Sianosis dapat dijumpai pada kasus yang parah. Demam 39ºC
atau lebih adalah tanda yang buruk karena merupakan akibat perdarahan susunan
saraf pusat.
Proteinuria hampir selalu ada dan sering parah.
Pengeluaran urine kemungkinan besar berkurang secara bermakna dan kadang-kadang
terjadi anuria. Hemoglobinuria sering dijumpai, tetapi hemoglobinemia jarang.
Pada eklamsia antepartum, tanda-tanda persalinan dapat
dimulai segera setelah kejang dan berkembang cepat, kadang-kadang sebelum
petugas yang menolong menyadari bahwa wanita yang tidak sadar atau stupor ini
mengalami his. Apabila kejang terjadi saat persalinan, frekuensi dan intensitas
his dapat meningkat, dan durasi persalinan dapat memendek. Karena ibu mengalami
hipoksemia dan asidemia laktat akibat kejang, tidak jarang janin mengalami
bradikardiasetelah serangan kejang. Keadaan ini biasanya pulih dalam 3 sampai 5
menit, apabila menetap lebih dari 10 menit, kausa lain perlu dipertimbangkan,
misalnya solusio plasenta atau bayi akan segera lahir.
·
Etiologi
Adapun penyebab
IUFD:
- perdarahan antepartum seperti
plasenta previa dan solusio plasenta
- pre eklamsi dan eklamsi
- penyakit kelainan darah
- penyakit infeksi menular
- penyakit saluran kencing
- penyakit endokrin sperti DM dan
hipertiroid
- malnutrisi
Faktor predisposisi IUFD
a. Factor ibu (High Risk Mothers)
- status social ekonomi yang rendah
- tingkat pendidikan ibu yang
rendah
- umur ibu yang melebihi 30 tahun
atau kurang dari 20 tahun
- paritas pertama atau paritas
kelima atau lebih
- tinggi dan BB ibu tidak
proporsional
- kehamilan di
luar perkawinan
- kehamilan tanpa pengawasan antenatal
- ganggguan gizi
dan anemia dalam kehamilan
- ibu dengan riwayat kehamilan / persalinan sebelumnya tidak baik seperti bayi lahir mati
- riwayat inkompatibilitas darah
janin dan ibu
b. factor Bayi (High Risk Infants)
- bayi dengan infeksi antepartum
dan kelainan congenital
- bayi dengan diagnosa IUGR
(Intra Uterine Growth Retardation)
- bayi dalam keluarga yang
mempunyai problema social
- abrupsio plasenta
- plasenta previa
- preeklamsi / eklamsi
- polihidramnion
- inkompatibilitas golongan darah
- kehamilan lama
- kehamilan ganda
- infeksi
- diabetes
- genitourinaria
·
Diagnosis
1. Anamnesa/keluhan
a. Ibu tidak merasakan gerakan janin
b. Perut tidak bertambah besar
2. Inspeksi
Tidak tampak gerakan janin
3. palpasi
- TFU lebih rendah dari tuanya kehamilan
- Tidak teraba gerakan janin
- Krepitasi pada tulang kepala janin
4.Auskultasi
DJJ (-)
6. Rontgen foto abdomen
- Adanya akumulasi gas dalam jantung dan pembuluh
darah janin
- Tanda nojosk
: angulasi yang tajam pada tulang belakang janin
- Tanda gernard
: hiperekstensi kepala janin
- dTanda spalding
: overlapping sutura
7. USG
- Gerak anak tidak ada
- Denyut jantung anak tidak ada
- Tampak bekuan darah pada ruang
jantung janin
8.Laboratorium
- Reaksi biologis negative
setelah 10 hari janin mati
- Hipofibrinogenemia setelah 4-5
minggu janin mati
Kalau janin mati pada kehamilan yang telah lanjut terjadilah perubahan-perubahan sebagai
berikut :
a. Rigor mortis
Berlangsung 21/2 jam setelah mati kemudian lemas lagi.
b. Maserasi Tingkat I
Timbul lepuh-lepuh pada kulit. Lepuh ini mula-mula berisi cairan jernih. Tapi
kemudian menjadi merah. Berlangsung sampai 48 jam setelah mati.
c. Maserasi Tingkat II
Lepuh pecah dan mewarnai air ketuban menjadi merah coklat, jam setelah
anak mati.
d. Maserasi Tingkat III
Terjadi kira-kira 3 minggu setelah anak mati. Badan janin sangat lemas,
hubungan antar tulang-tulang sangat longgar. Edema di bawah kulit.
·
Geajala
Ø Terhentinya
pertumbuhan uterus, atau penurunan TFU
Ø Terhentinya
pergerakan janin
Ø Terhentinya
denyut jantung janin
Ø Penurunan
atau terhentinya peningkatan berat badan ibu.
Ø Perut tidak
membesar tapi mengecil dan terasa dingin
Ø Terhentinya
perubahan payudara
·
Pencegahan
1.
Melakukan istirahat yang cukup selama kehamilan
Menjaga pola hidup
yang sehat tidak saja disarankan untuk anda yang sedang berada pada kondisi
hamil. Bagi siapapun menjaga pola hidup memang sangat disarankan, hal ini
terkait dengan imunitas di dalam tubuh agar tidak rentan terkena beberapa
penyakit. Bagi sebagian penyakit yang berhubungan dengan infeksi mikroorganisme
akan membuat kekebalan tubuh anda berkurang dan menggangu kesehatan
perkembangan janin. Bagi anda yang sedang hamil, mencukupi kebutuhan istirahat
sangat dianjurkan, apalagi anda memiliki resiko keguguran sebelumnya.
2.
Hindari merokok dan mengkonsumsi alkohol
Kebiasaan buruk
seperti merokok dan mengkonsumsi alkohol akan meningkatkan resiko kondisi
kesehatan yang buruk pada kehamilan anda. Selain dapat mengakibatkan berat lahir
yang rendah dengan peningkatan cacat mental yang tinggi dan dapat menimbulkan
komplikasi kehamilan yang serius seperti
pendarahan
berat selama kehamilan berlangsung dan juga akan meningkatkan resiko kematian
pada janin dan ibu hamil.
3.
Pemeriksaan kesehatan sebelum kehamilan
Penting sekiranya
anda mempersiapkan kondisi kesehatan sebelum kehamilan terkait dengan menurunkan
resiko gangguan kesehatan pada janin anda. Pemeriksaan berkaitan dengan kondisi
kesehatan ibu hamil diantaranya adalah dengan menurunkan resiko pada ibu hamil
yang mengalami gangguan kesehatan seperti hipertensi atau lebih dikenal dengan
sebutan tekanan darah tinggi, preeklampsia yaitu bagi anda yang tidak memiliki
riwayat kesehatan tekanan darah tinggi akan tetapi tiba-tiba mengidap gangguan
tekanan darah selama kehamilan anda berlangsung. Bagi anda yang mengalami
preeklampsia perhatikan pola makan, kurangi makanan yang mengandung kandungan
garam yang tinggi dan juga hindari rasa cemas dan stres yang berlebih.
4.
Menjaga kesehatan untuk terhindar dari infeksi pada saat kehamilan
Kehamilan memang
sangat rentan terhadap beberapa kondisi kesehatan dan tidak menutup kemungkinan
gangguan kesehatan yang berhubungan dengan infeksi yang ditimbulkan oleh virus,
bakteri dan jamur yang akan menggangu kesehatan janin anda. Selalu perhatikan
pola konsumsi dan kebersihan makanan yang anda konsumsi begitu juga dengan menjaga
diri senantiasa untuk menjaga kebersihan. Beberapa imunisasi kehamilan akan
membantu anda dalam menghindari infeksi selama kehamilan.
5.
Pemeriksaan pada janin untuk melakukan pencegahan pada kehamilan selanjutnya
Bagi anda yang
mengalami pengalaman buruk yaitu kematian janin di dalam kandungan sebaiknya
dilakukan otopsi untuk mengetahui penyebabnya sehingga pada kehamilan
selanjutnya anda dapat lebih mewaspadai. Beberapa penyebab kematian di dalam
kandungan diantaranya adalah ketidakcocokan darah antara ibu dan janin atau
kelainan bawaan dari bayi bisa juga karena janin hiperaktif di dalam kandungan.
·
Penata laksanaan
ü
Periksa tanda
vital
ü
Ambil darah
untuk pemeriksaan darah perifer, fungsi pembekuan, golongan darah ABO dan
Rhesus.
ü
Jelaskan
seluruh prosedur pemeriksaan dan hasilnya serta rencana tindakan yang akan
dilakukan kepada pasien dan keluarganya. Bila belum ada kepastian sebab
kematian, hindari memberikan informasi yang tidak tepat.
ü
Dukungan mental
emosional perlu diberikan kepada pasien. Sebaiknya pasien selalu didampingi
oleh orang terdekatnya. Yakinkan bahwa besar kemungkinan dapat lahir
pervaginam.
ü
Rencana
persalinan pervaginam dengan cara induksi maupun ekspektatif, perlu dibicarakan
dengan pasien dan keluarganya, sebelum keputusan diambil.
ü
Bila pilihan
adalah pada ekspektatif: tunggu persalinan spontan hingga 2 minggu, yakinkan
bahwa 90% persalinan spontan akan terjadi tanpa komplikasi.
ü
Bila pilihan
adalah manajemen aktif: induksi persalinan menggunakan oksitosin atau
misoprostol. Seksio sesarea merupakan pilihan misalnya pada letak lintang.
ü
Berikan
kesempatan kepda ibu dan keluarganya untuk melihat dan melakukan berbagai
kegiatan ritual bagi janin yang meninggal tersebut.
ü
Pemeriksaan
patologi plasenta akan mengungkapkan adanya patologi plasenta dan infeksi.
4.
Ruptur Uteri
·
Definisi ruptur uteri
Ruptura uteri atau robekan rahim merupakan peristiwa yang amat membahayakan baik untuk ibu maupun untuk janin.
Ruptura uteri dapat terjadi secara komplet dimana robekan terjadi pada semua lapisan miometrium termasuk peritoneum
dan dalam hal ini umumnya janin sudah berada dalam cavum abdomen dalam keadaan mati ; ruptura inkomplet ,
robekan rahim secara parsial dan peritoneum masih utuh.
·
Etiologi
Ruptur uteri dapat terjadi sebagai akibat cedera atau anomali yang sudah
ada sebelumnya, atau dapat menjadi komplikasi dalam persalinan dengan uterus yang sebelumnya tanpa parut.
Akhir-akhir ini, penyebab ruptur uteri yang paling sering adalah
terpisahnya jaringan parut akibat seksio sesarea sebelumnya dan peristiwa ini
kemungkinan semakin sering terjadi bersamaan dengan timbulnya kecenderungan
untuk memperbolehkan partus percobaan pada persalinan dengan riwayat seksio sesarea.
Faktor predisposisi lainnya yang sering ditemukan pada ruptur uteri adalah
riwayat operasi atau manipulasi yang mengakibatkan trauma seperti kuretase atau
perforasi. Stimulasi uterus secara berlebihan atau kurang tepat dengan
oksitosin, yaitu suatu penyebab yang sebelumnya lazim ditemukan, tampak semakin
berkurang. Umumnya, uterus yang sebelumnya tidak pernah mengalami trauma dan persalinan berlangsung spontan, tidak akan terus berkontraksi dengan kuat sehingga
merusak dirinya sendiri.
·
Gejala
Gejala ruptura uteri ‘iminen’
:
1.
Lingkaran retraksi patologis Bandl
2.
Hiperventilasi
3.
Gelisah – cemas
4.
Takikardia
Lingkaran Retraksi Patologis ( Lingkaran Bandl )
Setelah terjadi ruptura uteri, nyeri
abdomen hilang untuk sementara waktu dan setelah itu penderita mengeluh adanya rasa nyeri yang
merata dan disertai dengan gejala dan tanda:
1.
Abnormalitas detak jantung janin (gawat janin sampai mati)
2.
Pasien jatuh kedalam syok
3.
Bagian terendah janin mudah didorong keatas
4.
Bagian janin mudah diraba melalui palpasi abdomen
5.
Contour janin dapat dilihat melalui inspeksi abdomen
Robekan utrerus saat laparotomi
Bila sudah diagnose dugaan ruptura uteri sudah ditegakkan maka tindakan yang harus diambil adalah segera memperbaiki keadaan umum pasien( resusitasi cairan dan persiapan tranfusi ) dan persiapan tindakan laparotomi atau persiapan rujukan kesarana fasilitas yang lebih lengkap.
Sebagai bentuk tindakan definitive maka bila
robekan melintang dan tidak mengenai daerah yang luas dapat dipertimbangkan tindakan histerorafia ;namun bila robekan uterus
mengenai jaringan yang sangat luas serta sudah banyak bagian yang nekrotik maka tindakan terbaik adalah histerektomi.
·
Pencegahan
Resiko absolute terjadinya ruptura uteri dalam kehamilan sangat rendah namun sangat bervariasi tergantung pada kelompok tertentu :
1.
Kasus uterus utuh
2.
Uterus dengan kelainan kongenital
3.
Uterus normal pascamiomektomi
4.
Uterus normal dengan riwayat sectiocaesar satu kali
5.
Uterus normal dengan riwayat sectio lebih dari satu kali
Strategi pencegahan kejadian ruptura uteri langsung adalah dengan memperkecil jumlah pasien dengan resiko ; criteria pasien dengan resiko tinggi ruptura uteri adalah:
1.
Persalinan dengan SC lebihdarisatu kali
2.
Riwayat SC classic ( midline uterine incision )
3.
Riwayat SC dengan jenis “low vertical
incision “
4.
LSCS dengan jahitan uterus satu lapis
5.
SC dilakukan kurang dari 2 tahun
6.
LSCS pada uterus dengan kelainan kongenital
7.
Riwayat SC tanpa riwayat persalinan spontan per vaginam
8.
Induksi atau akselerasi persalinan pada pasien dengan riwayat SC
9.
Riwayat SC dengan janin makrosomia
10.
Riwayat miomektomi per laparoskop atau laparotomi.
·
Penata laksanaan
a)
Memberitahu ibu hasil pemeriksaan E: ibu dan keluarga
mengetahui keadaannya
b)
Melakukan kolaborasi dengan dokter E: instruksi
observasi keadaan umum, pemberian antibiotik dan histerektomi
c)
Melakukan informed consent tindakan E: ibu dan
keluarga menyetujui
d)
Memberikan cefotaxime 1 gram secara bolus IV E: telah
diberikan
e)
Alih rawat ke ruang operasi E: ibu telah
dialihrawatkan Penanganan ruptur uteri menurut Sarwono adalah histerektomi dan
resusitasi serta antibiotika yang sesuai. Diperlukan cairan infus kristaloid
dan transfusi darah yang banyak, tindakan antisyok, serta pemberian antibiotik
spektrum luas.
5.
Solusio Plasenta
·
Definisi Solusio Plasenta
1) Solusio
plasenta adalah terlepasnya sebagian atau keseluruhan plasenta dari implantasi
normalnya (korpus uteri) setelah kehamilan 20
minggu dan sebelum janin lahir.
2) Cunningham
dalam bukunya mendefinisikan solusio plasenta sebagai separasi prematur
plasenta dengan implantasi normalnya korpus uteri sebelum janin lahir.
3) Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari
tempat implantasi normalnya sebelum janin lahir, dan definisi ini hanya berlaku
apabila terjadi pada kehamilan di atas 22 minggu atau berat janin di atas 500
gram.
·
Etiologi
Penyebab primer belum
diketahui pasti, namun ada beberapa faktor yang menjadi predisposisi
1. Faktor kardio-reno-vaskuler
Glomerulonefritis kronik, hipertensi
essensial, sindroma preeklamsia dan eklamsia. Pada penelitian di Parkland,
ditemukan bahwa terdapat hipertensi pada separuh kasus solusio plasenta berat,
dan separuh dari wanita yang hipertensi tersebut mempunyai penyakit hipertensi
kronik, sisanya hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan.
2. Faktor trauma
Dekompresi
uterus pada hidroamnion dan gemeli.
Tarikan pada
tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang banyak/bebas, versi luar
atau tindakan pertolongan persalinan
Trauma langsung,
seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain.
3. Faktor paritas ibu
Lebih banyak dijumpai pada multipara dari
pada primipara. Beberapa penelitian menerangkan bahwa makin tinggi
paritas ibu makin kurang baik keadaan endometrium.
4. Faktor usia ibu
Makin tua umur ibu, makin tinggi frekuensi
hipertensi menahun.
5. Leiomioma uteri (uterine leiomyoma) yang hamil dapat menyebabkan
solusio plasenta apabila plasenta berimplantasi di atas bagian yang mengandung
leiomioma.
6. Faktor pengunaan kokain
Penggunaan
kokain mengakibatkan peninggian tekanan darah dan peningkatan pelepasan
katekolamin yang bertanggung jawab atas terjadinya vasospasme pembuluh
darah uterus dan berakibat terlepasnya plasenta. Namun, hipotesis ini belum terbukti
secara definitif.
7. Faktor kebiasaan merokok
Ibu yang perokok juga merupakan penyebab peningkatan kasus
solusio plasenta sampai dengan 25% pada ibu yang merokok ≤ 1 (satu) bungkus per
hari. Ini dapat diterangkan pada ibu yang perokok plasenta menjadi tipis,
diameter lebih luas dan beberapa abnormalitas pada mikrosirkulasinya.
8. Riwayat solusio plasenta sebelumnya
Hal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu dengan
riwayat solusio plasenta adalah bahwa resiko berulangnya kejadian ini
pada kehamilan berikutnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil
yang tidak memiliki riwayat solusio plasenta.
9. Pengaruh
lain, seperti anemia, malnutrisi/defisiensi gizi, tekanan uterus pada vena cava
inferior dikarenakan pembesaran ukuran uterus oleh adanya kehamilan,
dan lain-lain.
·
Gejala
Bila ruptur uteri yang mengancam dibiarkan terus, maka suatu saat
akan terjadilah ruptur uteri sebenarnya.
1.) Anamnesis dan Inspeksi
- Pada suatu his yang kuat sekali, pasien
merasa kesakitan yang luar biasa, menjerit seolah-olah perutnya sedang dirobek
kemudian jadi gelisah, takut, pucat, keluar keringat dingin sampai kolaps.
- Pernafasan jadi dangkal dan cepat, kelihatan
haus.
- Muntah-muntah karena perangsangan peritoneum.
- Syok, nadi kecil dan cepat, tekanan darah turun
bahkan tidak terukur.
- Keluar perdarahan pervaginam yang biasanya tak
begitu banyak, lebih-lebih kalau bagian terdepan atau kepala sudah jauh turun
dan menyumbat jalan lahir.
- Kadang-kadang ada perasaan nyeri yang menjalar
ke tungkai bawah dan dibahu.
- Kontraksi uterus biasanya hilang.
- Mula-mula terdapat defans muskulaer kemudian
perut menjadi kembung dan meteoristis (paralisis usus).
2.) Palpasi
- Teraba krepitasi pada kulit perut yang
menandakan adanya emfisema subkutan.
- Bila kepala janin belum turun, akan mudah
dilepaskan dari pintu atas panggul.
- Bila janin sudah keluar dari kavum uteri, jadi
berada di rongga perut, maka teraba bagian-bagian janin langsung dibawah kulit
perut dan disampingnya kadang-kadang teraba uterus sebagai suatu bola keras
sebesar kelapa.
- Nyeri tekan pada perut, terutama pada tempat
yang robek.
3.) Auskultasi
Biasanya denyut jantung janin sulit atau tidak terdengar lagi
beberapa menit setelah ruptur, apalagi kalau plasenta juga ikut terlepas dan
masuk ke rongga perut.
4.) Pemeriksaan Dalam
- Kepala janin yang tadinya sudah jauh turun ke
bawah, dengan mudah dapat didorong ke atas dan ini disertai keluarnya darah
pervaginam yang agak banyak
- Kalau rongga rahim sudah kosong dapat diraba robekan
pada dinding rahim dan kalau jari atau tangan kita dapat melalui robekan tadi,
maka dapat diraba usus, omentum dan bagian-bagian janin. Kalau jari tangan kita
yang didalam kita temukan dengan jari luar maka terasa seperti dipisahkan oleh
bagian yang tipis seklai dari dinding perut juga dapat diraba fundus uteri.
5.) Kateterisasi
Hematuri yang hebat menandakan adanya robekan pada kandung kemih.
6.) Catatan
- Gejala ruptur uteri inkompleta tidak
sehebat kompleta
- Ruptur uteri yang terjadi oleh karena cacat
uterus yang biasanya tidak didahului oleh ruptur uteri mengancam.
- Lakukanlah
selalu eksplorasi yang teliti dan hati-hati sebagai kerja rutin setelah
mengerjakan suatu operative delivery, misalnya sesudah versi ekstraksi,
ekstraksi vakum atau forsep, embriotomi dan lain-lain
·
Diagnosis
Plasenta
praevia, Vasa praevia.
USG : menilai implantasi plasenta dan seberapa luas
terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya, biometri janin, indeks cairan
amnion, kelainan bawaan dan derajat maturasi plasenta.
Kardiotokografi : pada kehamilan di atas 28 minggu.
Laboratorium : darah perifer lengkap, fungsi
hemostasis, fungsi hati, atau fungsi ginjal (disesuaikan dengan beratnya
penyulit atau keadaan pasien). Lakukan pemeriksaan dasar : hemoglobin,
hematokrit, trombosit, waktu pembekuan darah, waktu protrombin, waktu
tromboplastin parsial, dan elektrolit plasma.
Pemeriksaan Lain : atas indikasi medik.
·
Pencegahan
1) Solusio plasenta ringan
Bila usia kehamilan kurang
dari 36 minggu dan bila ada perbaikan (perdarahan berhenti, perut tidak sakit,
uterus tidak tegang, janin hidup) dengan tirah baring dan observasi ketat,
kemudian tunggu persalinan spontan.
Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung
terus, gejala solusio plasenta makin jelas, pada pemantauan dengan USG daerah
solusio plasenta bertambah luas), maka kehamilan harus
segera diakhiri. Bila janin hidup, lakukan seksio sesaria, bila janin mati lakukan
amniotomi disusul infus oksitosin untuk mempercepat persalinan.
2) Solusio plasenta sedang dan berat
Apabila tanda dan gejala
klinis solusio plasenta jelas ditemukan, penanganan di rumah sakit meliputi
transfusi darah, amniotomi, infus oksitosin dan jika perlu seksio sesaria
Apabila diagnosis solusio plasenta dapat
ditegakkan berarti perdarahan telah terjadi sekurang-kurangnya 1000 ml. Maka
transfusi darah harus segera diberikan. Amniotomi akan merangsang persalinan dan
mengurangi tekanan intrauterin.
Dengan melakukan persalinan secepatnya
dan transfusi darah dapat mencegah kelainan pembekuan darah. Persalinan diharapkan
terjadi dalam 6 jam sejak berlangsungnya solusio plasenta. Tetapi jika tidak
memungkinkan, walaupun sudah dilakukan amniotomi dan infus oksitosin, maka
satu-satunya cara melakukan persalinan adalah
seksio sesaria.
Apoplexi uteroplacenta
tidak merupakan indikasi histerektomi. Tetapi jika perdarahan tidak dapat
dikendalikan setelah dilakukan seksio sesaria maka histerektomi perlu
dilakukan.
·
Penata
laksanaan
A.
TINDAKAN GAWAT DARURAT
Bila keadaan umum pasien menurun secara progresif atau separasi plasenta
bertambah luas yang manifestasinya adalah :
ü
Perdarahan
bertambah banyak
ü
Uterus tegang
dan atau fundus uteri semakin meninggi
ü
Gawat janin
maka hal
tersebut menunjukkan keadaan gawat-darurat dan tindakan yang harus segera
diambil adalah memasang infus dan mempersiapkan tranfusi.
B. TERAPI EKSPEKTATIF
Pada umumnya
bila berdasarkan gejala klinis sudah diduga adanya solusio plasenta maka tidak
pada tempatnya untuk melakukan satu tindakan ekspektatif.
C. PERSALINAN PERVAGINAM
Indikasi
persalinan pervaginam adalah bila derajat separasi tidak terlampau luas dan
atau kondisi ibu dan atau anak baik dan atau persalinan akan segera berakhir.
Setelah
diagnosa solusio plasenta ditegakkan maka segera lakukan amniotomi dengan
tujuan untuk :
1.
Segera
menurunkan tekanan intrauterin untuk menghentikan perdarahan dan mencegah
komplikasi lebih lanjut (masuknya thromboplastin kedalam sirkukasi ibu yang
menyebabkan DIC).
2.
Merangsang persalinan ( pada janin imature,
tindakan ini tak terbukti dapat merangsang persalinan oleh karena amnion yang
utuh lebih efektif dalam membuka servik).
Induksi
persalinan dengan infuse oksitosin dilakukan bila amniotomi tidak segera
diikuti dengan tanda-tanda persalinan.
D. SEKSIO SESAR
Indikasi seksio
sesar dapat dilihat dari sisi ibu dan atau anak.
Tindakan seksio sesar dipilih bila persalinan diperkirakan tak akan berakhir
dalam waktu singkat, misalnya kejadian solusio plasenta ditegakkan pada
nulipara dengan dilatasi 3 – 4 cm.
Atas indikasi ibu maka janin mati bukan kontraindikasi untuk melakukan tindakan
seksio sesar pada kasus solusio plasenta.
6.
Plasenta Privea
· Definisi Plasenta Privea
Plasentapreviaadalahplasenta
yang berimplantasi (menempel) atauplasenta yangletaknya abnormal
yaitupadasegmenbawahrahimsehinggamenutupisebagianatauseluruh ostium uteri
internun (jalanlahir).
KLASIFIKASI
Menurut Prof.DR.Dr.Sarwono Prawirohardjo.SpOG,2009,Jakarta.
1.
Plasentapreviatotalis atau komplit adalah plasenta yang menutupi seluruhostium uteri internum.
2.
Plasentapreviaparsialis adalah plasenta yang menutupisebagian ostium uteri internum.
3.
Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berada pada pinggir ostium uteri internum.
4.
Plasenta letak rendah adalah plasenta yang
berimplantasi pada segmen bawah rahim demikian rupa sehingga tepi bawahnya berada pada jarak lebih kurang 2 cm dari ostium uteri internum. Jarak yang lebih dari 2 cm dianggap plasenta letak normal.
·
Etiologi
Penyebab pasti dari plasenta previa belum diketahui, tetapi ada teori yang
mengemukakan bahwa penyebab plasenta previa adalah multiparitas, usia
maternal >35 tahun, kehamilan ganda, riwayat pembedahan uterus
termasuk bedah sesar, merokok serta riwayat aborsi. Cacat bekas bedah sesar berperan menaikkan insiden dua sampai tiga kali. Sedangkan pada perempuan perokok dijumpai insiden plasenta previa lebih tinggi 2 kali lipat. Hipoksemia akibat karbonmono-oksida hasil pembakaran rokok menyebabkan plasenta menjadi hipertrofi sebagai upaya kompensasi.
·
Gejala
Ø Perdarahantanpanyeri
Ø Perdarahanberulang
Ø Warnaperdarahanmerahsegar
Ø Adanya anemia danrenjatan yang sesuaidengankeluarnyadarah
Ø Timbulnyaperlahan-lahan
Ø Waktuterjadinyasaathamil
Ø His biasanyatidakada
Ø Rasa tidaktegang (biasa) saatpalpasi
Ø Denyutjantungjaninada
Ø Terabajaringanplasentapadaperiksadalam vagina
Ø Penurunankepalatidakmasukpintuataspanggul
Ø Presentasimungkin abnormal.
·
Diagnosis
Diagnosis
plasenta previa:
- Anamnesis
: adanya perdarahan per vaginam pada kehamilan lebih 20 minggu dan
berlangsung tanpa sebab.
- Pemeriksaan
luar : sering ditemukan kelainan letak. Bila letak kepala maka kepala
belum masuk pintu atas panggul.
- Inspekulo
: adanya darah dari ostium uteri eksternum.
- USG
untuk menentukan letak plasenta.
- Penentuan
letak plasenta secara langsung dengan perabaan langsung melalui kanalis
servikalis tetapi pemeriksaan ini sangat berbahaya karena dapat
menyebabkan perdarahan yang banyak. Oleh karena itu cara ini hanya dilakukan
diatas meja operasi.
·
Pencegahan
ü
Apabila telah
diketahui seorang ibu Plasenta Previa, maka untuk mencegah terjadinya
pendarahan yaitu :
1. Mengurangi
fisik
Aktivitas fisik yang berat dapat memicu terjadinya kontraksi.
2. Bed rest
Jika sudah mengalami pendarahan berulang kali dan dalam jumlah banyak,
disarankan agar bed rest total untuk mencegah terjadinya kontraksi dan
pendarahan yang lebih banyak.
3. Pelvic rest
Yaitu tidak melakukan hal-hal pada
vagina yang berpotensi menyebabkna terjadinya pendarahan, misalnya, tidak
melakukan hubungan seks, membersihkan vagina menggunakan cairan atau alat
tertentu, menggunakan pembalut vagina.
Pada kasus Plasenta Previa yang sudah
parah, penderitanya harus diopname di rumah sakit agar dokter mudah melakukan
kontrol. Penanganan yang akan dilakukan dokter adalah memberikan obat-obatan
untuk mencegah kontraksi dan obat untuk mempercepat pematangan paru-paru janin
untuk kemungkinan apabila janin harus segera dilahirkan.
Karena tidak boleh sampai kontraksi,
maka segera hubungi dokter jika Anda merasakan kontraksi perut (perut terasa
sangat keras) atau keluar bercak darah. Karena itu merupakan tanda-tanda awal
kontraksi yang berbahaya. Segera hubungi dokter dan menuju rumah sakit agar
mendapat penanganan yang tepat.
·
Penata
laksanaan
Penatalaksanaan
plasenta previa dibagi dua, yaitu ekspektatif (konservatif) dan aktif.
Konservatif :
dilakukan bila perdarahan sedikit, keadaan ibu dan janin baik, berat janin <
2500 gram atau usia gestasi < 36 minggu. Bila terjadi perdarahan banyak atau
gawat janin, dilakukan tindakan aktif. Pemberian tokolitik hanya pada kasus
terpilih.
Aktif :
dilakukan bila TBJ ³ 2500 gram atau usia gestasi ³ 36 minggu. Bila terjadi
perdarahan banyak lakukan resusitasi cairan, atasi anemia (transfusi), dan
PDMO. Plasenta yang terletak dua sentimeter dari OUI merupakan indikasi kontra
persalinan per vaginam (RCOG Evidence Base Level III). Cara persalinan harus berdasarkan keputusan klinik disesuaikan dengan
fasilitas yang ada. Pada kasus sulit dengan kemungkinan terjadi plasenta
akreta, sebaiknya didampingi spesialis obstetri dan ginekologi senior.
Daftar Pustaka
1)
Cunningham, F. Gary [et.al..]. 2005. Obstetri Williams. Jakarta : EGC
2)
Gray, Huon H [et.al..]. 2009. Kardiologi. Jakarta : Penerbit Erlangga
3) Harrison
. 1999. Prinsip – Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : EGC
4) Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBP – SP
5)
Mansjoer A,et al. 2001. Kapita Selekta. Jakarta : Penerbit Media
Aesculapius FKUI
6) Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal.
Jakarta : YBP- SP
7)
Norwitz, Errol dan John O Schorge. 2008. At A Glance Obstetri & Ginekologi. Jakarta : Penerbit Erlangga.
8) Gasong MS,
Hartono E, Moerniaeni N. Penatalaksanaan Perdarahan Antepartum. Bagian
Obstetri dan Ginekologi FK UNHAS;
1997. 3-8.
9)
Pritchard
JA, MacDonald PC, Gant NF. Williams Obstetrics, 20th ed. R Hariadi, R Prajitno
Prabowo, Soedarto, penerjemah. Obstetri Williams. Edisi 20. Surabaya: Airlangga
University Press, 2001; 456-70.
10) Moechtar R.
Pedarahan Antepartum. Dalam: Synopsis Obstetri, Obstetri Fisiologis dan
Obstetri Patologis, Edisi II.
Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1998; 279
11) WHO.
Managing Complications in Pregnancy and Childbirth. Geneva: WHO, 2003. 518-20.
12) K.
Varney, helen. 2006. Buku ajar asuhan kebidanan. Jakarta
: EGC
13 ) POGI. Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi Bagian
I. Cetakan Kedua. Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1994.
14 ) Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, et
al. Obstetrical Hemorrhage. In : Williams Obstetrics. 21st Ed,
McGraw Hill, New York, 619-670, 2001.
15 ) RSPAD Gatot Soebroto Departemen Obstetri dan Ginekologi.
Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi. Jakarta, 1996.
1. Pre Eklampsi
Berat dan Ringan
·
Definisi Pre
Eklamsi Berat
Pre Eklamsi Berat (PEB) merupakan komplikasi kehamilan
yang ditandai dengan timbulnya hipertensi
≥160/110 disertai protein urine dan atau edema, pada kehamilan 20 minggu atau lebih. Preeklampsia
adalah kelainan multisystem spesifik pada kehamilan yang ditandai oleh
timbulnya hipertensi dan proteinuria setelah umur kehamilan 20 minggu. Kelainan
ini dianggap berat jika tekanan darah dan proteinuria meningkat secara bermakna
atau terdapat tanda-tanda kerusakan organ (termasuk gangguan pertumbuhan janin)
1.
·
Etiologi
Penyebab past iterjadinya pre-eklamsi masih belum diketahui. Penyakit ini dianggap sebagai sesuatu “Maladaptation syndrome”
dengan akibat suatu vaso spasme general dengan segala akibatnya.
Pre eklamsi dikaitkan dengan komponen genetik, meskipun mekanisme actual masih diperdebatkan. Pre eklamsi juga dikaitkan dengan mekanisme plasentasi, namun pre eklamsi tidak selalu muncul pada keadaan patologis plasenta (Abadiet al, 2008;
Wilson, 2004). Penyebab
pasti Preeklampsia masih belum jelas. 1
Hipotesa faktor-faktor etiologi Preeklampsia bisa diklasifikasikan menjadi 4
kelompok, yaitu : genetic, imunologik, gizi dan infeksi serta infeksi antara
factor-faktor tersebut. Ada beberapa teori yang mencoba menjelaskan perkiraan
etiologi dari kelainan tersebut sehingga kelainan ini sering dikenal dengan
“The disease of theory” adapun teori-teori tersebut antara lain :
1. Peran prostasiklin dan tromboksan S
Pada Preeklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler sehingga terjadi
penurunan produksi prostasiklin (PGI-2) yang pada kehamilan normal meningkat,
aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis. Aktivasi trombosit menyebabkan
pelepasan tromboksan (TxA2) dan serotonin sehingga terjadi vasospasme dan
kerusakan endotel.
2. Peran faktor imunologis
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama, hal ini dihubungkan dengan
pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta yang tidak sempurna.
Beberapa wanita dengan Preeklampsia mempunyai kompleks imun dalam serum.
Beberapa study yang mendapati aktivasi komplemen dan system imun humoral pada
Preeklampsia.
3. Peran faktor genetik / familial
Beberapa bukti yang mendukung factor genetik pada Preeklampsia antara lain:
a. Preeklampsia hanya terjadi pada manusia
b. Terdapat kecenderungan meningkatnya frekuensi Preeklampsia pada anak-anak
dari ibu yang menderita Preeklampsia.
c. Kecenderungan meningkatnya frekuensi Preeklampsia pada anak cucu ibu hamil
dengan riwayat Preeklampsia dan bukan ipar mereka.
d. Peran Renin-Angiotensin-Aldosteron-System (RAAS).
·
Gejala
1.
Tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau diastolik > 110
mmHg
2.
Proteinuria +> 5 g/24 jam
atau > 3 pada tes celup
3.
sakit kepala hebat atau gangguan penglihatan
4.
Nyeri
epigastrium dan ikterus
5.
Edema paru
atau sianosis
6.
Trombositopenia
7.
Pertumbuhan
janin terhambat
Diagnosis eklampsia ditegakkan berdasarkan
gejala-gajala preeklampsia disertai kejang atau koma. Sedangkan, bila terdapat
gejala preeklampsia berat dusertai salah satu atau beberapa gejala dari nyeri
kepala hebat , gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium dan keneikan
tekanan darah yang progresif, dikatakan pasien tersebut menderita impending
preeklampsia. Impending preeklampsia ditangani dengan kasus eklampsia.
·
Diagnosis
Diagnosa PEB ditegakkan apabila
pada kehamilan >20 minggu didapatkan satu/lebih gejala/tanda di bawah ini:
1) Tekanan darah 160/110 mmHg
a. Ibu hamil dalam keadaan relaksasi
(pengukuran tekanan darah minimal setelah istirahat 10 menit)
b. Ibu hamil tidak dalam keadaan
his.
Q Oigouria, urin
kurang dari 500 cc/24 jam.
Q Poteinuria 5
gr/liter atau lebih atau 4+ pada pemeriksaan secara kuantitatif.
Q Terdapat edema
paru dan sianosis.
Q Gangguan visus
dan serebral.
Q Keluhan
subjektif
c. Nyeri epigastrium
d. Gangguan penglihatan
e. Nyeri kepala
f. Gangguan pertumbuhan
janin intrauteri.
g. Pemeriksaan trombosit (Manuaba, 1998)
·
Pencegahan
1)
Meningkatkan jumlah balai pemeriksaan antenatal dan mengusahakan agar semua
wanita hamil memeriksakan diri sejak hamil muda.
2)
Mencari pada setiap pemeriksaan tanda-tanda preeklampsia dan mengobatinya
segera apabila ditemukan.
3)
Mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnya pada kehamilan 37 minggu ke atas apabila
setelah dirawat tanda-tanda preeklampsia tidak juga dapat dihilangkan.
·
Penata laksanaan
Ditinjau
dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala pre eklampsia berat selama
perawatan maka perawatan dibagi menjadi :
a. Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah
pengobatan medisinal.
Sedapat mungkin sebelum perawatan aktif pada setiap penderita dilakukan
pemeriksaan fetal assesment (NST & USG).
1. Indikasi (salah satu atau lebih)
a. Ibu
• Usia kehamilan 37 minggu atau lebih
• Adanya tanda-tanda atau gejala impending eklampsia, kegagalan terapi
konservatif yaitu setelah 6 jam pengobatan meditasi terjadi kenaikan desakan
darah atau setelah 24 jam perawatan medisinal, ada gejala-gejala status quo
(tidak ada perbaikan).
b. Janin
• Hasil fetal assesment jelek (NST & USG)
• Adanya tanda IUGR
c. Laboratorium
Adanya “HELLP syndrome” (hemolisis dan peningkatan fungsi hepar,
trombositopenia).
2. Pengobatan Medisinal
Pengobatan medisinal pasien pre eklampsia berat yaitu :
a. Segera masuk rumah sakit
b. Tirah baring miring ke satu sisi. Tanda vital diperiksa setiap 30 menit,
refleks patella setiap jam.
c. Infus dextrose 5% dimana setiap 1 liter diselingi dengan infus RL (60-125
cc/jam) 500 cc.
d. Antasida
e. Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.
f. Pemberian obat anti kejang : magnesium sulfat
g. Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru, payah
jantung kongestif atau edema anasarka. Diberikan furosemid injeksi 40 mg/im.
h. Antihipertensi diberikan bila:
1) Desakan darah sistolis lebih 180 mmHg, diastolis lebih 110 mmHg atau MAP
lebih 125 mmHg. Sasaran pengobatan adalah tekanan diastolis kurang 105 mmHg
(bukan kurang 90 mmHg) karena akan menurunkan perfusi plasenta.
2) Dosis antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada umumnya.
3) Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya, dapat diberikan
obat-obat antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu), catapres injeksi. Dosis
yang biasa dipakai 5 ampul dalam 500 cc cairan infus atau press disesuaikan
dengan tekanan darah.
4) Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan tablet
antihipertensi secara sublingual diulang selang 1 jam, maksimal 4-5 kali.
Bersama dengan awal pemberian sublingual maka obat yang sama mulai diberikan
secara oral. (Syakib Bakri, 1997)
3. Kardiotonika
Indikasinya bila ada tanda-tanda menjurus payah jantung, diberikan digitalisasi
cepat dengan cedilanid D.
4. Lain-lain:
a. Konsul bagian penyakit dalam / jantung, mata.
b. Obat-obat antipiretik diberikan bila suhu rektal lebih 38,5 derajat celcius
dapat dibantu dengan pemberian kompres dingin atau alkohol atau xylomidon 2 cc
IM.
c. Antibiotik diberikan atas indikasi.(4) Diberikan ampicillin 1 gr/6
jam/IV/hari.
d. Anti nyeri bila penderita kesakitan atau gelisah karena kontraksi uterus.
Dapat diberikan petidin HCL 50-75 mg sekali saja, selambat-lambatnya 2 jam
sebelum janin lahir.
5. Pemberian Magnesium Sulfat
Cara pemberian magnesium sulfat:
a. Dosis awal sekitar 4 gram MgSO4 IV (20 % dalam 20 cc) selama 1 gr/menit
kemasan 20% dalam 25 cc larutan MgSO4 (dalam 3-5 menit). Diikuti segera 4 gr di
bokong kiri dan 4 gram di bokong kanan (40 % dalam 10 cc) dengan jarum no 21
panjang 3,7 cm. Untuk mengurangi nyeri dapat diberikan 1 cc xylocain 2% yang
tidak mengandung adrenalin pada suntikan IM.
b. Dosis ulangan : diberikan 4 gram intramuskuler 40% setelah 6 jam pemberian
dosis awal lalu dosis ulangan diberikan 4 gram IM setiap 6 jam dimana pemberian
MgSO4 tidak melebihi 2-3 hari.
·
Definisi Pre
Eklamsi Ringan
Preeklamsi
adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, proteinuria dan edema yang
timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ke 3 pada
kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya misalnya pada mola hidatidosa (Ilmu
kebidanan, 2008).
Preeklamsi
adalah kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin dan dalam masa
nifas yang terdiri dari hipertensi, proteinuria dan edema, ibu tersebut tidak
menunjukan tanda- tanda kelainan vascular atau hipertensi sebelumnya (Muchtar
R., 1998)
Preeklamsi
ringan adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema setelah umur kehamilan 20 minggu atau
segera setelah persalinan (Ilmu Kebidanan Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiharjo, Fak UI Jakarta, 1998).
·
Etiologi
Penyebab
preeklamsi dan eklamsi secara pasti belum di ketahui. Teori yang banyak di
kemukakan sebagai penyebabnya adalah iskemia plasenta atau kurangnya sirkulasi
O2 ke plasenta.
Faktor predisposisi atau terjadinya
preeklamsia dan eklampsia, antara lain:
1.
Usia ekstrim ( 35 th)
Resiko terjadinya Preeklampsia meningkat
seiring dengan peningkatan usia (peningkatan resiko 1,3 per 5 tahun peningkatan
usia) dan dengan interval antar kehamilan (1,5 per 5 tahun interval antara
kehamilan pertama dan kedua). Resiko terjadinya Preeklampsia pada wanita usia
belasan terutama adalah karena lebih singkatnya. Sedang pada wanita usia lanjut
terutama karena makin tua usia makin berkurang kemampuannya dalam mengatasi
terjadinya respon inflamasi sistemik dan stress regangan hemodinamik.
2.
Riwayat Preeklampsia pada kehamilan sebelumnya
riwayat Preeklampsia pada kehamilan
sebelumnya memberikan resiko sebesar 13,1 % untuk terjadinya Preeklampsia pada
kehamilan kedua dengan partner yang sama.
3.
Riwayat keluarga yang mengalami Preeklampsia
eklampsia dan Preeklampsia memiliki
kecenderungan untuk diturunkan secara familial.
4.
Penyakit yang mendasari yaitu:
a.
Hipertensi kronis dan penyakit ginjal
b.
Obesitas,resistensi insulin dan diabetes
c.
Gangguan thrombofilik
d.
Faktor eksogen: Merokok, Stress, tekanan psikososial yang berhubungan dengan
pekerjaan, latihan fisik,Infeksi saluran kemih.
·
Gejala
a.
Gejala
subjektif
Pada Preeklampsia didapatkan sakit kepala di daerah
frontal, skotoma, diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah
epigastrium, mual atau muntah-muntah karena perdarahan subkapsuer spasme
areriol. Gejala-gejala ini sering ditemukan pada Preeklampsia yang meningkat
dan merupakan petunjuk bahwa eklamsia akan timbul. Tekanan darahpun akan
meningkat lebih tinggi, edema dan proteinuria bertambah meningkat.
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan meliputi;
peningkatan tekanan sistolik 30 mmHg dan diastolic 15 mmHg atau tekanan darah
meningkat lebih dari 140/90 mmHg. Tekanan darah pada Preeklampsia berat
meningkat lebih dari 160/110 mmHg dan disertai kerusakan beberapa organ. Selain
itu kita juga akan menemukan takikarda, takipnu, edema paru, perubahan
kesadaran, hipertensi ensefalopati, hiperefleksia, perdarahan otak.
·
Pencegahan
Diet-makanan
Makanan tinggi protein, tinggi karbohidrat, cukup vitamin dan rendah lemak.
Kurangi garam apabila berat badan bertambah atau edema. Makanan berorientasi
pada empat sehat lima sempurna. Untuk meningkatkan jumlah protein dengan
tambahan satu butir telur setiap hari.
Cukup istirahat
Istirahat yang cukup pada saat hamil semakin tua dalam arti bekerja
seperlunya disesuaikan dengan kemampuan. Lebih banyak duduk atau berbaring
kearah kiri sehingga aliran darah menuju plasenta tidak mengalami
gangguan.
Pengawasan
antenatal (hamil)
Bila terjadi perubahan perasaan
dan gerak janin dalam rahim segera datang ke tempat pemeriksaan.
·
Penata
Laksanaan
Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala pre-eklamsia
berat selama perawatan maka perawatan dibagi menjadi perawatan aktif yaitu
kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah pengobatan medicinal dan
perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah pengobatan
medicinal (AYeyeh.R, 2011). Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut :
1.
Perawatan aktif
Pada setiap penderita sedapat mungkin sebelum perawatan aktif dilakukan
pemeriksaan fetal assesment yakni pemeriksaan nonstrees test(NST) dan
ultrasonograft (USG), dengan indikasi (salah satu atau lebih), yakni :
a.
Pada ibu
Usia kehamilan 37 minggu atau lebih, dijumpai tanda-tanda atau gejala
impending eklamsia, kegagalan terapi konservatif yaitu setelah 6 jam pengobatan
meditasi terjadi kenaikan desakan darah atau setelah 24 jam perawatan edicinal,
ada gejala-gejala status quo (tidak ada perbaikan).
b.
Janin
Hasil fetal assesment jelek (NST dan USG) yaitu ada tanda intra uterine
growth retardation (IUGR)
c.
Hasil laboratorium
Adanya HELLP sindrom (haemolisis dan peningkatan fungsi hepar dan
trombositopenia).
2.
Pengobatan medicinal pasien pre-eklamsi berst (dilakukan dirumah sakit dan atas
instruksi dokter), yaitu segera masuk rumah sakit dengan berbaring miring ke
kiri ke satu sisi. Tanda vital diperiksa setiap 30 menit, reflek patella setiap
jam, infus dextrose 5% dimana setiap 1 liter diselingi dangan infus RL (60-125
cc/jam) 500cc, berikan antasida , diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak
dan garam, pemberian obat anti kejang (MgSO4), diuretikum tidak diberikan
kecuali bila ada tanda-tanda edema paru, payah jantung kongestif atau edema
anasarka. Diberikan furosemid injeksi 40 mg/IM.
3.
Antihipertensi diberikan bila tekanan darah sistolis lebih 180 mmHg atau MAP
lebih 125 mmHg. Sasaran pengobatan adalah tekanan diastolis kurang 105 mmHg
(bukan kurang 90 mmHg) karena akan menurunkan perfusi plasenta, dosis
antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada umumnya.
4.
Bila dibutuhkan penurun darah secepatnya, dapat diberikan obat-obat
antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu), catapres injeksi. Dosis yang biasa
dipakai 5 ampul dalam 500cc cairan infus atau press disesuaikan dengan tekanan
darah.
5. Bila tidak tersedia antihipertensi
parenteral dapat diberikan tablet antihipertensi secara sublingual diulang selang 1 jam,
maksimal 4-5 kali. Bersama dengan awal pemberian sublingual maka obat yang sama
mulai diberikan secara oral (Syakib Bakri, 1997).
6.
Pengobatan jantung jika ada indikasinya yakni ada tanda-tanda menjurus payah
jantung, diberikan digitalisasi cepat dengan celidanid D.
7.
Lain-lain seperti konsul bagian penyakit dalam/jantung atau mata. Obat-obat
antipiretik diberikan bial suhu rectal lebih dari 38,5 0C dapat
dibantu dengan pemberian kompres dingin atau alkohol atau xylomidon 2 cc secara
IM, antibiotik diberikan atas indikasi saja. Diberikan ampicillin 1 gr/6 jam
secara IV perhari. Anti nyeri bila penderita kesakitan atau gelisah karena
kontraksi uterus. Dapat diberikan petidin HCL 50-75 mg sekali saja,
selambat-lambatnya 2 jam sebelum janin lahir.
8.
Pengobatan Obstetrik
Pengobatan obstetri dilakukan dengan cara terminasi terhadap kehamilan yang
belum inpartu, yaitu :
a.
Induksi persalinan: tetesan oksitocyn dengan syarat nilai bishop 5 atau lebih
dan dengan fetal heart monitoring.
b.
Seksio Sesaria (dilakukan oleh dokter ahli kandungan), bila: fetal assessment
jelek. Syarat tetesan oksitocyn tidak dipenuhi (nilai bishop < 5) atau
adanya kontraindikasi tetesan oksitocyn; 12 jam setelah dimulainya tetesan
oksitocyn belum masuk fase aktif. Pada primigravida lebih diarahkan untuk
dilakukan terminasi dengan seksio sesaria.
2.
Eklamsi
·
Definisi Eklamsi
Eklamsi
adalah kelainan akut pada ibu hamil, saat hamil tua, persalinan atau masa nifas
ditandai dengan timbulnya kejang atau koma, dimana sebelumnya sudah menunjukkan
gejala-gejala pre eklamsi (hipertensi, edems, proteinuri) (Wirjoatmodjo, 1994:
49). Eklamsi merupakan kasus akut, pada penderita dengan gambaran klinik pre
eklamsi yang disertai dengan kejang dan koma yang timbul pada ante, intra dan
post partum (Angsar MD, 1995: 41) .
·
Etiologi
Sebab
eklamsi belum diketahui benar. Salah satu teori yang dikemukakan ialah bahwa
eklamsi disebabkan ischaemia rahim dan plasenta (ischaemia uteroplasenta).
Selama kehamilan uterus memerlukan darah lebih banyak. Pada molahidatidosa,
hydramnion, kehamilan ganda, multipara, pada akhir kehamilan, pada persalinan,
juga pada penyakit pembuluh darah ibu, diabetes, peredaran darah dalam dinding
uterus kurang, maka keluarlah zat-zat dari plasenta atau decidua yang
menyebabkan vasospasmus dan hypertensi.
·
Gejala
Eklamsi selalu didahului oleh gejala-gejala preeklamsi. Gejala-gejala
preeklamsi yang berat seperti :
o Sakit kepala
yang keras
o Penglihatan
kabur
o Nyeri diulu
hati
o Kegelisahan
dan hyperfleksi sering mendahului kejang
Serangan dibagi dalam 3 tingkatan :
i.Tingkat
invasi (tingkat permulaan)
Mata
terpaku, kepala dipalingkan ke satu fihak, kejang-kejang halus terlihat pada
muka. Berlangsung beberapa detik.
ii.Tingkat
kontraksi (tingkat kejang kronis )
Seluruh badan menjadi kaku, kadang-kadang terjadi
episthotonus, lamanya 15 sampai 20 detik.
iii.Tingkat
konvulsi
Terjadi
kejang yang timbul hilang, radang membuka dan menutup begitu juga mata;
otot-otot muka dan otot badan berkontraksi dan berelaksasi berulang. Kejang ini
bisa menjadi sangat kuat dan bisa menyebabkan pasien terlempar dari tempat
tidurnya atau lidahnya tergigit. Ludah yang berbuih bercapur darah keluar dari
mulutnya, mata merah, muka biru. Berlangsung sekitar 1 menit.
iv.Tingkat
coma
Setelah kejang kronis pasien akan coma. Lamanya
beberapa menit sampai berjam-jam. Dan jika pasien telah sadar kembali maka ia
tidak ingat sama sekali apa yang terjadi(amnesi retrograd). Setelah beberapa
waktu, terjadi serangan baru dan kejadian yang dilukiskan di atas berulang lagi
kadang-kadang 10-20 kali. (2)
Sebab kematian eklamsi ialah : oedema paru-paru,
apoplexi dan acidosis. Atau pasien mati setelah beberapa hari karena pneumoni
aspirasi, kerusakan hati atau gangguan faal ginjal. Kadang-kadang terjadi
eklamsi tanpa kejang, gejala yang menonjol adalah coma. Eklamsi semacam ini
disebut “ eclampsi sine eclampsi” dan terjadi kerusakan hati yang berat.
Karena kejang merupakan gejala yang khas dari eklamsi
maka “eclampsi sine eclampsi” sering dimasukkan preeklamsi yang berat. Pada
eklamsi tensi biasanya tinggi sekitar 180/110. Nadi kuat dan berisi tapi jika
keadaan sudah buruk menjadi kecil dan cepat. Demam yang tinggi memperburuk
prognosa. Demam ini rupa-rupanya cerebral. Pernafasan biasanya cepat dan
tersembunyi, pada eklamsi yang berat ada cyanosis. Protein uri hampir selalu
ada malahan kadang-kadang sangat banyak, juga oedema biasanya ada.
Pada eklamsi antepartum biasanya persalinan mulai setelah
beberapa waktu. Tapi kadang-kadang pasien berangsur baik tidak kejang lagi dan
sadar sedangkan kehamilan terus berlangsung. Eklamsi yang tidak segera disusul
dengan persalinan disebut eklamsi intercurrent. Dianggap bahwa pasien yang
sedemikian bukan sembuh tapi jatuh ke yang lebih ringan ialah dari eklamsi ke
dalam keadaan preeklamsi. Jadi kemungkinan eklamsi tetap mengancam pasien
semacam ini sebelum persalinan terjadi.
Setelah persalinan keadaan pasien
berangsur baik, kira-kira dalam 12-24 jam. Juga kalau anak mati di dalam
kandungan sering kita lihat bahwa beratnya penyakit berkurang. Proteinuria
hilang dalam 4-5 hari sedangkan tensi normal kembali dalam 2 minggu. Adakalanya
pasien yang telah menderita eklamsi psychotis, biasanya pada hari ke 2 atau ke
3 postpartum dan berlangsung 2-3 minggu. Prognosa umumnya baik. Penyulit
lainnya ialah hemiplegi dan gangguan penglihatan (buta) karena oedema retina.
·
Diagnosa
Eklamsia adalah terjadinya kejang pada seorang wanita
dengan preeklamsi yang tidak dapat disebabkan oleh hal lain. Kejang bersifat
grand mal dan mungkin timbul sebelum, selama, atau setelah persalinan. Namun
kejang yang timbul lebih dari 48 jam postpartum, terutama pada nulipara, dapat
dijumpai sampai 10 hari postpartum (Brown dkk., 1987;Lubarsky dkk ., 1994).
Eklamsia secara umum dapat dicegah
dan penyakit ini sudah jarang dijumpai di Amerika Serikat karena sebagian besar
wanita sekarang sudah mendapat asuhan prenatal yang memadai. Penyulit utamanya
adalah solusio plasenta, deficit neurologis, pneumonia aspirasi, edema paru,
henti kardiopulmonal / cardiopulmonary arrest, gagal ginjal akut, dan
kematian ibu.
·
Pencegahan
Umumnya
eklamsia dapat dicegah, dengan melakukan pemeriksaan kehamilan secara teratur
sejak awal, sehingga dokter atau bidan dapat menemukan gejala-gejalanya sedini
mungkin dan segera ditangani. Dengan demikian, Ibu tidak akan jatuh ke dalam
kondisi eklamsia.
Namun
bila pemeriksaan kehamilan telah dilakukan dengan sebaik mungkin namun gejala
tetap tidak membaik, walau telah diberikan obat oleh dokter, maka bila
kehamilan mencapai usia 37 minggu dapat dilakukan persalinan segera untuk
menyelamatkan Ibu dan bayi.
·
Penata laksanaan
Serangan kejang
biasanya dimulai di sekitar mulut dalam bentuk kedutan-kedutan (twitching) wajah.
Setelah beberapa detik, seluruh tubuh menjadi kaku dalam suatu kontraksi otot
generalisata. Fase ini dapat menetap selama 15 sampai 20 detik. Mendadak rahang
mulai membuka dan menutup secara kuat, dan segera diikuti oleh kelopak mata.
Otot-otot wajah yang lain dan kemudian semua otot melakukan kontraksi dan
relaksasi bergantian secara cepat. Gerakan otot sedemikian kuatnya sehingga
wanita yang bersangkutan dapat terlempar dari tempat tidur dan apabila tidak
dilindungi, lidahnya tergigit oleh gerakan rahang yang hebat. Fase ini, saat
terjadi kontraksi dan relaksasi otot-otot secara bergantian, dapat berlangsung
sekitar 1 menit.
Secara
bertahap, gerakan otot menjadi lebih lemahdan jarang, dan akhirnya wanita yang
bersangkutan tidak bergerak. Sepanjang serangan, diafragma terfiksasi dan
pernafasan tertahan. Selama beberapa detik wanita yang bersangkutan seolah-olah
sekarat akibat henti napas, tetapi kemudian ia menarik napas dalam, panjang,
dan berbunyi lalu kembali bernapas. Ia kemudian mengalami koma. Ia tidak akan
mengingat serangan kejang tersebut atau, pada umumnya, kejadian sesaat sebelum
dan sesudahnya. Seiring dengan waktu, ingatan ini akan pulih.
Kejang
pertama biasanya menjadi pendahulu kejang-kejang berikutnya yang jumlahnya
dapat bervariasi dari satu atau dua pada kasus ringan sampai bahkan 100 atau
lebih pada kasus berat yang tidak diobati. Pada kasus yang jarng, kejang
terjadi berurutan sedemikian cepatnya sehingga wanita yang bersangkutan tampak
mengalami kejang yang berkepanjangan dan hamper kontinu.
Durasi koma
setelah kejang bervariasi. Apabila kejangnya jarang, wanita yang bersangkutan
biasanya pulih sebagian kesadarannya setelah setiap serangan. Sewaktu sadar,
dapat timbul keadaan setengah sadar dengan usaha perlawanan. Pada kasus yang
sangat berat, koma menetap dari satu kejang ke kejang lainnya dan pasien dapat
meninggal sebelum ia sadar. Meski jarang, satu kali kejang dapat diikiutioleh
koma yang berkepanjangan walaupun, umumnya, kematian tidak terjadi sampai
setelah kejang berulang-ulang.
Laju
pernapasan setelah kejang eklamsia biasanya meningkat dan dapat mencapai 50
kali per menit, mungkin sebagian respons terhadap hiperkarbia akibat asidemia
laktat serta akibat hipoksia dengan derajat bervariasi. Sianosis dapat dijumpai
pada kasus yang parah. Demam 39ºC atau lebih adalah tanda yang buruk karena
merupakan akibat perdarahan susunan saraf pusat.
Proteinuria
hampir selalu ada dan sering parah. Pengeluaran urine kemungkinan besar
berkurang secara bermakna dan kadang-kadang terjadi anuria. Hemoglobinuria
sering dijumpai, tetapi hemoglobinemia jarang.
Pada
eklamsia antepartum, tanda-tanda persalinan dapat dimulai segera setelah kejang
dan berkembang cepat, kadang-kadang sebelum petugas yang menolong menyadari
bahwa wanita yang tidak sadar atau stupor ini mengalami his. Apabila kejang
terjadi saat persalinan, frekuensi dan intensitas his dapat meningkat, dan
durasi persalinan dapat memendek. Karena ibu mengalami hipoksemia dan asidemia
laktat akibat kejang, tidak jarang janin mengalami bradikardiasetelah serangan
kejang. Keadaan ini biasanya pulih dalam 3 sampai 5 menit, apabila menetap
lebih dari 10 menit, kausa lain perlu dipertimbangkan, misalnya solusio
plasenta atau bayi akan segera lahir.
3.
IUFD
·
Definisi
IUFD
Serangan kejang biasanya dimulai di sekitar mulut
dalam bentuk kedutan-kedutan (twitching) wajah. Setelah beberapa detik,
seluruh tubuh menjadi kaku dalam suatu kontraksi otot generalisata. Fase ini
dapat menetap selama 15 sampai 20 detik. Mendadak rahang mulai membuka dan
menutup secara kuat, dan segera diikuti oleh kelopak mata. Otot-otot wajah yang
lain dan kemudian semua otot melakukan kontraksi dan relaksasi bergantian
secara cepat. Gerakan otot sedemikian kuatnya sehingga wanita yang bersangkutan
dapat terlempar dari tempat tidur dan apabila tidak dilindungi, lidahnya
tergigit oleh gerakan rahang yang hebat. Fase ini, saat terjadi kontraksi dan
relaksasi otot-otot secara bergantian, dapat berlangsung sekitar 1 menit.
Secara bertahap, gerakan otot menjadi lebih
lemahdan jarang, dan akhirnya wanita yang bersangkutan tidak bergerak.
Sepanjang serangan, diafragma terfiksasi dan pernafasan tertahan. Selama
beberapa detik wanita yang bersangkutan seolah-olah sekarat akibat henti napas,
tetapi kemudian ia menarik napas dalam, panjang, dan berbunyi lalu kembali
bernapas. Ia kemudian mengalami koma. Ia tidak akan mengingat serangan kejang
tersebut atau, pada umumnya, kejadian sesaat sebelum dan sesudahnya. Seiring
dengan waktu, ingatan ini akan pulih.
Kejang pertama biasanya menjadi pendahulu
kejang-kejang berikutnya yang jumlahnya dapat bervariasi dari satu atau dua
pada kasus ringan sampai bahkan 100 atau lebih pada kasus berat yang tidak
diobati. Pada kasus yang jarng, kejang terjadi berurutan sedemikian cepatnya
sehingga wanita yang bersangkutan tampak mengalami kejang yang berkepanjangan
dan hamper kontinu.
Durasi koma setelah kejang bervariasi. Apabila
kejangnya jarang, wanita yang bersangkutan biasanya pulih sebagian kesadarannya
setelah setiap serangan. Sewaktu sadar, dapat timbul keadaan setengah sadar
dengan usaha perlawanan. Pada kasus yang sangat berat, koma menetap dari satu
kejang ke kejang lainnya dan pasien dapat meninggal sebelum ia sadar. Meski
jarang, satu kali kejang dapat diikiutioleh koma yang berkepanjangan walaupun,
umumnya, kematian tidak terjadi sampai setelah kejang berulang-ulang.
Laju pernapasan setelah kejang eklamsia biasanya
meningkat dan dapat mencapai 50 kali per menit, mungkin sebagian respons
terhadap hiperkarbia akibat asidemia laktat serta akibat hipoksia dengan
derajat bervariasi. Sianosis dapat dijumpai pada kasus yang parah. Demam 39ºC
atau lebih adalah tanda yang buruk karena merupakan akibat perdarahan susunan
saraf pusat.
Proteinuria hampir selalu ada dan sering parah.
Pengeluaran urine kemungkinan besar berkurang secara bermakna dan kadang-kadang
terjadi anuria. Hemoglobinuria sering dijumpai, tetapi hemoglobinemia jarang.
Pada eklamsia antepartum, tanda-tanda persalinan dapat
dimulai segera setelah kejang dan berkembang cepat, kadang-kadang sebelum
petugas yang menolong menyadari bahwa wanita yang tidak sadar atau stupor ini
mengalami his. Apabila kejang terjadi saat persalinan, frekuensi dan intensitas
his dapat meningkat, dan durasi persalinan dapat memendek. Karena ibu mengalami
hipoksemia dan asidemia laktat akibat kejang, tidak jarang janin mengalami
bradikardiasetelah serangan kejang. Keadaan ini biasanya pulih dalam 3 sampai 5
menit, apabila menetap lebih dari 10 menit, kausa lain perlu dipertimbangkan,
misalnya solusio plasenta atau bayi akan segera lahir.
·
Etiologi
Adapun penyebab
IUFD:
- perdarahan antepartum seperti
plasenta previa dan solusio plasenta
- pre eklamsi dan eklamsi
- penyakit kelainan darah
- penyakit infeksi menular
- penyakit saluran kencing
- penyakit endokrin sperti DM dan
hipertiroid
- malnutrisi
Faktor predisposisi IUFD
a. Factor ibu (High Risk Mothers)
- status social ekonomi yang rendah
- tingkat pendidikan ibu yang
rendah
- umur ibu yang melebihi 30 tahun
atau kurang dari 20 tahun
- paritas pertama atau paritas
kelima atau lebih
- tinggi dan BB ibu tidak
proporsional
- kehamilan di
luar perkawinan
- kehamilan tanpa pengawasan antenatal
- ganggguan gizi
dan anemia dalam kehamilan
- ibu dengan riwayat kehamilan / persalinan sebelumnya tidak baik seperti bayi lahir mati
- riwayat inkompatibilitas darah
janin dan ibu
b. factor Bayi (High Risk Infants)
- bayi dengan infeksi antepartum
dan kelainan congenital
- bayi dengan diagnosa IUGR
(Intra Uterine Growth Retardation)
- bayi dalam keluarga yang
mempunyai problema social
- abrupsio plasenta
- plasenta previa
- preeklamsi / eklamsi
- polihidramnion
- inkompatibilitas golongan darah
- kehamilan lama
- kehamilan ganda
- infeksi
- diabetes
- genitourinaria
·
Diagnosis
1. Anamnesa/keluhan
a. Ibu tidak merasakan gerakan janin
b. Perut tidak bertambah besar
2. Inspeksi
Tidak tampak gerakan janin
3. palpasi
- TFU lebih rendah dari tuanya kehamilan
- Tidak teraba gerakan janin
- Krepitasi pada tulang kepala janin
4.Auskultasi
DJJ (-)
6. Rontgen foto abdomen
- Adanya akumulasi gas dalam jantung dan pembuluh
darah janin
- Tanda nojosk
: angulasi yang tajam pada tulang belakang janin
- Tanda gernard
: hiperekstensi kepala janin
- dTanda spalding
: overlapping sutura
7. USG
- Gerak anak tidak ada
- Denyut jantung anak tidak ada
- Tampak bekuan darah pada ruang
jantung janin
8.Laboratorium
- Reaksi biologis negative
setelah 10 hari janin mati
- Hipofibrinogenemia setelah 4-5
minggu janin mati
Kalau janin mati pada kehamilan yang telah lanjut terjadilah perubahan-perubahan sebagai
berikut :
a. Rigor mortis
Berlangsung 21/2 jam setelah mati kemudian lemas lagi.
b. Maserasi Tingkat I
Timbul lepuh-lepuh pada kulit. Lepuh ini mula-mula berisi cairan jernih. Tapi
kemudian menjadi merah. Berlangsung sampai 48 jam setelah mati.
c. Maserasi Tingkat II
Lepuh pecah dan mewarnai air ketuban menjadi merah coklat, jam setelah
anak mati.
d. Maserasi Tingkat III
Terjadi kira-kira 3 minggu setelah anak mati. Badan janin sangat lemas,
hubungan antar tulang-tulang sangat longgar. Edema di bawah kulit.
·
Geajala
Ø Terhentinya
pertumbuhan uterus, atau penurunan TFU
Ø Terhentinya
pergerakan janin
Ø Terhentinya
denyut jantung janin
Ø Penurunan
atau terhentinya peningkatan berat badan ibu.
Ø Perut tidak
membesar tapi mengecil dan terasa dingin
Ø Terhentinya
perubahan payudara
·
Pencegahan
1.
Melakukan istirahat yang cukup selama kehamilan
Menjaga pola hidup
yang sehat tidak saja disarankan untuk anda yang sedang berada pada kondisi
hamil. Bagi siapapun menjaga pola hidup memang sangat disarankan, hal ini
terkait dengan imunitas di dalam tubuh agar tidak rentan terkena beberapa
penyakit. Bagi sebagian penyakit yang berhubungan dengan infeksi mikroorganisme
akan membuat kekebalan tubuh anda berkurang dan menggangu kesehatan
perkembangan janin. Bagi anda yang sedang hamil, mencukupi kebutuhan istirahat
sangat dianjurkan, apalagi anda memiliki resiko keguguran sebelumnya.
2.
Hindari merokok dan mengkonsumsi alkohol
Kebiasaan buruk
seperti merokok dan mengkonsumsi alkohol akan meningkatkan resiko kondisi
kesehatan yang buruk pada kehamilan anda. Selain dapat mengakibatkan berat lahir
yang rendah dengan peningkatan cacat mental yang tinggi dan dapat menimbulkan
komplikasi kehamilan yang serius seperti
pendarahan
berat selama kehamilan berlangsung dan juga akan meningkatkan resiko kematian
pada janin dan ibu hamil.
3.
Pemeriksaan kesehatan sebelum kehamilan
Penting sekiranya
anda mempersiapkan kondisi kesehatan sebelum kehamilan terkait dengan menurunkan
resiko gangguan kesehatan pada janin anda. Pemeriksaan berkaitan dengan kondisi
kesehatan ibu hamil diantaranya adalah dengan menurunkan resiko pada ibu hamil
yang mengalami gangguan kesehatan seperti hipertensi atau lebih dikenal dengan
sebutan tekanan darah tinggi, preeklampsia yaitu bagi anda yang tidak memiliki
riwayat kesehatan tekanan darah tinggi akan tetapi tiba-tiba mengidap gangguan
tekanan darah selama kehamilan anda berlangsung. Bagi anda yang mengalami
preeklampsia perhatikan pola makan, kurangi makanan yang mengandung kandungan
garam yang tinggi dan juga hindari rasa cemas dan stres yang berlebih.
4.
Menjaga kesehatan untuk terhindar dari infeksi pada saat kehamilan
Kehamilan memang
sangat rentan terhadap beberapa kondisi kesehatan dan tidak menutup kemungkinan
gangguan kesehatan yang berhubungan dengan infeksi yang ditimbulkan oleh virus,
bakteri dan jamur yang akan menggangu kesehatan janin anda. Selalu perhatikan
pola konsumsi dan kebersihan makanan yang anda konsumsi begitu juga dengan menjaga
diri senantiasa untuk menjaga kebersihan. Beberapa imunisasi kehamilan akan
membantu anda dalam menghindari infeksi selama kehamilan.
5.
Pemeriksaan pada janin untuk melakukan pencegahan pada kehamilan selanjutnya
Bagi anda yang
mengalami pengalaman buruk yaitu kematian janin di dalam kandungan sebaiknya
dilakukan otopsi untuk mengetahui penyebabnya sehingga pada kehamilan
selanjutnya anda dapat lebih mewaspadai. Beberapa penyebab kematian di dalam
kandungan diantaranya adalah ketidakcocokan darah antara ibu dan janin atau
kelainan bawaan dari bayi bisa juga karena janin hiperaktif di dalam kandungan.
·
Penata laksanaan
ü
Periksa tanda
vital
ü
Ambil darah
untuk pemeriksaan darah perifer, fungsi pembekuan, golongan darah ABO dan
Rhesus.
ü
Jelaskan
seluruh prosedur pemeriksaan dan hasilnya serta rencana tindakan yang akan
dilakukan kepada pasien dan keluarganya. Bila belum ada kepastian sebab
kematian, hindari memberikan informasi yang tidak tepat.
ü
Dukungan mental
emosional perlu diberikan kepada pasien. Sebaiknya pasien selalu didampingi
oleh orang terdekatnya. Yakinkan bahwa besar kemungkinan dapat lahir
pervaginam.
ü
Rencana
persalinan pervaginam dengan cara induksi maupun ekspektatif, perlu dibicarakan
dengan pasien dan keluarganya, sebelum keputusan diambil.
ü
Bila pilihan
adalah pada ekspektatif: tunggu persalinan spontan hingga 2 minggu, yakinkan
bahwa 90% persalinan spontan akan terjadi tanpa komplikasi.
ü
Bila pilihan
adalah manajemen aktif: induksi persalinan menggunakan oksitosin atau
misoprostol. Seksio sesarea merupakan pilihan misalnya pada letak lintang.
ü
Berikan
kesempatan kepda ibu dan keluarganya untuk melihat dan melakukan berbagai
kegiatan ritual bagi janin yang meninggal tersebut.
ü
Pemeriksaan
patologi plasenta akan mengungkapkan adanya patologi plasenta dan infeksi.
4.
Ruptur Uteri
·
Definisi ruptur uteri
Ruptura uteri atau robekan rahim merupakan peristiwa yang amat membahayakan baik untuk ibu maupun untuk janin.
Ruptura uteri dapat terjadi secara komplet dimana robekan terjadi pada semua lapisan miometrium termasuk peritoneum
dan dalam hal ini umumnya janin sudah berada dalam cavum abdomen dalam keadaan mati ; ruptura inkomplet ,
robekan rahim secara parsial dan peritoneum masih utuh.
·
Etiologi
Ruptur uteri dapat terjadi sebagai akibat cedera atau anomali yang sudah
ada sebelumnya, atau dapat menjadi komplikasi dalam persalinan dengan uterus yang sebelumnya tanpa parut.
Akhir-akhir ini, penyebab ruptur uteri yang paling sering adalah
terpisahnya jaringan parut akibat seksio sesarea sebelumnya dan peristiwa ini
kemungkinan semakin sering terjadi bersamaan dengan timbulnya kecenderungan
untuk memperbolehkan partus percobaan pada persalinan dengan riwayat seksio sesarea.
Faktor predisposisi lainnya yang sering ditemukan pada ruptur uteri adalah
riwayat operasi atau manipulasi yang mengakibatkan trauma seperti kuretase atau
perforasi. Stimulasi uterus secara berlebihan atau kurang tepat dengan
oksitosin, yaitu suatu penyebab yang sebelumnya lazim ditemukan, tampak semakin
berkurang. Umumnya, uterus yang sebelumnya tidak pernah mengalami trauma dan persalinan berlangsung spontan, tidak akan terus berkontraksi dengan kuat sehingga
merusak dirinya sendiri.
·
Gejala
Gejala ruptura uteri ‘iminen’
:
1.
Lingkaran retraksi patologis Bandl
2.
Hiperventilasi
3.
Gelisah – cemas
4.
Takikardia
Lingkaran Retraksi Patologis ( Lingkaran Bandl )
Setelah terjadi ruptura uteri, nyeri
abdomen hilang untuk sementara waktu dan setelah itu penderita mengeluh adanya rasa nyeri yang
merata dan disertai dengan gejala dan tanda:
1.
Abnormalitas detak jantung janin (gawat janin sampai mati)
2.
Pasien jatuh kedalam syok
3.
Bagian terendah janin mudah didorong keatas
4.
Bagian janin mudah diraba melalui palpasi abdomen
5.
Contour janin dapat dilihat melalui inspeksi abdomen
Robekan utrerus saat laparotomi
Bila sudah diagnose dugaan ruptura uteri sudah ditegakkan maka tindakan yang harus diambil adalah segera memperbaiki keadaan umum pasien( resusitasi cairan dan persiapan tranfusi ) dan persiapan tindakan laparotomi atau persiapan rujukan kesarana fasilitas yang lebih lengkap.
Sebagai bentuk tindakan definitive maka bila
robekan melintang dan tidak mengenai daerah yang luas dapat dipertimbangkan tindakan histerorafia ;namun bila robekan uterus
mengenai jaringan yang sangat luas serta sudah banyak bagian yang nekrotik maka tindakan terbaik adalah histerektomi.
·
Pencegahan
Resiko absolute terjadinya ruptura uteri dalam kehamilan sangat rendah namun sangat bervariasi tergantung pada kelompok tertentu :
1.
Kasus uterus utuh
2.
Uterus dengan kelainan kongenital
3.
Uterus normal pascamiomektomi
4.
Uterus normal dengan riwayat sectiocaesar satu kali
5.
Uterus normal dengan riwayat sectio lebih dari satu kali
Strategi pencegahan kejadian ruptura uteri langsung adalah dengan memperkecil jumlah pasien dengan resiko ; criteria pasien dengan resiko tinggi ruptura uteri adalah:
1.
Persalinan dengan SC lebihdarisatu kali
2.
Riwayat SC classic ( midline uterine incision )
3.
Riwayat SC dengan jenis “low vertical
incision “
4.
LSCS dengan jahitan uterus satu lapis
5.
SC dilakukan kurang dari 2 tahun
6.
LSCS pada uterus dengan kelainan kongenital
7.
Riwayat SC tanpa riwayat persalinan spontan per vaginam
8.
Induksi atau akselerasi persalinan pada pasien dengan riwayat SC
9.
Riwayat SC dengan janin makrosomia
10.
Riwayat miomektomi per laparoskop atau laparotomi.
·
Penata laksanaan
a)
Memberitahu ibu hasil pemeriksaan E: ibu dan keluarga
mengetahui keadaannya
b)
Melakukan kolaborasi dengan dokter E: instruksi
observasi keadaan umum, pemberian antibiotik dan histerektomi
c)
Melakukan informed consent tindakan E: ibu dan
keluarga menyetujui
d)
Memberikan cefotaxime 1 gram secara bolus IV E: telah
diberikan
e)
Alih rawat ke ruang operasi E: ibu telah
dialihrawatkan Penanganan ruptur uteri menurut Sarwono adalah histerektomi dan
resusitasi serta antibiotika yang sesuai. Diperlukan cairan infus kristaloid
dan transfusi darah yang banyak, tindakan antisyok, serta pemberian antibiotik
spektrum luas.
5.
Solusio Plasenta
·
Definisi Solusio Plasenta
1) Solusio
plasenta adalah terlepasnya sebagian atau keseluruhan plasenta dari implantasi
normalnya (korpus uteri) setelah kehamilan 20
minggu dan sebelum janin lahir.
2) Cunningham
dalam bukunya mendefinisikan solusio plasenta sebagai separasi prematur
plasenta dengan implantasi normalnya korpus uteri sebelum janin lahir.
3) Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari
tempat implantasi normalnya sebelum janin lahir, dan definisi ini hanya berlaku
apabila terjadi pada kehamilan di atas 22 minggu atau berat janin di atas 500
gram.
·
Etiologi
Penyebab primer belum
diketahui pasti, namun ada beberapa faktor yang menjadi predisposisi
1. Faktor kardio-reno-vaskuler
Glomerulonefritis kronik, hipertensi
essensial, sindroma preeklamsia dan eklamsia. Pada penelitian di Parkland,
ditemukan bahwa terdapat hipertensi pada separuh kasus solusio plasenta berat,
dan separuh dari wanita yang hipertensi tersebut mempunyai penyakit hipertensi
kronik, sisanya hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan.
2. Faktor trauma
Dekompresi
uterus pada hidroamnion dan gemeli.
Tarikan pada
tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang banyak/bebas, versi luar
atau tindakan pertolongan persalinan
Trauma langsung,
seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain.
3. Faktor paritas ibu
Lebih banyak dijumpai pada multipara dari
pada primipara. Beberapa penelitian menerangkan bahwa makin tinggi
paritas ibu makin kurang baik keadaan endometrium.
4. Faktor usia ibu
Makin tua umur ibu, makin tinggi frekuensi
hipertensi menahun.
5. Leiomioma uteri (uterine leiomyoma) yang hamil dapat menyebabkan
solusio plasenta apabila plasenta berimplantasi di atas bagian yang mengandung
leiomioma.
6. Faktor pengunaan kokain
Penggunaan
kokain mengakibatkan peninggian tekanan darah dan peningkatan pelepasan
katekolamin yang bertanggung jawab atas terjadinya vasospasme pembuluh
darah uterus dan berakibat terlepasnya plasenta. Namun, hipotesis ini belum terbukti
secara definitif.
7. Faktor kebiasaan merokok
Ibu yang perokok juga merupakan penyebab peningkatan kasus
solusio plasenta sampai dengan 25% pada ibu yang merokok ≤ 1 (satu) bungkus per
hari. Ini dapat diterangkan pada ibu yang perokok plasenta menjadi tipis,
diameter lebih luas dan beberapa abnormalitas pada mikrosirkulasinya.
8. Riwayat solusio plasenta sebelumnya
Hal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu dengan
riwayat solusio plasenta adalah bahwa resiko berulangnya kejadian ini
pada kehamilan berikutnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil
yang tidak memiliki riwayat solusio plasenta.
9. Pengaruh
lain, seperti anemia, malnutrisi/defisiensi gizi, tekanan uterus pada vena cava
inferior dikarenakan pembesaran ukuran uterus oleh adanya kehamilan,
dan lain-lain.
·
Gejala
Bila ruptur uteri yang mengancam dibiarkan terus, maka suatu saat
akan terjadilah ruptur uteri sebenarnya.
1.) Anamnesis dan Inspeksi
- Pada suatu his yang kuat sekali, pasien
merasa kesakitan yang luar biasa, menjerit seolah-olah perutnya sedang dirobek
kemudian jadi gelisah, takut, pucat, keluar keringat dingin sampai kolaps.
- Pernafasan jadi dangkal dan cepat, kelihatan
haus.
- Muntah-muntah karena perangsangan peritoneum.
- Syok, nadi kecil dan cepat, tekanan darah turun
bahkan tidak terukur.
- Keluar perdarahan pervaginam yang biasanya tak
begitu banyak, lebih-lebih kalau bagian terdepan atau kepala sudah jauh turun
dan menyumbat jalan lahir.
- Kadang-kadang ada perasaan nyeri yang menjalar
ke tungkai bawah dan dibahu.
- Kontraksi uterus biasanya hilang.
- Mula-mula terdapat defans muskulaer kemudian
perut menjadi kembung dan meteoristis (paralisis usus).
2.) Palpasi
- Teraba krepitasi pada kulit perut yang
menandakan adanya emfisema subkutan.
- Bila kepala janin belum turun, akan mudah
dilepaskan dari pintu atas panggul.
- Bila janin sudah keluar dari kavum uteri, jadi
berada di rongga perut, maka teraba bagian-bagian janin langsung dibawah kulit
perut dan disampingnya kadang-kadang teraba uterus sebagai suatu bola keras
sebesar kelapa.
- Nyeri tekan pada perut, terutama pada tempat
yang robek.
3.) Auskultasi
Biasanya denyut jantung janin sulit atau tidak terdengar lagi
beberapa menit setelah ruptur, apalagi kalau plasenta juga ikut terlepas dan
masuk ke rongga perut.
4.) Pemeriksaan Dalam
- Kepala janin yang tadinya sudah jauh turun ke
bawah, dengan mudah dapat didorong ke atas dan ini disertai keluarnya darah
pervaginam yang agak banyak
- Kalau rongga rahim sudah kosong dapat diraba robekan
pada dinding rahim dan kalau jari atau tangan kita dapat melalui robekan tadi,
maka dapat diraba usus, omentum dan bagian-bagian janin. Kalau jari tangan kita
yang didalam kita temukan dengan jari luar maka terasa seperti dipisahkan oleh
bagian yang tipis seklai dari dinding perut juga dapat diraba fundus uteri.
5.) Kateterisasi
Hematuri yang hebat menandakan adanya robekan pada kandung kemih.
6.) Catatan
- Gejala ruptur uteri inkompleta tidak
sehebat kompleta
- Ruptur uteri yang terjadi oleh karena cacat
uterus yang biasanya tidak didahului oleh ruptur uteri mengancam.
- Lakukanlah
selalu eksplorasi yang teliti dan hati-hati sebagai kerja rutin setelah
mengerjakan suatu operative delivery, misalnya sesudah versi ekstraksi,
ekstraksi vakum atau forsep, embriotomi dan lain-lain
·
Diagnosis
Plasenta
praevia, Vasa praevia.
USG : menilai implantasi plasenta dan seberapa luas
terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya, biometri janin, indeks cairan
amnion, kelainan bawaan dan derajat maturasi plasenta.
Kardiotokografi : pada kehamilan di atas 28 minggu.
Laboratorium : darah perifer lengkap, fungsi
hemostasis, fungsi hati, atau fungsi ginjal (disesuaikan dengan beratnya
penyulit atau keadaan pasien). Lakukan pemeriksaan dasar : hemoglobin,
hematokrit, trombosit, waktu pembekuan darah, waktu protrombin, waktu
tromboplastin parsial, dan elektrolit plasma.
Pemeriksaan Lain : atas indikasi medik.
·
Pencegahan
1) Solusio plasenta ringan
Bila usia kehamilan kurang
dari 36 minggu dan bila ada perbaikan (perdarahan berhenti, perut tidak sakit,
uterus tidak tegang, janin hidup) dengan tirah baring dan observasi ketat,
kemudian tunggu persalinan spontan.
Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung
terus, gejala solusio plasenta makin jelas, pada pemantauan dengan USG daerah
solusio plasenta bertambah luas), maka kehamilan harus
segera diakhiri. Bila janin hidup, lakukan seksio sesaria, bila janin mati lakukan
amniotomi disusul infus oksitosin untuk mempercepat persalinan.
2) Solusio plasenta sedang dan berat
Apabila tanda dan gejala
klinis solusio plasenta jelas ditemukan, penanganan di rumah sakit meliputi
transfusi darah, amniotomi, infus oksitosin dan jika perlu seksio sesaria
Apabila diagnosis solusio plasenta dapat
ditegakkan berarti perdarahan telah terjadi sekurang-kurangnya 1000 ml. Maka
transfusi darah harus segera diberikan. Amniotomi akan merangsang persalinan dan
mengurangi tekanan intrauterin.
Dengan melakukan persalinan secepatnya
dan transfusi darah dapat mencegah kelainan pembekuan darah. Persalinan diharapkan
terjadi dalam 6 jam sejak berlangsungnya solusio plasenta. Tetapi jika tidak
memungkinkan, walaupun sudah dilakukan amniotomi dan infus oksitosin, maka
satu-satunya cara melakukan persalinan adalah
seksio sesaria.
Apoplexi uteroplacenta
tidak merupakan indikasi histerektomi. Tetapi jika perdarahan tidak dapat
dikendalikan setelah dilakukan seksio sesaria maka histerektomi perlu
dilakukan.
·
Penata
laksanaan
A.
TINDAKAN GAWAT DARURAT
Bila keadaan umum pasien menurun secara progresif atau separasi plasenta
bertambah luas yang manifestasinya adalah :
ü
Perdarahan
bertambah banyak
ü
Uterus tegang
dan atau fundus uteri semakin meninggi
ü
Gawat janin
maka hal
tersebut menunjukkan keadaan gawat-darurat dan tindakan yang harus segera
diambil adalah memasang infus dan mempersiapkan tranfusi.
B. TERAPI EKSPEKTATIF
Pada umumnya
bila berdasarkan gejala klinis sudah diduga adanya solusio plasenta maka tidak
pada tempatnya untuk melakukan satu tindakan ekspektatif.
C. PERSALINAN PERVAGINAM
Indikasi
persalinan pervaginam adalah bila derajat separasi tidak terlampau luas dan
atau kondisi ibu dan atau anak baik dan atau persalinan akan segera berakhir.
Setelah
diagnosa solusio plasenta ditegakkan maka segera lakukan amniotomi dengan
tujuan untuk :
1.
Segera
menurunkan tekanan intrauterin untuk menghentikan perdarahan dan mencegah
komplikasi lebih lanjut (masuknya thromboplastin kedalam sirkukasi ibu yang
menyebabkan DIC).
2.
Merangsang persalinan ( pada janin imature,
tindakan ini tak terbukti dapat merangsang persalinan oleh karena amnion yang
utuh lebih efektif dalam membuka servik).
Induksi
persalinan dengan infuse oksitosin dilakukan bila amniotomi tidak segera
diikuti dengan tanda-tanda persalinan.
D. SEKSIO SESAR
Indikasi seksio
sesar dapat dilihat dari sisi ibu dan atau anak.
Tindakan seksio sesar dipilih bila persalinan diperkirakan tak akan berakhir
dalam waktu singkat, misalnya kejadian solusio plasenta ditegakkan pada
nulipara dengan dilatasi 3 – 4 cm.
Atas indikasi ibu maka janin mati bukan kontraindikasi untuk melakukan tindakan
seksio sesar pada kasus solusio plasenta.
6.
Plasenta Privea
· Definisi Plasenta Privea
Plasentapreviaadalahplasenta
yang berimplantasi (menempel) atauplasenta yangletaknya abnormal
yaitupadasegmenbawahrahimsehinggamenutupisebagianatauseluruh ostium uteri
internun (jalanlahir).
KLASIFIKASI
Menurut Prof.DR.Dr.Sarwono Prawirohardjo.SpOG,2009,Jakarta.
1.
Plasentapreviatotalis atau komplit adalah plasenta yang menutupi seluruhostium uteri internum.
2.
Plasentapreviaparsialis adalah plasenta yang menutupisebagian ostium uteri internum.
3.
Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berada pada pinggir ostium uteri internum.
4.
Plasenta letak rendah adalah plasenta yang
berimplantasi pada segmen bawah rahim demikian rupa sehingga tepi bawahnya berada pada jarak lebih kurang 2 cm dari ostium uteri internum. Jarak yang lebih dari 2 cm dianggap plasenta letak normal.
·
Etiologi
Penyebab pasti dari plasenta previa belum diketahui, tetapi ada teori yang
mengemukakan bahwa penyebab plasenta previa adalah multiparitas, usia
maternal >35 tahun, kehamilan ganda, riwayat pembedahan uterus
termasuk bedah sesar, merokok serta riwayat aborsi. Cacat bekas bedah sesar berperan menaikkan insiden dua sampai tiga kali. Sedangkan pada perempuan perokok dijumpai insiden plasenta previa lebih tinggi 2 kali lipat. Hipoksemia akibat karbonmono-oksida hasil pembakaran rokok menyebabkan plasenta menjadi hipertrofi sebagai upaya kompensasi.
·
Gejala
Ø Perdarahantanpanyeri
Ø Perdarahanberulang
Ø Warnaperdarahanmerahsegar
Ø Adanya anemia danrenjatan yang sesuaidengankeluarnyadarah
Ø Timbulnyaperlahan-lahan
Ø Waktuterjadinyasaathamil
Ø His biasanyatidakada
Ø Rasa tidaktegang (biasa) saatpalpasi
Ø Denyutjantungjaninada
Ø Terabajaringanplasentapadaperiksadalam vagina
Ø Penurunankepalatidakmasukpintuataspanggul
Ø Presentasimungkin abnormal.
·
Diagnosis
Diagnosis
plasenta previa:
- Anamnesis
: adanya perdarahan per vaginam pada kehamilan lebih 20 minggu dan
berlangsung tanpa sebab.
- Pemeriksaan
luar : sering ditemukan kelainan letak. Bila letak kepala maka kepala
belum masuk pintu atas panggul.
- Inspekulo
: adanya darah dari ostium uteri eksternum.
- USG
untuk menentukan letak plasenta.
- Penentuan
letak plasenta secara langsung dengan perabaan langsung melalui kanalis
servikalis tetapi pemeriksaan ini sangat berbahaya karena dapat
menyebabkan perdarahan yang banyak. Oleh karena itu cara ini hanya dilakukan
diatas meja operasi.
·
Pencegahan
ü
Apabila telah
diketahui seorang ibu Plasenta Previa, maka untuk mencegah terjadinya
pendarahan yaitu :
1. Mengurangi
fisik
Aktivitas fisik yang berat dapat memicu terjadinya kontraksi.
2. Bed rest
Jika sudah mengalami pendarahan berulang kali dan dalam jumlah banyak,
disarankan agar bed rest total untuk mencegah terjadinya kontraksi dan
pendarahan yang lebih banyak.
3. Pelvic rest
Yaitu tidak melakukan hal-hal pada
vagina yang berpotensi menyebabkna terjadinya pendarahan, misalnya, tidak
melakukan hubungan seks, membersihkan vagina menggunakan cairan atau alat
tertentu, menggunakan pembalut vagina.
Pada kasus Plasenta Previa yang sudah
parah, penderitanya harus diopname di rumah sakit agar dokter mudah melakukan
kontrol. Penanganan yang akan dilakukan dokter adalah memberikan obat-obatan
untuk mencegah kontraksi dan obat untuk mempercepat pematangan paru-paru janin
untuk kemungkinan apabila janin harus segera dilahirkan.
Karena tidak boleh sampai kontraksi,
maka segera hubungi dokter jika Anda merasakan kontraksi perut (perut terasa
sangat keras) atau keluar bercak darah. Karena itu merupakan tanda-tanda awal
kontraksi yang berbahaya. Segera hubungi dokter dan menuju rumah sakit agar
mendapat penanganan yang tepat.
·
Penata
laksanaan
Penatalaksanaan
plasenta previa dibagi dua, yaitu ekspektatif (konservatif) dan aktif.
Konservatif :
dilakukan bila perdarahan sedikit, keadaan ibu dan janin baik, berat janin <
2500 gram atau usia gestasi < 36 minggu. Bila terjadi perdarahan banyak atau
gawat janin, dilakukan tindakan aktif. Pemberian tokolitik hanya pada kasus
terpilih.
Aktif :
dilakukan bila TBJ ³ 2500 gram atau usia gestasi ³ 36 minggu. Bila terjadi
perdarahan banyak lakukan resusitasi cairan, atasi anemia (transfusi), dan
PDMO. Plasenta yang terletak dua sentimeter dari OUI merupakan indikasi kontra
persalinan per vaginam (RCOG Evidence Base Level III). Cara persalinan harus berdasarkan keputusan klinik disesuaikan dengan
fasilitas yang ada. Pada kasus sulit dengan kemungkinan terjadi plasenta
akreta, sebaiknya didampingi spesialis obstetri dan ginekologi senior.
Daftar Pustaka
1)
Cunningham, F. Gary [et.al..]. 2005. Obstetri Williams. Jakarta : EGC
2)
Gray, Huon H [et.al..]. 2009. Kardiologi. Jakarta : Penerbit Erlangga
3) Harrison
. 1999. Prinsip – Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : EGC
4) Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBP – SP
5)
Mansjoer A,et al. 2001. Kapita Selekta. Jakarta : Penerbit Media
Aesculapius FKUI
6) Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal.
Jakarta : YBP- SP
7)
Norwitz, Errol dan John O Schorge. 2008. At A Glance Obstetri & Ginekologi. Jakarta : Penerbit Erlangga.
8) Gasong MS,
Hartono E, Moerniaeni N. Penatalaksanaan Perdarahan Antepartum. Bagian
Obstetri dan Ginekologi FK UNHAS;
1997. 3-8.
9)
Pritchard
JA, MacDonald PC, Gant NF. Williams Obstetrics, 20th ed. R Hariadi, R Prajitno
Prabowo, Soedarto, penerjemah. Obstetri Williams. Edisi 20. Surabaya: Airlangga
University Press, 2001; 456-70.
10) Moechtar R.
Pedarahan Antepartum. Dalam: Synopsis Obstetri, Obstetri Fisiologis dan
Obstetri Patologis, Edisi II.
Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1998; 279
11) WHO.
Managing Complications in Pregnancy and Childbirth. Geneva: WHO, 2003. 518-20.
12) K.
Varney, helen. 2006. Buku ajar asuhan kebidanan. Jakarta
: EGC
13 ) POGI. Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi Bagian
I. Cetakan Kedua. Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1994.
14 ) Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, et
al. Obstetrical Hemorrhage. In : Williams Obstetrics. 21st Ed,
McGraw Hill, New York, 619-670, 2001.
15 ) RSPAD Gatot Soebroto Departemen Obstetri dan Ginekologi.
Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi. Jakarta, 1996.