BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
 Bila seorang ibu bersalin setelah anak lahir mengalami perdarahan, pertama-tama disangka perdarahan tersebut disebabkan oleh retensio plasenta atau plasenta lahir tidak lengkap. Pada keadaan dimana plasenta lahir lengkap dan kontraksi uterus baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalan lahir. Perlukaan ini dapat terjadi karena kesalahan sewaktu memimpin persalinan, pada waktu persalinan operatif melalui vagina seperti ekstraksi cunam, ekstraksi vakum, embriotomi, atau trauma akibat alat-alat yang dipakai. Selain itu perlukaan pada jalan lahir dapat pula terjadi oleh karena memang disengaja seperti pada tindakan episiotomy. Tindakan ini dilakukan untuk mencegah terjadi robekan perineum yang luas dan dalam disertai pinggir yang tidak rata, di mana penyembuhan luka akan lambat atau terganggu.
B.       Tujuan
    1. Mahasiswa mengetahui definisi dari episiotomy,
    2. Mahasiswa mengetahui jenis-jenis episiotomy,
    3. Mahasiswa mengetahui indikasi dilakukannya episiotomy,
    4. Mahasiswa mengetahui kontra indikasi dari episiotomy,
    5. Mahasiswa mengetahui cara melakukan episiotomy,
C.      Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah mengenai definisi episiotomi, jenis-jenis episiotomy, cara melakukan episiotomy, kelebihan dan kekurangan jenis-jenis episiotomy, cara melakukan episiotomy, resiko episiotomy, serta komplikasi yang berhubungan dengan episiotomy. Dan banyak hal lainnya yang akan dibahas mengenai episiotomy.
BAB II
PEMBAHASAN

A.       Definisi
Episiotomi adalah suatu tindakan operatif berupa sayatan pada perineum meliputi selaput lendir vagina, cincin selaput dara, jaringan pada septum rektovaginal, otot-otot dan fascia perineum dan kulit depan perineum.
Episiotomi adalah insisi dari perineum untuk memudahkan persalinan dan mencegah rupture penrineum totalis (FK UNPAD).
Episiotomi adalah suatu tindakan insisi pada perineum yang menyebabkan terpotongnya selaput lender vagina, cicin selaput dara, jaringan pada septum rektovaginal, otot-otot dan fasia perineum dan kulit sebelah depan perineum (Ilmu Bedah Kebidanan).
Episiotomi membuat luka yang lurus dan rapi, sehingga mudah di jahit dan lebih cepat sembuh daripada ruptura perineum.Mengurangi tekanan kepala pada janin. Mempersingkat kala II. Episiotomi lateralis dan mediolateralis mengurangi ruptura perineum totalis
B.       Jenis-jenis Episiotomi
  1. Episiotomi medialis.
Sayatan dimulai pada garis tengah komissura posterior lurus ke bawah tetapi tidak sampai mengenai serabut sfingter ani.
  1. Episiotomi mediolateralis
Sayatan disini dimulai dari bagian belakang introitus vagina menuju ke arah belakang dan samping. Arah sayatan dapat dilakukan ke arah kanan ataupun kiri, tergantung pada kebiasaan orang yang melakukannya. Panjang sayatan kira-kira 4 cm.
  1. Episiotomi lateralis
Sayatan disini dilakukan ke arah lateral mulai dari kira-kira jam 3 atau 9 menurut arah jarum jam. Episiotomi ini sudah jarang dilakukan, karena banyak menimbulkan komplikasi.
C.      Indikasi
Pada janin
  1. Sewaktu melahirkan janin prematur. Tujuannya untuk mencegah terjadinya trauma yang berlebihan pada kepala janin.
  2. Sewaktu melahirkan janin letak sungsang, letak defleksi, janin besar.
  3. Pada keadaan dimana ada indikasi untuk mempersingkat kala II seperti pada gawat janin, tali pusat menumbung.
Pada ibu
  1. Umumnya pada primigravida.
  2. Perineum kaku dan riwayat robekan perineum pada persalinan yang lalu.
  3. Apabila terjadi peregangan perineum yang berlebihan misalnya pada persalinan sungsang, persalinan dengan cunam, ekstraksi vakum dan anak besar.
  4. Arkus pubis yang sempit.
D.      Kontra Indikasi
  1. Bila persalinan tidak berlangsung pervaginam.
  2. Bila terdapat kondisi untuk terjadinya perdarahan yang banyak seperti penyakit kelainan darah maupun terdapatnya varises yang luas pada vulva dan vagina.
E.       Kelebihan dan Kekurangan
    1. Episiotomi Medialis
Kelebihan
Perdarahan yang timbul dari luka episiotomi lebih sedikit oleh karena merupakan daerah yang relatif sedikit mengandung pembuluh darah.
Kekurangan
Dapat terjadi ruptur perinei tingkat III inkomplit (laserasi m.sfingter ani) atau komplit (laserasi dinding rektum).
  1. Episiotomi Mediolateralis
Kelebihan
Mencegah ruptura perinei tingkat III. Perdarahan luka lebih banyak oleh karena melibatkan daerah yang banyak pembuluh darahnya.
Kekurangan
Otot-otot perineum terpotong sehingga penjahitan luka lebih sukar. Penjahitan dilakukan sedemikian rupa sehingga setelah penjahitan selesai hasilnya harus simetris.
  1. Episiotomi Lateralis
Jarang dilakukan karena luka sayatan dapat melebar ke arah dimana terdapat pembuluh darah pudendal interna, sehingga dapat menimbulkan perdarahan yang banyak. Selain itu parut yang terjadi dapat menimbulkan rasa nyeri yang mengganggu penderita.
F.       Saat Melakukan Episiotomi
  1. Bila episiotomi dilakukan terlalu cepat, maka perdarahan yang timbul dari luka episiotomi bisa terlalu banyak, sedangkan bila episiotomi dilakukan terlalu lambat maka otot-otot dasar panggul sudah sangat teregang sehingga salah satu tujuan episiotomi itu sendiri tidak akan tercapai.
  2. Berdasarkan hal-hal tersebut banyak penulis menganjurkan episiotomi dilakukan pada saat kepala janin sudah terlihat dengan diameter 3 – 4 cm pada waktu his.Pada penggunaan cunam beberapa penulis melakukan episiotomi setelah cunam terpasang tetapi sebelum traksi dilakukan, dengan alasan bahwa bila dilakukan sebelum pemasangan, akan memperbanyak perdarahan serta memperbesar resiko perluasan luka episiotomi yang tidak terkontrol selama pemasangan cunam.
  3. Pada persalinan letak sungsang, episiotomi sebaiknya dilakukan sebelum bokong lahir, dengan demikian luasnya episiotomi dapat disesuaikan dengan kebutuhan.
G.      Resiko episiotomi
  1. Kehilangan darah yang lebih banyak.
  2. Pembentukan hematoma.
  3. Kemungkinan infeksi lebih besar.
  4. Introitus lebih lebar.
  5. Luka lebih terbuka lagi.
Lapisan yang terinsisi pada tindakan episiotomi adalah :
  1. Dinding posterior lapisan mukosa vagina.
  2. Lapisan kulit perineum serta jaringan subkutisnya.
  3. Muskulus bulbokavernosus.
  4. Muskulus transversus perinei superfisialis.
  5. Muskulus transversus perinei profundus.
  6. Muskulus bulbococcygeus.
H.      Robekan perineum dibagi atas 4 tingkatan :
Tingkat I
Robekan terjadi hanya pada selaput lendir vagina dengan atau     tanpamengenai kulit perineum.
Tingkat II
Robekan mengenai selaput lendir vagina dan otot perinei transversalis tetapi tidak mengenai otot sfingter ani.
Tingkat III
Robekan mengenai perineum sampai dengan otot sfingter ani.
Tingkat IV
Robekan mengenai perineum sampai dengan otot sfingter ani dan mukosa rektum.
I.       Prosedur Kerja
    1. Mempersiapkan alat
    2. Memberitahukan  pada ibu tentang apa yang akan dilakukan dan bantu agar ibu tetap tenang atau merasa tenang.
    3. Melakukan tindakan desinfektan sekitar perineum dan vulva
    4. Anestesi lokal caranya :
a)         Bahan anestesi (lidokain HCL 1% atau xilokain 10 mg/ml)
b)        Tusukkan jarum tepat dibawah kulit perineum pada daerah komisura posterior (fourchette).
c)         Arahkan jarum dengan membuat sudut 45 derajat kesebelah kiri atau kanan garis tengah perineum. Lakukan aspirasi.
d)        Sambil menarik mundur jarum suntik, infiltrasikan 5 – 10 ml lidokain 1%.
e)         Tunggu 1 – 2 menit agar efek anestesi bekerja maksimal sebelum episiotomi dilakukan.
J.      Cara Melakukan Episiotomi
    1. Pegang gunting yang tajam dengan satu tangan.
    2. Letakkan jari telunjuk dan tengah diantara kepala bayi dan perineum, searah dengan rencana sayatan.
    3. Tunggu fase puncak his, kemudian selipkan gunting dalam keadaan terbuka diantara jari telunjuk dan tengah.
    4. Gunting perineum, dimulai dari komissura posterior 45 derajat ke lateral (kiri atau kanan).
    5. Lanjutkan pimpinan persalinan.
K.      Penjahitan Episiotomi
  1. cuci tangan secara seksama dan gunakan sarung tangan desinfeksi tingkat tinggi atau steril. Ganti sarung tangan jika ada terkontaminasi atau jika tertusuk jarum maupun peralatan tajam lainnya.
  2. pastikan dan bahan-bahan yang digunakan sudah didesinfeksi tingkat tinggi.
  3. setelah memberikan anestesi local dan memastikan bahwa daerah tersebut sudah dianestesi, telusuri dengan hati-hati menggunakan satu jari untuk secara jelas menentukan batas luka. Nilai kedalaman luka dan lapisan jaringan mana yang terluka. Dekatkan tepi laserasi untuk menentukan cara menjahitnya menjadi satu dengan mudah.
  4. buat jahitan pertama kurang lebih 1cm diatas ujung laserasi dibagian dalam vagina. Setelah membuat tusukan pertama, buat ikatan dan potong pendek benang yang lebih pendek dari ikatan.
  5. tutup mukosa vagina dengan jahitan jelujur, jahit kebawah kearah cincin hymen.
  6. tepat sebelum cincin hymen, masukkan jarum kedalam mukosa vagina lalu kebawah cincin hymen sampai jarum berada dibawah laserasi. Periksa kebagian antara jarum diperineum dan bagian atas laserasi. Perhatikan seberapa dekat jarum kepuncak luka.
  7. teruskan kearah bawah tapi tetap pada luka, menggunakan jahitan jelujur hingga mencapai bagian bawah laserasi. Pastikan jarak tiap jahitan sama dan otot yang terluka telah dijahit. Jika laserasi meluas kedalam otot, mungkin perlu satu atau dua lapisan jahitan terputus-putus untuk menghentikan perdarahan dan mendekatkan jaringan tubuh secara efektif.
  8. setelah mencapai ujung laserasi, arahkan jarum keatas dan teruskan penjahitan menggunakan jahitan jelujur untuk menutup lapisan subkutikuler. Jahitan ini akan menjadi jahitan lapis kedua.Periksa lubang bekas jarum tetap terbuka berukuran 0,5 cm atau kurang. Luka akan menutup dengan sendirinya pada saat penyembuhan.
  9. tusukkan jarum dari robekan perineum kedalam vagina. Jarum harus keluar dari belakang cincin hymen.
  10. ikat benang dengan membuat simpul didalam vagina.potong ujung benang dan sisakan sekitar 1,5cm. Jika ujung benang dipotong terlalu pendek , simpul akan longgar dan laserasi akan membuka.
  11. ulangi pemeriksaan vagina dengan lembut untuk memastikan tidak ada kasa taau peralatan yang tertinggal didalam.
  12. dengan lembut masukkan jari paling kecil kedam anus, raba apa ada jahitan pada rectum. Jika teraba ada jahitan ulangi pemeriksaan rectum 6 minggu pascapersalinan, jika penyembuhan belum sempurna, segera rujuk.
  13. 13. cuci genetalia dengan lembut dengan sabun dan air desinfeksi tingkat tinggi. Bantu ibu mencari posisi yang lebih nyaman .
  14. nasehati ibu untuk
a. menjaga perineumnya selalu bersih dan kering
b. hindari penggunaan obat-obatan tradisional pada perineum
c. cuci perineum dengan sabun dan air bersih yang mengalir tiga sampai empat kali per hari kembali dalam seminggu untuk memeriksakan penyembuhan lukanya. Ibu kembali lebih awal jika mengalami demam atau mengeluarkan cairan yang berbau busuk dari daerah luka atau daerah tersebut menjadi lebih nyeri.
15.    Komplikasi
    1. Nyeri post partum dan dyspareunia.
    2. Rasa nyeri setelah melahirkan lebih sering dirasakan pada pasien bekas episiotomi, garis jahitan (sutura) episiotomi lebih menyebabkan rasa sakit. Jaringan parut yang terjadi pada bekas luka episiotomi dapat menyebabkan dyspareunia apabila jahitannya terlalu erat.
    3. Nyeri pada saat menstruasi pada bekas episiotomi dan terabanya massa .
    4. Trauma perineum posterior berat.
    5. Trauma perineum anterior
    6. Cedera dasar panggul dan inkontinensia urin dan feses
    7. Infeksi bekas episiotomi, Infeksi lokal sekitar kulit dan fasia superfisial akan mudah timbul pada bekas insisi episiotomi.
    8. Gangguan dalam hubungan seksual, Jika jahitan yang tidak cukup erat, menyebabkan akan menjadi kendur dan mengurangi rasa nikmat untuk kedua pasangan saat melakukan hubungan seksual.
BAB III
PENUTUP
 A.      Kesimpulan
Episiotomi adalah suatu tindakan operatif berupa sayatan pada perineum meliputi selaput lendir vagina, cincin selaput dara, jaringan pada septum rektovaginal, otot-otot dan fascia perineum dan kulit depan perineum. Jenis-jenis episiotomi ialah :
  1. Episiotomi medialis.
  2. Episiotomi mediolateralis.
  3. Episiotomi lateralis.
Komplikasi yang dapat terjadi pada episiotomi ialah :
  1. Nyeri pada saat menstruasi pada bekas episiotomi dan terabanya massa .
  2. Trauma perineum posterior berat.
    1. Trauma perineum anterior
    2. Cedera dasar panggul dan inkontinensia urin dan feses
B.       Saran
Setelah membaca makalah ini kami berharap agar pembaca lebih memahami tentang episiotomi sehingga dapat menambah wawasan bagi pembaca dan pembaca dapat mengetahui bagaimana cara melakukan penaganan episiotomi serta indikasi nya.
DAFTAR PUSTAKA
Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Bedah Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. 2007.
Bagian Obsgyn FK Univ. Padjadjaran. Obstetri Fisiologi. Eleman. Bandung. 1983
Kuliahbidan.wordpress.com/2008/07/17/episiotomy
https://rahminoerdiana.wordpress.com/2012/11/30/episiotomi/